Cibiran Di Warung Ce Kinah

Pagi itu, Atna melangkah keluar rumah mengenakan kardigan longgar dan celana kulot, penampilan santai namun berbeda dari biasanya.

Aura gelap susuk yang menempel padanya terasa lebih halus, namun tetap memancarkan daya tarik sekaligus ketegangan yang sulit dijelaskan.

Ia berjalan menyusuri gang menuju warung Ce Kinah, langkahnya ringan namun penuh kesadaran.

Dari jauh, beberapa warga desa sudah menatapnya; bisik-bisik dan cibiran terdengar, beberapa ibu bahkan menutup mulut sambil melirik tajam.

“Lihat deh, perempuan itu… hidupnya cuma mikirin kesenangan sendiri,” gumam seorang ibu sambil menatap Atna.

“Dasar… bisa-bisanya dia pamer-pamer terus,” sambung yang lain, nada iri bercampur sinis.

“Ya ampun, perempuan itu kok berani-beraninya tampil seenaknya di depan kita. Jangan-jangan… ada hal-hal yang gak bener di balik semua itu,” kata seorang ibu sambil menepuk dada, menegaskan rasa jijik dan khawatirnya.

Atna mendengar semua itu, tapi tetap melangkah dengan kepala tegak. Ia menarik napas dalam, membiarkan aura gelap susuk yang menempel padanya memberikan rasa percaya diri.

Mereka boleh mengoceh, tapi tak ada yang benar-benar bisa menyentuhnya.

Senyum tipis terulas di bibirnya—luar biasa tenang di permukaan, namun di dalam ada campuran puas dan kesal.

Aura gelap itu memberi kekuatan untuk menahan cibiran; ia tahu, mereka tak akan pernah mampu menembus perlindungannya.

Sesampainya di warung Ce Kinah, Atna menyapa dengan nada manja tapi tegas, mempertahankan citra baru yang kini dimilikinya.

Aura susuk membuat interaksi sehari-hari—meski hanya membeli sembako—terasa aneh, setengah biasa, setengah mengintimidasi.

Bisik-bisik dan cibiran itu tetap menyertai langkahnya hingga ia masuk ke warung, meninggalkan jejak ketegangan di setiap tatapan ibu-ibu yang menatapnya dengan iri dan curiga.

Aroma kopi panas dan kue tradisional menyambutnya, tapi beberapa ibu langsung menoleh, suara bisik terdengar jelas.

“Lihat, dia datang lagi…” gumam seorang ibu dari balik gelas teh.

“Ya ampun… selalu saja pamer dengan gayanya itu,” kata yang lain, nada sinis bercampur iri.

Atna tersenyum tipis saat menyapa Ce Kinah. “Pagi, Ce Kinah. Boleh minta beberapa sembako?”

Ce Kinah mengangguk, sedikit terkesima oleh aura berbeda yang terpancar dari Atna.

Setiap gerakan—cara ia melangkah, menatap barang dagangan, bahkan berbicara—memancarkan kekuatan yang sulit dijelaskan.

Aura susuk membuatnya tampak memikat sekaligus menebarkan ketegangan halus; ibu-ibu di warung sedikit mundur, bisik-bisik mereka menjadi gugup, seolah energi gelap itu menahan mereka mendekat.

“Wah… anak itu… jangan-jangan ada sesuatu yang aneh dengan dia,” bisik seorang ibu, suaranya hampir tenggelam di antara bunyi cangkir dan tawa ringan.

Atna memilih untuk tak memedulikan semua itu, fokus memilih sembako dengan langkah tenang. Aura gelap susuk menyelimuti ruangan, menegaskan posisinya—meski secara fisik seorang gadis biasa, energi gaib itu memberinya kekuatan psikologis yang membuat orang lain menahan diri di dekatnya.

Ce Kinah menatap Atna dengan rasa penasaran dan sedikit waswas. Reputasinya sebagai PSK tidak lagi cukup untuk menilai gadis itu; aura berbeda yang terpancar pagi ini membuatnya ragu untuk bersikap keras atau menghakimi.

“Pagi, Atna… mau beli apa hari ini?” tanya Ce Kinah, tetap sopan, tetapi matanya terus mengikuti gerak-gerik Atna, menilai setiap langkah dan tatapan yang seakan memancarkan energi tak kasat mata.

