...Tenang...masalah pasti segera berlalu. Berlalu lalang maksudnya....
...(Cantya Lova, S.T. RONG)...
...***...
Selama menunggu Yuni yang sedang pergi ke toilet, justru dua mangkuk mie ayam datang lebih dulu. Untung saja pil kesabaran Tya khasiatnya masih berlaku hingga 20 jam. Ia masih bisa tersenyum dan duduk manis dengan jemari tangan kanan mengetuk-ngetuk meja.
"Kau ketiduran atau pingsan di toilet?" sambutan sarkas dilayangkan Tya saat Yuni menjatuhkan bokong di kursi plastik sebelah kanannya.
Yuni menyeringai. "Sorry, Tya. Aku terima telepon dulu di luar. Ke toiletnya malah nggak jadi. Hasrat pengen pipis tiba-tiba hilang."
Kedua alis Tya bertaut. Apakah ke toilet cuma alibi? Terima telepon mesti menghindar jauh dulu memangnya telepon dari siapa. Dari selingkuhan? Tya menyudahi analisisnya demi kesehatan otak minimalisnya. Mie ayam dengan toping ceker yang ada di depan mata lebih menggoda untuk segera dilahap.
"Jadi gimana mekanisme jalur khusus itu, Yun?" sambil mengunyah suapan pertama, Tya memperhatikan wajah Yuni yang mengaduk mie ayam setelah baru saja ditambahkan saus dan sambal.
"Menghadap supervisor, Tya."
"Pak Anton?"
"He em. Janjian ketemunya di luar pabrik. Nanti kau akan ditanya secara pribadi. Jika setuju, kau tinggal menjalankan tugasnya. Dan cuma nunggu semingguan, kau bakal disuruh tandatangan kontrak baru."
"Ini berdasar pengalamanmu atau kata orang?"
"Real pengalamanku lah. Sebagai teman, aku pengen juga bantu kau yang lagi butuh duit..."
"...semua orang butuh duit kali."
"Bener itu. maksudku kau kan punya cicilan ke rentenir biar rumahmu nggak disita."
Ceker ayam tulang lunak itu nikmat saat dikunyah. Tapi berubah berdesir perih saat ditelan. Itu dia alasan Tya harus tetap kerja demi bisa membantu sang kakak membayar bunga yang terus berjalan selama belum mampu membayar pinjaman pokok.
"Jadi pertanyaan dari Pak Anton apa? Bakal sama atau random?"
"Pertanyaannya sama. Apa kamu bersedia jadi teman tidur manajer? Sehari doang."
Uhuk...uhuk. Uhuk....uhuk.
Tya menerima gelas yang diulurkan Yuni. Bahkan semua orang sempat menoleh padanya yang masih terbatuk-batuk dengan wajah memerah. Gara-gara pedasnya sambal masuk rongga hidung. Tapi biang gara-garanya karena mendengar informasi yang sedari pagi penasaran ingin diketahuinya. Dan dengan entengnya barusan bilang, "Sehari doang."
"Yun, aku pernah dengar ucapan 'jangan mau punya istri pegawai pabrik', kupikir cuma candaan karna pegawai pabrik gajinya bercanda tapi kerjanya serius. Tapi ternyata dalam banget maknanya."
"Amit-amit jabang bayi. Aku pulang duluan, Yun." Hampir terjungkal kursi yang dipakai Tya karena berdiri dengan tergesa. Uang 15 ribu disimpan di meja lalu lari terbirit-birit meninggalkan mie ayam yang masih tersisa setengah. Mengabaikan Yuni yang memanggil namanya tiga kali
***
Tya berjalan kaki tanpa arah pasti. Yang pasti ia ingin menenangkan diri dari gerahnya hati dan body. Karena ini wilayah kelurahan domisilinya, ia tahu tempat mengadem yang enak barang sejenak di sore hari—bantaran kali yang airnya sudah tercemar polusi.
"Yuni...oh Yuni. Kau jual diri demi gaji sebulan yang setara gaji anggota DPR sehari. Oh My darling I love you. Tapi aku gak punya darling."
"Eh, tapi Rizky gimana. Mau claim pacar tapi belum jadian. Au ah."
"Hadeuh... Murah banget harga diri orang saat ini. Demi kontrak dua tahun ke depan, virgin hilang. Untung gini-gini juga masih punya iman."
"Ya Allah! Lihatlah hamba-Mu ini yang tak memilih jalan pintas. Berikan rejeki yang halal dari sisi-Mu, ya Rab!"
"Dengar laraku....suara hati ini, eh malah nyanyi."
Tya melemparkan kerikil ke tengah kali yang airnya kecoklatan dan bergemuruh deras. Ia sangat suka mengekspresikan suasana hati dengan bicara sendiri. Segala sumpek dan berat di dada biasanya langsung ringan. Tentunya pastikan dulu tidak ada orang yang melihat.
Saat akan mengambil batu yang lebih besar yang ada di sisi kiri badannya, Tya terkejut saat pandangan tak sengaja mendongak ke atas. Tatapan terkunci pada sesosok manusia yang ada di bukit—duduk dengan tatapan kosong dan wajah sedih di bawah pohon sengon. Ia tahu deretan puluhan pohon sengon di bukit itu milik Haji Toriq yang bininya tiga—bos rongsok.
