Syarat Disetujui

“Kamu tidak setuju? Kalau begitu jangan menyetujui jika hatimu saja menolaknya dengan keras” Khansa menatap Zidan dengan senyum kecil di bibirnya.

“Satu bulan, itu bukanlah waktu yang singkat. Dan kamu tidak bisa menyelesaikannya? Sebenarnya aku bisa saja membiarkanmu berhubungan dengan kekasihmu itu. Tapi—"

Khansa menatap lekat mata Zidan, “aku menghargai sebuah hubungan. Apalagi ini hubungan yang sakral. Memang benar, seperti yang ku katakan sebelumnya. Meskipun diantara kita tidak ada rasa cinta. Tapi, jika kamu mau kita bisa membangun rasa cinta itu.”

Zidan menatap wajah Khansa yang tidak ada keraguan sama sekali. Menurutnya, Khansa bukanlah gadis yang mudah ditindas, apalagi ditipu.

Sekarang, Zidan benar-benar bingung. Awalnya, ia berniat menikahi Khansa dan masih akan terus menjalin hubungan dengan pacarnya. Tapi, jika sudah seperti ini tidak ada yang bisa ia lakukan

Dia tidak bisa membohongi hatinya, tapi permintaan neneknya juga tidak bisa ia tolak. Dilema yang sangat sulit untuk Zidan putuskan, antara hati atau keluarganya.

“Sudahlah, aku akan memudahkan kamu untuk mengambil keputusan. Selain kamu, aku sendiri juga tidak menginginkan pernikahan ini. Perjalananku masih panjang, dan aku ingin menyelesaikan semuanya sebelum aku menempuh jalan yang baru.”

Khansa menepuk pelan bahu Zidan, lalu beranjak untuk mengatakan keputusan mereka berdua.

Zidan terkejut, lalu tanpa sengaja menarik tangan Khansa yang akan pergi.

Akh!!

Sontak Khansa terkejut dan terjatuh dipangkuan Zidan. Keduanya menatap satu sama lain. Bahkan, Zidan tidak bisa mengalihkan tatapannya dari Khansa.

Cantik.

Zidan terpana melihat wajah Khansa dengan jarak sedekat ini. Kecantikan alami yang dimiliki Khansa membuat Zidan hanya diam menatapnya.

“Maaf,” ucap Khansa yang tersadar dari lamunannya.

“Ah! Iya, maaf karena gue nggak sengaja narik lo tadi.”

Khansa mengangguk, “mmm. Tidak masalah, kalau gitu aku akan ke depan. Aku akan beritahu keputusan kita. Bahwa kita berdua tidak menyetujui pernikahan ini.”

“Tidak! Jangan lakukan itu, aku setuju untuk menikah denganmu.” Khansa menatap Zidan dengan tatapan tanda tanya.

“Maksudnya?”

“Iya, aku setuju dengan syarat mu. Dalam satu bulan ini, aku akan selesaikan hubunganku dengan Naya.”

“Oh… namanya Naya?” Zidan mengangguk.

“Nama yang cantik, seperti orangnya bukan? Tapi aku akan menyakitinya dengan adanya pernikahan ini,” ucap Khansa dengan senyum miris.

Kenapa di saat seperti ini, dia masih memikirkan orang lain? Aku sudah sangat lama meninggalkan desa ini. Aku tidak begitu mengenal sifatnya. Khansa Mazaya, seperti apa kehidupanmu setelah aku pergi dari sini?, batin Zidan bertanya-tanya.

Ada banyak pertanyaan dalam hati kecil Zidan. Ingin sekali Zidan bertanya pada Khansa mengenai kehidupannya setelah pergi yang memilih tinggal di kota.

“Tentunya aku akan merasa sangat bersalah jika jika kekasihmu, Naya. Terus berlarut dalam kesedihan. Sejujurnya, kita tidak perlu melakukan pernikahan ini, hanya karena permintaan orang tua. Apalagi karena keterpaksaan.”

“Jangan terlalu dipikirkan, kita berdua juga tidak menginginkan ini. Apapun hasilnya yang terjadi, semua itu karena keputusanku,” ucap Zidan.

“Karena itu memang kenyataannya,” balas Khansa. “Tapi tidak dipungkiri juga, jika aku ikut andil dalam hal ini. Semua sudah diputuskan. Jadi, apa kamu bisa keluar? Aku butuh waktu sendiri. Maaf, bukan maksudnya aku mengusirmu.”

Khansa merasa tidak enak hati sudah mengatakan itu. Namun, disisi lain ia membutuhkan waktu untuk sendiri.

