Bab 2 - Rahasia

Istana Kekaisaran Siu selalu tampak megah dengan dinding merah bata, atap berlapis emas, dan halaman luas yang dijaga ketat oleh para pengawal. Namun di balik kemegahan itu, tersembunyi permainan politik yang kejam. Di tengah semua itu, pangeran yang setiap hari dicibir, ditertawakan, bahkan dianggap sebagai aib keluarga kekaisaran Pangeran Siu Wang Ji.

Hari itu, matahari baru naik ketika istana mulai ramai. Para dayang sibuk membawa air, kasim berlari-lari kecil mengantar perintah, dan para menteri bergegas menuju aula utama untuk persidangan pagi. Di sudut istana timur, terdengar suara riang yang mengganggu keheningan.

“Lihat, lihat! Burung itu lucu sekali, kepalanya seperti punya topi!” seru Wang Ji sambil menunjuk seekor burung jalak yang hinggap di dahan.

Ia mengenakan jubah sutra kuning pucat, namun bagian bawahnya kotor karena ia sengaja duduk di rumput. Para kasim yang bertugas mendampinginya saling pandang, antara bingung dan jengkel.

“Pangeran, mohon berdiri. Tanahnya lembab, nanti pakaian baginda kotor,” ucap salah satu kasim dengan suara hati-hati.

Namun Wang Ji hanya tertawa lebar, matanya berkilat seperti anak kecil. “Apa salahnya kotor? Aku suka duduk di sini. Hei, kalau aku tarik ekor burung itu, kira-kira bunyinya jadi berbeda tidak?”

Beberapa dayang menahan napas, takut pangeran benar-benar melakukan itu. Mereka semua tahu, Putra Mahkota Siu Rong, adik tirinya, sering menjadikan kebodohan Wang Ji sebagai bahan olok-olok di depan pejabat istana.

Tapi kenyataannya, di balik senyum polos dan tawa riang itu, pikiran Wang Ji tajam seperti pedang. Ia tahu siapa saja yang diam-diam memperhatikannya, siapa yang menyebarkan kabar, dan siapa yang sedang mengatur siasat. Semua kepura-puraannya adalah topeng untuk menutupi kebenaran: bahwa ia sebenarnya tidak pernah kehilangan akal sehat.

-----

Di malam hari, saat semua orang mengira ia sudah tidur, Wang Ji biasanya duduk di ruang rahasianya. Hanya dua orang yang boleh menemuinya, Pengawal Jian dan Pengawal Luo, keduanya bersumpah setia bahkan rela mati untuk melindungi sang pangeran.

“Pangeran, hari ini Selir Ma memanggil tabib kerajaan. Alasannya ingin memeriksa kesehatan Pangeran Siu Rong. Namun kami curiga, tabib itu juga membawa ramuan beracun,” bisik Pengawal Jian dengan wajah serius.

Wang Ji, yang siangnya tampak kekanak-kanakan, kini berubah total. Wajahnya tenang, tatapannya tajam, dan suaranya rendah penuh wibawa.

“Seperti biasa. Mereka tidak pernah puas hanya dengan satu cara membunuhku,” ujarnya sambil tersenyum tipis. “Tapi jangan buru-buru bertindak. Biarkan mereka merasa menang. Semakin lama mereka yakin aku bodoh, semakin banyak kesalahan yang mereka buat.”

Pengawal Luo menunduk hormat. “pangeran, kapan rencana kita akan dijalankan?”

“Belum saatnya,” jawab Wang Ji. “Untuk sekarang, aku hanya ingin semua bukti terkumpul. Bukan hanya tentang racun yang mereka berikan padaku, tapi juga hubungan rahasia keluarga Ma dengan negeri utara. Jika itu terbongkar di depan ayahanda kaisar, tidak ada alasan bagi mereka untuk lolos dari hukuman.”

Setelah memberi perintah, Wang Ji kembali melamarnya dan berbaring. Ketika seorang kasim masuk membawa lampu, ia langsung kembali berakting menggelosor ke lantai, tertawa sambil memainkan bayangan tangannya di dinding.