Ada ketegangan halus di udara. Ce Kinah menyadari, meski Atna tampak biasa, ada sesuatu dalam dirinya yang membuat orang lain gugup atau takut. Ia menyiapkan sembako dengan hati-hati, menyerahkannya tanpa komentar berlebihan, tetap menjaga jarak sopan—campuran kewaspadaan dan profesionalisme.

Setelah menyelesaikan belanja, Atna melangkah keluar warung. Langkahnya ringan, wajahnya tetap tersenyum tipis memikat, meski aura gelap susuk masih menyelimuti dirinya.

Begitu ia menghilang dari pandangan, bisik-bisik para ibu di warung terdengar lebih keras.

“Dasar PEREMPUAN MURAHAN… PSK lagi, ya?” gumam seorang ibu dengan nada sinis.

“Iya, bisa-bisanya dia santai saja. Malah pamer-pamer, hidupnya cuma mikirin uang dan kesenangan. AWAS SUAMI KITA KECANTOL AMA DIA,” sambung ibu lain, bibirnya mengerucut mengekspresikan iri dan jijik.

“Ah, kampung ini jadi malu. Masa ada anak kayak gitu tiap hari lalu-lalang?” kata seorang ibu lagi, suaranya tinggi, penuh dengki.

Bisik-bisik itu terus mengalir, menciptakan atmosfer negatif di warung. Rasa iri, curiga, dan ketidakpuasan menyelimuti udara, menegaskan kontras antara Atna yang bebas bergerak dengan aura gelap susuknya, dan warga desa yang terjebak dalam penilaian serta prasangka mereka sendiri.

Meski begitu, Atna tak menyadari semuanya. Ia tetap menikmati kekuatan dan keberuntungan yang diberikan susuknya, sementara cibiran para ibu hanyalah gema yang tak mampu menembus perlindungan aura gelap yang kini menyelimuti dirinya.

Terpopuler

Comments

Mega Arum

Mega Arum

crtanya bagus.. hanya krg dlm percakapanya,, pengulangan aura gelapnya berlebihan juga thor..

2025-08-21

2

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Pemasangan Susuk
3 Cibiran, Maksiat dan Sesajen
4 Kekayaan Dan Kemaksiatan
5 Cibiran Di Warung Ce Kinah
6 Bisikan Pocong Penjaga Susuk
7 Ritual Mandi Kembang dan Aura Susuk
8 Pelindung Gaib di Jalanan Malam
9 Pantangan Dan Malam Jumat Kliwon
10 Pagi Yang Tenang
11 Bisikan Pocong dan Peringatan Gaib
12 Tergoda Kekuatan dan Kutukan
13 Pelakor Kampung vs. Satria Si Penengah
14 Puasa Mutih dan Pantangan Susuk
15 Godaan Bule dan Kutukan Susuk
16 Gancet Karena Melanggar Puasa Mutih
17 Gancet, Pocong, dan Peringatan Maut
18 Ritual Penebusan dan Ikatan Abadi
19 Ujian Susuk Atna
20 Pantangan yang Dilanggar dan Konsekuensinya
21 Ritual Tengah Malam dan Jimat Tanah Kuburan
22 Mimpi yang Terhubung ke Kenyataan
23 Perang Batin Sang Pengguna Susuk
24 Teror Pocong dalam Mimpi Dania
25 Balas Dendam Atna dan Pertarungan Gaib
26 Konsekuensi Susuk dan Penyakit yang Menggerogoti
27 Penyakit, Ketakutan, dan Kematian yang Mengintai
28 Janji dan Pengkhianatan Gaib
29 Perang Gaib di Rumah Atna
30 Sakaratul Maut Sang Pengguna Susuk
31 Pemakaman
32 Malam Setelah Pemakaman
33 Teror Pocong Susuk Di Sebuah Desa
34 Ayu Di Culik Pocong Atna
35 Ayu Di temukan Dan Ritual Penangkal
36 Teror Malam Pocong 2
37 Perang Batin dan Perisai Gaib
38 Pocong Atna yang Licik
39 Ce Kinah Di Teror Pocong
40 Fatimah Dan Satria Melakukan Ritual
41 Pembersihan Desa dari Energi Negatif
42 Kebangkitan Pocong Atna
43 Perjuangan Hidup dan Mati Melawan Pocong
44 Misi Dania dan Pak Ustad
45 Rumah Teh Atna
46 Alasan Rumah Teh Atna bisa di buka
47 Semuanya sudah usai
48 Balas Dendam Sang Dukun
49 Pertarungan Melawan Qorin
50 Titik Balik Teror Pocong Atna
51 Badai Teror di Desa
52 Kecerdasan Dania Melindungi Warga
53 Persiapan Menghadapi Ancaman
54 Serangan Balik Pocong Atna
55 Misi Penyelamatan Anak-Anak
56 Pertempuran Melawan Ribuan Pocong
57 Titik Kritis Teror Pocong
58 Misi Menghancurkan Dalang Teror
59 Masa Transisi Menuju Damai
60 Perdamaian untuk Teh Atna
61 Menebus Kesalahan Masa Lalu
62 Kerja Bakti: Membangun Kembali Desa
63 Membangun Kembali Desa dan Hati
64 Telepon Pagi dan Berita Damai
65 Epilog
Episodes