"Eh, bu ibu...jangan terjun!" Teriak Tya begitu melihat perempuan dewasa itu berdiri dan berjalan ke ujung bukit. Di bawahnya adalan palung sungai yang dalam. "Ibu tahu nggak di hadapan Ibu itu palung tempat bersarangnya buaya buntung. Ibu kalau terjun akan langsung dicabik-cabik."
Dengan napas terengah-engah, Tya memperhatikan reaksi wanita itu. Tampak mulai mundur selangkah dengan wajah takut.
"Ibu jangan bundir, Bu. Kita bisa bicara. Maksudku, aku bisa jadi teman curhat Ibu. Oke tenang...tenang." Tangannya Tya masih mengarah ke atas. Memastikan dulu wanita dengan penampilan sosialita tetap berdiri di tempat.
Dengan badan menegang dan jantung yang berdetak kencang, Tya berjalan perlahan setengah merangkak menaiki bukit yang tingginya sekitar 2,5 meter. Ia bergerak di bawah tatapan mata wanita yang tampak depresi itu. Begitu sampai di atas, Tya membujuk dengan mengajak duduk.
"Bu...aduh bentar aku capek dan haus nih." Tya menarik napas yang masih ngos-ngosan. "Ibu punya air minum nggak?"
"Nggak."
Tya tersenyum samar. Setidaknya wanita bergaya rambut blonde itu bisa diajak bicara. "Oh tak apa. Nanti aku beli es cekek di pengkolan."
"Es cekek? Seperti apa itu?"
"Es teh biasa, Bu. Dimasukkan dalam plastik dikasih sedotan. Kan saat minum pegangnya dicekek jadi dinamain es cekek."
"He. Ada-ada aja ngasih nama."
Lumayan. Meski ketawanya cuma sedetik. Ini si ibu kenapa ya kira-kira? Harus nanya gimana ya?
"Siapa namamu, Nak."
"Cantya, Bu. biasa dipanggil Tya. Pakai Y bukan i."
"Hm, nama yang unik."
Tya tersenyum dan berterima kasih diiringi anggukan sopan. Seketika kekhawatirannya hilang karena wanita cantik yang belum terlihat tua itu bisa diajak bicara.
"Kalau Ibu namanya siapa?"
"Panggil saja Ibu Suri."
"Wah, nama yang etnik. mungkin nama panjang Ibu, Permaisuri. Kalau pun bukan, pasti ibu diperlakukan suaminya layaknya permaisuri.
wanita dengan gaya rambut blonde itu tertawa sumbang. Lalu saling diam. Semilir angin sore menerpa wajah yang berkeringat. Tya mendadak mengingat ucapan Yuni saat makan mie ayam tadi. Seketika bahunya merinding.
"Tya, maukah kau jadi mantu ibu?"
"HAH?!" Tya terkejut hingga punggung tegak. Ia mengernyit lalu meringis. Hari ini bukannya dpat jumat berkah. Tapi malah bertemu dua orang dengan dua penawaran di luar kewarasan.
Ibu Suri mendekat dengan tatapan yang sulit diterjemahkan dengan kata-kata. Membuat Tya mundur perlahan dengan tatapan waspada. Ia mulai takut dengan kejiwaan wanita dengan make up seperti mau ke kondangan itu.
"Tya, mau ya jadi mantu Ibu. Saya serius. Begini..."
"... nyesel deh udah nolongin ibu. Ibu kalo mau bundir, monggo dilanjut. Permisi...." Tya lari terbirit-birit. Tas yang ada di punggungnya sampai memantul-mantul karena gerakan larinya yang zigzag.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Neng Ima Adhikari
taukan kenapa kalau baca karya Teh Nia itu enakan kalau babnya udah banyak?
karena kalau kek begini nih, malah penasarannya makin gede juga...kalau ditumpuk juga malah ngerusak reputasi authornya gk sih?
minimal kalau awal itu up nya 5bab gitu, Teh... 🤣🤣🤣🤣
.
eh, berarti yg namanya sogok menyogok di pabrik itu udah lumrah banget ya..
soalnya di Tangerang kebanyakan begitu 🤦♀️.. kalau gk pake duit, ya pake begituan.. Astaghfirullah..
.
bukan lagi dapet jum'at berkah, Tya.. Tapi rezeki nomplok, langsung dilamar sama ibu Suri.. 🤣BTW itu bukan Thoriq yang udah haji sejak dua bulan kan, Teh??
2025-09-21
30
BirVie💖🇵🇸
yaaa Alloh kocak bener Tya nihhhhh.....terlepas dari jalur khusus seperti kata2 Yuni ehhhh pas menepi d sungai malah d lamar jadi menantu sama ibu Suri hayooo lohhhh Tya
kau itu...malah kabur terbirit-birit
Tya kau ngegemesin banget bikin ak ketawa plus nyanyi India lohhhh
makasih kak Nia up nya 🙏🏻❤️❤️
2025-09-22
4
Ainal Fitri
ketemu dua orang yg tidak waras Tya pun jd ikutan tidak waras menenangkan diri malah d sungai keruh yg ad palung buaya nya mn sambil ngomong sendiri pula yg ad tiga orang gak waras 🤣🤣🤣
2025-09-21
3