.
.
.
Sebelum Els sempat bereaksi lebih lanjut, beberapa menit kemudian, pria itu sudah berubah total. Celana kargo pendek, kaos oblong hitam, sneakers, lengkap dengan topi brandendnya. Seluruh image anggota dewan itu lenyap, berganti vibes pemuda kampus seumuran Els.
“Wow…” seru Els, menaikkan kedua alisnya tinggi-tinggi. Sulit sekali untuk tidak membelakakan mata melihat pemandangan menggoda di depanya.
Heksa terkekeh, geli. “Kenapa? Apa aku terlalu tampan, sampai kamu bengong begitu?”
“Ish… bukan tampan lagi, tapi banget. Mirip Hwang In Yeop, yang tampannya abadi,” celetuk Els, dia pun sama dengan kebanyakan perempuan seusianya yang sangat menggilai artis drakor.
“Siapa itu?”
“Suami impianku,” jawab Els asal, mencoba menutupi rasa gugupnya.
Heksa tertawa pendek. “Bukannya aku sudah jadi suami kamu yang asli. Bukan mimpi lagi kan? Yuk jalan, aku akan mengajarkan kamu untuk menjadi wanitaku, from this day,” ucapnya lagi, seraya memberikan sebuah kecupan di pipi Els. Kecupan yang berhasil membuat wajah gadis itu panas.
Mobil melaju, membawa mereka menjauh dari pesantren. Els menatap ke luar jendela, dengan pikiran yang bercabang kemana-mana.
Dalam perjalanan pulang, hanya ada samar suara gerimis yang menimpa atap mobil. Els terus melempar tatapan nanarnya ke luar jendela, mengikuti jejak lampu yang berpendar. Setiap detik yang berlalu membuat pikirannya kian penuh oleh pertanyaan-pertanyaan yang tak berani ia ucapkan. Sesekali ia melirik ke arah lelaki di sampingnya, Heksa, sosok yang kini sudah sah menjadi suaminya, meski dengan cara yang begitu mendadak, begitu konyol menurutnya.
Ia menunduk, jari-jemarinya memainkan ujung tas kecil yang ia peluk di pangkuan.
Apa yang akan terjadi malam ini? Apa aku sanggup? Bagaimana caranya menyenangkan seorang pria? Els masih merutuki kebodohannya, otak cerdas yang ia miliki sungguh tak berfungsi lagi. Semua ilmu anatomi dan berbagai teknik bedah yang begitu rumit saja mampu dia kuasai, kenapa hal se-wanita ini ia merasa sangat bodoh.
Terlepas dari salah atau benar atas tindakannya, pertanyaan-pertanyaan itu bergema tanpa henti. Meski mulutnya sering berujar ceplas ceplos, kenyataannya Els tak pernah punya pengalaman sedikit pun soal hubungan dewasa antara laki-laki dan perempuan.
Suara lift berdenting, menandai mereka sampai di lantai tujuh tempat unit Heksa berada. Els menghela napas panjang, Heksa menoleh sekilas. "kamu duluan," ujarnya singkat. Els menarik napas panjang, sebelum melangkah keluar.
Hari sudah gelap ketika mereka tiba di depan unit apartemen. Heksa menempelkan sidik jarinya, pintu terbuka otomatis.
“Memangnya harus sebersih apa sih? Sampai aku melakukan perawatan tiap hari begini? Kan sayang uangnya.” gerutu Els yang kini sedang mengekor di belakang Heksa.
Heksa menoleh singkat, wajahnya tenang, tak terusik oleh nada sedikit nyinyir itu. “Aku cuma ingin kamu tampil maksimal. Jangan sia-sia kan uang yang sudah aku keluarkan. Pokoknya aku mau kamu bersih, terawat, wangi dan nggak asin.”
Elsheva melotot, “Memangnya aku se-buluk itu, meskipun nggak pernah perawatan mahal kayak tadi tapi aku calon dokter pasti menjaga kebersihan tahuuu, lagian memangnya mau dijilat-jilat segala sampai bilang asin gitu?”
Langkah Heksa berhenti sepersekian detik. Tatapannya begitu lekat, membuat bulu kuduk Els meremang. “Ya iya lahh, memangnya kamu nggak tahu konsep berhubungan suami istri itu step by stepnya bagaimana?”
Els mengabaikan pertanyaan yang membuatnya merinding sebadan-badan itu, ia menerobos masuk menuju dapur. Telinganya mendadak panas mendengar kata horror yang keluar dari mulut Heksa. Ia butuh segelas air untuk mendinginkannya.
“Elsheva!” panggilan Heksa menyusul di belakangnya, tenang tapi tegas terkendali.
“Yaa?”
“Aku suka lingerie hitam.”