Sebuah keputusan yang membuat hatinya dilema. Ia merasa bersalah karena menyetujui pernikahan ini. Apalagi memberikan syarat yang sudah pasti akan menyakiti orang yang paling dicintai oleh calon suaminya.

“Baiklah, gue ngerti kok. Gue keluar sekarang, maaf karena sudah ngabuat lo ada dalam posisi ini.” Khansa mengangguk, tersenyum tipis.

Namun, senyuman itu tersirat luka yang menyakitkan. Entahlah, Zidan menyadarinya atau tidak. Yang pasti, Khansa sangat terluka karena pernikahan ini.

Khansa menatap punggung Zidan yang mulai menghilang dibalik pintu kamarnya.

Detik itu juga, air mata Khansa keluar dari pelupuk matanya. Secepat mungkin Khansa langsung menghapusnya. Ia tidak ingin jika ada orang yang melihatnya.

“Kenapa harus ada situasi ini? Setelah sekian lama, kita berdua dipertemukan lagi dengan situasi yang tidak baik. Apakah bisa membangun sebuah hubungan dengan menyakiti pihak lain?”

“Zi, kenapa kamu setuju dengan pernikahan ini? Ada atau tidaknya pernikahan ini, akan membuat salah satu pihak merasa tersakiti. Dan kamu memilih untuk menyakiti orang yang kamu cintai. Aku harap, kamu benar-benar menyelesaikan hubunganmu dengannya sebelum hubungan kita berdua lebih jauh lagi.”

Khansa merebahkan dirinya, menatap langit-langit kamarnya. Tidak pernah terpikirkan, jika ia akan menikah di usia muda. Harapannya, keputusan ini akan berakhir dengan bahagia.

...***...

Semua orang menatap Zidan yang masih berdiri di dekat pintu. Hanya ada tatapan lurus yang menatap ibunya, Ais. Masih dengan sabar, mereka semua menunggu apa yang akan Zidan sampaikan.

“Nak Zidan,” panggil Farah. Zidan mendongak, menatap semua orang yang menatap ke arahnya.

“Bagaimana? Apa keputusan kalian?” tanya Farah yang mewakili mereka semua.

Zidan menghela nafasnya, memejamkan matanya sejenak. Lalu, senyum tipis terpatri di bibirnya.

“Zidan sama Khansa udah mutusin—” Farah dan yang lainnya menunggu kelanjutan perkataan Zidan.

“Kita berdua setuju untuk pernikahan ini,” lanjutnya yang membuat semua orang bersorak bahagia.

Sorakan bahagia itu, bisa Khansa dengar dari kamar. Ia tersenyum kecil, senyum miris karena semua orang bahagia dengan pernikahan yang sama sekali tidak ia pernah inginkan.

Tidak bisa Khansa pungkiri, jika masa kecil ia menyukai Zidan. Tapi itu hanya sekedar rasa suka saat anak kecil. Anggap aja itu cinta monyet yang Khansa rasakan.

Namun, rasa itu hilang seiring dengan berjalannya waktu. Apalagi saat ia tahu jika Zidan sudah memiliki kekasih. Sejak saat itu, rasa sukanya sudah hilang dengan sempurna.

Andai Zidan tidak pergi, mungkin rasa sukanya bisa berubah menjadi rasa cinta yang mendalam.

Zidan hanya diam saat semua orang berbahagia dengan pernikahan mereka. Ia melirik ke arah jendela kamar Khansa. Entah kenapa Zidan merasa ada hal yang menarik dalam diri Khansa.

Saat Khansa terjatuh di pangkuannya. Ingatan Zidan terus tertuju pada wajah Khansa. Namun, sebisa mungkin Zidan mengalihkannya.

Ini tidak benar! Gue nggak mungkin tertarik sama Khansa. Gue dan Naya sudah bertahun-tahun pacaran. Sangat tidak mungkin gue tertarik sama dia!

Zidan terus berusaha menyangkal apa yang dirasakannya saat ini. Sangat tidak mungkin rasa cintanya mudah teralihkan begitu saja.

“Sebentar!” Ais menjauh dari keramaian, mengangkat ponselnya.

Prakk!!

Ponselnya terjatuh dari genggamannya, Ais mematung dan hampir terjatuh jika saja Zidan tidak menahan ibunya.

“Ma! Ada apa?” tanyanya dengan raut wajah yang khawatir.

“Sepertinya kita harus ke rumah sakit sekarang,” lirihnya.

“Baiklah, kita ke rumah sakit sekarang. Aku akan memanggil Khansa.” Farah sedikit berlari menuju kamar putrinya.

Flasback off

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!