Updated 65 Episodes

1
Prolog
2
Pemasangan Susuk
3
Cibiran, Maksiat dan Sesajen
4
Kekayaan Dan Kemaksiatan
5
Cibiran Di Warung Ce Kinah
6
Bisikan Pocong Penjaga Susuk
7
Ritual Mandi Kembang dan Aura Susuk
8
Pelindung Gaib di Jalanan Malam
9
Pantangan Dan Malam Jumat Kliwon
10
Pagi Yang Tenang
11
Bisikan Pocong dan Peringatan Gaib
12
Tergoda Kekuatan dan Kutukan
13
Pelakor Kampung vs. Satria Si Penengah
14
Puasa Mutih dan Pantangan Susuk
15
Godaan Bule dan Kutukan Susuk
16
Gancet Karena Melanggar Puasa Mutih
17
Gancet, Pocong, dan Peringatan Maut
18
Ritual Penebusan dan Ikatan Abadi
19
Ujian Susuk Atna
20
Pantangan yang Dilanggar dan Konsekuensinya
21
Ritual Tengah Malam dan Jimat Tanah Kuburan
22
Mimpi yang Terhubung ke Kenyataan
23
Perang Batin Sang Pengguna Susuk
24
Teror Pocong dalam Mimpi Dania
25
Balas Dendam Atna dan Pertarungan Gaib
26
Konsekuensi Susuk dan Penyakit yang Menggerogoti
27
Penyakit, Ketakutan, dan Kematian yang Mengintai
28
Janji dan Pengkhianatan Gaib
29
Perang Gaib di Rumah Atna
30
Sakaratul Maut Sang Pengguna Susuk
31
Pemakaman
32
Malam Setelah Pemakaman
33
Teror Pocong Susuk Di Sebuah Desa
34
Ayu Di Culik Pocong Atna
35
Ayu Di temukan Dan Ritual Penangkal
36
Teror Malam Pocong 2
37
Perang Batin dan Perisai Gaib
38
Pocong Atna yang Licik
39
Ce Kinah Di Teror Pocong
40
Fatimah Dan Satria Melakukan Ritual
41
Pembersihan Desa dari Energi Negatif
42
Kebangkitan Pocong Atna
43
Perjuangan Hidup dan Mati Melawan Pocong
44
Misi Dania dan Pak Ustad
45
Rumah Teh Atna
46
Alasan Rumah Teh Atna bisa di buka
47
Semuanya sudah usai
48
Balas Dendam Sang Dukun
49
Pertarungan Melawan Qorin
50
Titik Balik Teror Pocong Atna
51
Badai Teror di Desa
52
Kecerdasan Dania Melindungi Warga
53
Persiapan Menghadapi Ancaman
54
Serangan Balik Pocong Atna
55
Misi Penyelamatan Anak-Anak
56
Pertempuran Melawan Ribuan Pocong
57
Titik Kritis Teror Pocong
58
Misi Menghancurkan Dalang Teror
59
Masa Transisi Menuju Damai
60
Perdamaian untuk Teh Atna
61
Menebus Kesalahan Masa Lalu
62
Kerja Bakti: Membangun Kembali Desa
63
Membangun Kembali Desa dan Hati
64
Telepon Pagi dan Berita Damai
65
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!