“Lihat, lihat! Tanganku jadi naga! Roaarrrr~!” ujar Wang Ji

Kasim itu menghela napas, lalu melapor pada permaisuri bahwa pangeran masih bertingkah laku kekanak-kanakan.

-----

Keesokan harinya, Kaisar Siu Ming mengadakan jamuan pagi bersama para pangeran. Wang Ji duduk di sisi kanan, sementara Siu Rong dengan percaya diri duduk di sisi kiri, didampingi Selir Ma yang selalu menatap Wang Ji dengan senyum sinis.

“Pangeran Wang Ji,” suara kaisar berat, “kemarin aku mendengar kau membuat keributan di taman timur. Apa benar kau berteriak-teriak ingin menangkap burung?”

Wang Ji tersenyum lebar, mengangguk tanpa malu. “Benar sekali, ayahanda! Burung itu lucu sekali, aku ingin menjadikannya teman. Kalau burung bisa bicara, pasti aku tidak akan kesepian lagi, kan?”

Beberapa menteri menundukkan kepala, berusaha menyembunyikan tawa. Siu Rong justru menyahut dengan nada mengejek, “Ayahanda, bagaimana mungkin seorang pangeran berperilaku seperti anak kecil? Ia sudah dewasa, tapi pikirannya tetap kekanakan. Bagaimana rakyat bisa menghormati pangeran yang seperti itu?”

Selir Ma menambahkan, “Yang Mulia, hamba mohon ampun jika bicara lancang. Tapi demi masa depan kekaisaran, mungkin sudah saatnya dipertimbangkan siapa yang lebih pantas untuk mendampingi Baginda dan menjadi penerus tahta.”

Ruangan hening. Semua orang tahu apa maksud. Selir Ma ingin putranya, Siu Rong, diangkat sebagai pewaris sah.

Wang Ji menundukkan kepala, pura-pura tidak mengerti. Ia mengambil buah anggur dari piring emas, lalu dengan polos berkata, “Kalau aku jadi kaisar, aku akan biarkan semua orang makan anggur sepuasnya, hahaha!”

Semua tertawa, sebagian mengejek, sebagian merasa iba. Kaisar Siu Ming hanya menghela napas panjang. Ia mencintai Wang Ji karena ia anak dari permaisuri sah, namun keadaan Wang Ji yang dianggap “bodoh” membuatnya goyah.

Tapi hanya Wang Ji yang tahu, setiap kata yang ia ucapkan hanyalah bagian dari sandiwara panjang.

---

Di balik semua tekanan itu, Wang Ji tetap menjalani hidupnya dengan caranya sendiri. Ia sering membuat kekacauan kecil menyembunyikan topi kasim, menumpahkan teh ke baju dayang, atau tiba-tiba berlari ke tengah lapangan sambil tertawa keras. Semua orang menganggapnya sekadar pangeran gila yang tidak berbahaya.

Namun diam-diam, setiap langkah itu ia gunakan untuk mengamati. Ia tahu selir mana yang berbisik dengan keluarga Ma, ia tahu pejabat mana yang menerima suap, bahkan ia tahu jalur rahasia yang digunakan Siu Rong untuk bertemu mata-mata dari negeri utara.

Malam-malamnya ia habiskan menuliskan catatan rahasia, menyusun daftar nama, dan merencanakan hari ketika semua musuhnya akan tersungkur.

Dan meskipun hidupnya penuh kepura-puraan, Wang Ji masih menyimpan sebersit harapan: suatu hari nanti ia akan bertemu seseorang yang melihat dirinya bukan sebagai pangeran bodoh, melainkan sebagai pria yang sesungguhnya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃

🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃

Dialog na kurang panjang othor

2025-09-24

0

ᵉᶠ ↷✦; 𝓔 𝓵 𝓵 𝓮 ❞

ᵉᶠ ↷✦; 𝓔 𝓵 𝓵 𝓮 ❞

lemah bukan berarti kalah ya pangeran

2025-09-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!