Els menegang. Wajahnya memerah seketika, panas menjalar dari pipi sampai ke leher. Bahkan ia menelan ludahnya dengan susah payah. “Y–ya… nanti aku pakai. Tapi, Pak Heksa…”
“Stop call me pak! Els...” sela Heksa geram, ada kejengahan yang tersirat jelas dalam ucapannya. “Aku bukan dosenmu. Cari panggilan lain. Terserah apa.”
Elsheva mengulum senyum kikuk, mencoba melunakkan suasana. “Aku panggil apa dong? Mm… Oppa gimana? Kamu mirip artis Korea yang aku bilang kemarin. Jadi… cocok, kan?”
“Artinya?”
“Itu panggilan yang dipakai untuk laki-laki yang kita sayang. Misal pacar, atau abang.”
“Kok pacar??” balas Heksa mengangkat alis, sedikit tidak terima.
“Yaa masa aku panggil mas? Geli ahh! Nggak mau. Atau babe aja? Hihi…” masih sempat-sempatnya Els becanda, padahal jantungnya sedang jungkir balik di dalam sana. Berada dalam satu ruangan yang hanya berisi mereka berdua, sungguh membuat jantung Els tidak aman.
“Terserah," jawab Heksa akhirnya. Tidak mengiyakan, tidak pula menolak. Ia melepas jasnya, lalu berkata singkat, “Ganti baju. Aku mandi dulu.”
“Mm.” gumam Els pelan. Apa yang sedang ia lakukan? Lagian betapa bodohnya dia, menyanggupi hubungan gila itu. Beberapa hari lalu dia masih sangat membenci perempuan yang menggoda ayahnya, lalu sekarang bukankah Els juga statusnya sama seperti wanita itu?
“Ahhh!” pekik Els frustasi, ia berlari melompat ke atas Kasur lalu menggulung dirinya dalam selimut. Gara-gara kelakuan ayah dan pacarnya yang tak bermoral, ia harus kena imbasnya.
Hampir sepuluh menit berlalu. Begitu pintu kamar mandi terbuka, Els memberanikan diri untuk mengintip dari balik selimut. Jemarinya meraba paperbag di samping ranjang, merasakan degup jantungnya sendiri yang iramanya terlalu cepat. Di dalamnya, sepasang lingerie hitam yang kemarin ia beli bersama Gwen, belum pernah ia buka sejak itu
Ia menggigit bibir, ragu. Tapi pelan-pelan, jemarinya yang bergetar menarik keluar kain satin hitam itu. Tipis, lembut, dengan renda transparan yang menghiasi tepinya. Napasnya tertahan—hanya dengan menyentuhnya saja sekujur tubunya langsung merinding.
Beberapa detik berlalu. Heksa mendekat, dengan bathrobe putih, rambutnya masih basah meneteskan sisa-sisa air ke bahunya. Aroma sabun segar seketika memenuhi ruangan.
Bola matanya memutar malas melihat gadis yang ia nikahi beberapa saat lalu kini bersembunyi dalam selimut. Sepertinya Heksa salah pilih orang.
“Mau sampai kapan kamu seperti itu?” tegur Heksa dingin.
“S-sebentar. Aku ganti dulu, tadi sengaja nunggu kamu selesai mandi,” sahut Els sebelum melesat menuju kamar mandi. Heksa geleng-geleng kepala saja melihat tingkah Els, kakinya melangkah menuju lemari pendingin untuk meraih segelas air putih.
Sementara Els tengah berdiri mematung di depan cermin kamar mandi, mencoba menenangkan diri. Bayangan tubuhnya yang terpantul membuatnya hampir tak mengenali dirinya sendiri. Gadis polos yang biasanya berantakan kini berubah menjadi sosok lain, sosok yang bahkan membuatnya salah tingkah melihat dirinya sendiri. Tidak ada lagi kaos oversize dan hotpants buluk yang membungkus tubuhnya, yang ada hanya set kain mewah yang bisa Els bilang itu bukanlah baju. Jelas-jelas tidak menutup bagian tubuhnya, hanya selembar kain transparan.
“Elshevaaa. Kamu butuh bantuan untuk ganti baju?” seru Heksa bermaksud menggoda. Els buru-buru membuka pintu sebelum diterobos masuk olehnya.
Mata mereka bertemu—dan waktu seakan berhenti.
Melihat tatapan itens dari sang suami, Els memberanikan diri membuka percakapan, meski suaranya bergetar. “Kenapa? Belum pernah lihat cewek cantik pakai lingerie, ya?” tukas Els dengan senyum yang dipaksakan, lebih untuk menutupi rasa gugupnya sendiri. Jujur, Els pun sangat tertawan dengan penampilan Heksa yang benar-benar menggoda imannya dari berbagai sisi.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments