Galuh Nilam Sari

"Papi, mendadak kepala mami pusing. Mami tidak jadi ikut ke acara pesta ulang tahun tuan Joris Smit." ujar wanita kelahiran Belanda bernama Wilda De Groot. Ia memijat pelipisnya, menyakinkan kalau ia benar - benar sakit.

"Mami sakit ? Apa perlu papi antar periksa ke klinik ?" Edwin De Groot, pria berusia 50 tahun itu terlihat cemas menatap istrinya. Pria dengan pakaian kolonial, topi putih dan jas putih yang elegan, celana panjang dan kemeja dengan kerah tinggi, menghadirkan kesan yang formal dan berkuasa itu sudah bersiap akan pergi.

"Tidak perlu Papi, Papi berangkat saja sendiri. Mami akan rebahan sebentar, mungkin dengan begitu pusing di kepalaku akan hilang." Wilda mengangkat gaunnya yang panjang dengan motif bunga yang anggun menuju tempat tidurnya.

"Kamu yakin tidak mau diperiksa?" tanya Edwin sebelum pergi, karena ia sudah sangat terlambat.

Wilda mengangguk yakin lalu memejamkan mata.

"Baiklah, Papi berangkat dulu. Papi akan meminta Galuh untuk melayanimu."

Mendengar nama gundik itu disebut Wilda bergegas bangkit dan berkata dengan cepat, "Tidak perlu Papi, aku hanya butuh istirahat."

"Eum, baiklah kalau kamu menolak. Papi pergi dulu." lalu Edwin menutup pintu kamar.

Dirasa keadaan aman dan suaminya tak ada di rumah, Wilda bangkit dari tempat tidurnya. Ia menyelinap keluar kamar memastikan suaminya sudah pergi. "Aman." bisiknya pada diri sendiri.

Wanita berusia paruh baya itu berjalan anggun menuju dapur. Tidak ada orang di rumah, kecuali dia dan Galuh sang Gundik. Semua pelayan sengaja ia suruh pulang sehari ini. Kemudian Wilda membuka pintu belakang.

Cahaya lembut dari lampu minyak menerangi rumah-rumah dan jalan-jalan, sehingga ia masih bisa melihat sosok Jamin di luar rumah.

Jamin sampai terkantuk - kantuk menunggu, ditambah nyamuk - nyamuk yang beterbangan menyuarakan nyanyian malam seakan membuatnya tak kesepian.

"Plak !" satu tepukan berhasil. Nyamuk yang mengigit pipinya pun melayang jatuh. Suatu kebanggaan berhasil membunuh dari ribuan nyamuk.

"Nyonya Wilda !" seru Jamin begitu wanita itu keluar menemuinya.

"Sssttt ...!" Wilda menjeda ucapannya, menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada orang yang lewat. "Lakukan tugasmu sekarang ! Ini upah 5 gulden , cukup ?" Wilda menyerahkan uang dengan dibungkus kain hitam.

Meski remang - remang terlihat jelas wajah sumringah dari Jamin. Ia menimbang bungkusan kecil itu, "Cekap, Nyonya." balasnya kemudian.

Wilda memperhatikan reaksi pria jawa tulen itu setelah menerima upahnya, "Bagus. Aku akan membiarkan pintu ini tertutup tanpa terkunci. Jadi, kamu bebas untuk masuk tanpa ada orang yang curiga."

Orang pribumi itu berdiri dengan tubuh tegak, tapi mata yang murung dan bahu yang sedikit terangkat menunjukkan beban yang dipikulnya.

Ketika Nyonya Belanda itu memberikan perintah, orang pribumi itu menganggukkan kepala dengan patuh, tapi tatapan matanya menunjukkan rasa tidak setuju. Ia berjalan menjauh dengan langkah yang berat, seolah-olah beban tugas yang diberikan terlalu berat untuk dipikul. Namun, karena imbalan yang menggiurkan membuatnya menerima pekerjaan ini.

.

.

Di balik dinding yang tebal dan jendela yang besar, rumah kolonial Belanda yang menjadi simbol kekuasaan dan kemewahan ini bak istana bagi Galuh yang selama 3 bulan tinggal di sana sebagai Gundik. Arsitektur yang khas Belanda dan taman yang terawat dengan baik menambah rumah itu terkesan anggun dan megah.

Beberapa alasan yang membuat wanita dengan bobot 100 kg ini menjadi Gundik Belanda.

Pertama, menjadi gundik orang Belanda dianggap dapat meningkatkan status sosial dan ekonomi kehidupannya. Dan yang kedua, Gundik sering kali mendapatkan perlindungan finansial dan materi dari pasangan Belanda mereka.

Sekarang yang Galuh rasakan setiap hari adalah makan enak dan tidur nyenyak. Tidak hanya itu, perhiasan juga lengkap.

Karena terlalu kenyang, Galuh pun tidur lebih awal.

Satu jam kemudian.

Di balik bayang-bayang malam, Jamin bergerak dengan senyap, dengan pakaian yang tidak mencolok dan tidak menarik perhatian. Ia berusaha untuk tidak meninggalkan jejak, dengan gerakan yang cepat dan senyap, Jamin berhasil masuk melewati pintu belakang dan menyusuri dimana kamar Galuh berada.

Terdapat salah satu pintu kamar yang diberi tanda. Jamin mendorong pintu itu.

Suara pintu yang terbuka kasar membuat Galuh bangun dari tidurnya.

"Siapa kamu !" bentak Galuh kaget.

"Serahkan semua perhiasanmu, atau kalau tidak kamu akan aku bunuh !" Jamin mengancam dengan menunjukkan senjata clurit nya.

Galuh menghampiri kotak perhiasan yang ada di atas meja rias. Menggenggam erat kotak itu. "Tidak akan. Pergi kamu ! Tolong, ada maling!" teriak Galuh histeris. Namun sepertinya nihil, tidak ada orang yang datang sampai detik itu.

Galuh berusaha mempertahankan apa yang menjadi miliknya.

Begitu juga dengan Jamin, ia harus segera menyelesaikan tugasnya membuat Gundik Belanda ini celaka atau bahkan mati.

Jamin berusaha merebut kotak perhiasan dari tangan Galuh. Namun kalah tenaga.

Tidak ada pilihan lain selain menggunakan senjatanya.

Galuh juga demikian, mengambil langkah seribu sehingga terjadilah aksi kejar - kejaran di dalam kamar. Karena bobot tubuh Galuh yang berat ia tersandung hingga kepalanya terbentur ujung tempat tidur.

Galuh merasakan pusing lalu pingsan.

Wilda yang sejak tadi mengintip kejadian di luar dan tak mendengar suara Galuh berteriak, ia pun masuk.

"Nyonya, Galuh pingsan!" ujar Jamin yang hanya amatiran sebagai pencuri pun menjadi takut jika Galuh mati seketika.

Rencana Wilda untuk menakuti Galuh pun berubah menjadi panik. Ditambah suara mobil Edwin pulang.

Jamin segera kabur tak jadi mencuri kotak perhiasan Galuh.

Wilda menjadi panik, jika terjadi sesuatu dengan Gundik kesayangannya pasti tamatlah riwayatnya.

"Bagaimana ini ?" gumam Wilda bingung harus melakukan apa.

Terdengar suara langkah sepatu yang semakin mendekat. Apalagi, pintu kamar Galuh terbuka.

Edwin sengaja masuk untuk melihat apa yang dilakukan Galuh sehingga malam ini belum tidur.

"Wilda!" seru Edwin mendekati istrinya berada di kamar Galuh.

"Papi. Tadi aku mendengar suara teriakan 'MALING' dari dalam kamar Galuh. Dan saat aku kesini, Galuh sudah tidak sadarkan diri, Papi."

Edwin seketika cemas, ia menghambur ke arah Galuh. "Panggil semua orang!" suruhnya yang dimaksud adalah para pembantu.

"Di rumah tidak sedang ada orang."

"Kemana mereka semua ?" heran Edwin.

"Pulang."

Edwin mendesah kesal. "Cepat panggil siapa saja di luar."

Belum sampai Wilda beranjak Galuh mengerjapkan mata. "Aww, sakit!" keluhnya sembari menyentuh keningnya yang benjol.

"Galuh! Kamu tidak apa - apa ?" Terlihat kecemasan dari wajah tua Edwin.

"Hah, Kamu mengenalku?" heran Galuh karena begitu asing dengan suasana di sekitarnya. Apalagi dengan penampilan sepasang paruh baya di depannya.

"Tentu saja. Kamu Galuh Nilam Sari. Istri simpanan ku."

"Hah ! Kamu pria tua adalah suamiku ? Ini tidak mungkin." Galuh memijat pelipisnya yang semakin pusing.

Terpopuler

Comments

Yusni

Yusni

keren ceitanya tpi kok sepi yg baca ...

2025-10-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!