Erik telah pergi.
Laras duduk sendiri di meja makan, menyelesaikan sarapannya dalam diam. Roti terakhir ditelan, susu diteguk hingga tandas. Tidak ada lagi ruang di kepalanya untuk memikirkan bagaimana kelanjutan pernikahan mereka. Hari ini bukan tentang mempertahankan hubungan yang rapuh. Hari ini tentang harga diri, tentang membalas setiap tatapan sinis, terutama dari Dewi, wanita yang pernah ia sebut sahabat.
Dengan tenang, Laras berdiri. Ia mengenakan blouse satin berwarna krem yang lembut, dipadukan dengan rok pensil ketat yang berhenti tepat di atas lutut. Penampilannya hari ini bukan lagi soal kesopanan yang membosankan. Kancing atas blouse itu dibiarkan terbuka sedikit, menampilkan kulit mulus di bawah lehernya. Rambut lurus yang biasa jatuh sederhana kini digelombang halus, lalu diikat dengan gaya elegan namun segar.
Lipstik merah menyala melengkapi penampilannya. Di hadapan cermin, Laras tersenyum. Senyum yang dulu jarang ia berikan pada dirinya sendiri.
Selama ini, ia menyesuaikan diri dengan selera Erik. Tidak berdandan mencolok, tidak memakai wewangian yang tajam, tidak berpakaian berani. Semua agar disukai, agar dicintai Erik. Tapi ternyata, suaminya lebih tergoda oleh wanita glamor seperti selingkuhannya. Seperti Dewi.
Kini, Laras bukan lagi wanita yang akan membujuk atau memohon perhatian. Ia akan merebut kembali martabatnya, dengan kepala tegak.
***
Di kantor, kedatangannya mengejutkan banyak mata. Para karyawan menoleh, saling melirik dengan pandangan terperangah. Laras berjalan melewati mereka dengan dagu terangkat, tubuh langsingnya terlihat sempurna dalam balutan pakaian yang mencolok, dan ia tahu itu.
Bisik-bisik terdengar, namun Laras tak menggubris. Ia hanya melihat ke depan. Melangkah menuju ruangannya dengan kepala tegak. Hingga akhirnya, sebuah suara sinis menyapanya saat Laras menjatuhkan bokongnya ke kursi.
“Wah... wah... Penampilanmu hari ini luar biasa, Laras.”
Dewi muncul, tersenyum lebar. Tapi bukan senyum persahabatan, itu ejekan yang jelas.
Laras menoleh perlahan, menatap perempuan yang pernah ia tolong, yang pernah ia percaya. Yang kini tidur dengan suaminya.
Ia hanya menyunggingkan senyum dan terlihat tenang. Dia akan pura-pura tidak tahu apa yang telah mereka lakukan.
“Penampilanku memang selalu luar biasa,” balasnya santai. “Tidak seperti wanita murahan yang tidak tahu diri.”
Dewi menaikkan bokongnya ke atas meja, menyilangkan kaki, memperlihatkan pahanya dengan sengaja. “Wanita murahan?” ucapnya menyeringai. “Laki-laki yang datang padaku karena pesonaku, termasuk suamimu sendiri.”
Laras menatapnya dengan jijik, tapi tetap tenang.
“Pria baj*ngan dan wanita murahan,” katanya lirih, “Kalian memang pasangan yang cocok.”
“Dan pria itu jadi bajingan karena menikahi istri yang tidak berguna.”
Dewi membungkuk, berbisik pelan, namun tajam. “Semalam... Erik begitu luar biasa di atas ranjang.”
Hati Laras seperti disayat. Tapi wajahnya tetap dingin. Tangannya yang berada di atas pangkuan mengepal kuat, menahan diri agar tidak menampar perempuan itu saat itu juga.
Dia tahu cara itu hanya akan memberikan kepuasan sesaat. Cara itu pun akan membuatnya malu, dan akan membuat Erik semakin membenci dirinya. Bagaimanapun, Erik pasti lebih membela Dewi dari pada dirinya.
Ucapan wanita murahan, seperti racun tapi juga seperti sebuah lagu indah di telinga seorang baji*ngan.
“Kami melakukannya berkali-kali,” lanjut Dewi. “Sampai kami kelelahan. Dia bilang... kau bahkan tidak bisa membuatnya merasa hidup. Bahkan pelacur bisa memuaskannya lebih dari dirimu.”
Kata-kata itu mengguncang Laras dari dalam. Walau dia tidak yakin, perkataan itu dilontarkan oleh Erik tapi membayangkan penghianatan yang mereka lakukan sudah cukup membuat hatinya sakit.
Tapi ia tahu, menunjukkan kelemahan hanya akan memuaskan Dewi. Maka ia tetap diam, meski napasnya berat dan matanya mulai panas menahan air mata.
“Dan malam ini...” Dewi menegakkan duduk, memandangi kukunya yang dicat merah. “Kami akan mengulanginya. Jangan menunggu Erik pulang, Laras. Itu buang-buang waktu.”
Laras diam seribu bahasa bibirnya gemetar karena emosi sehingga satu kata pun sulit dia ucapkan. Dia pun berusaha menahan air mata hingga kedua matanya terasa begitu panas membara seperti hatinya yang dicabik oleh setiap perkataan Dewi.
"Tidak masalah kan, aku menyusui suamimu setiap malam?" Dewi mengucapkan perkataan itu tanpa tahu rasa malu sama sekali . Dia menyentuhkan jarinya ke atas bahu Laras, menggerakkannya dengan perlahan sebagai tanda ejekannya.
Laras menatapnya. Sampai akhirnya ia tersenyum. Senyum yang tajam, bukan karena bahagia, tapi karena kemenangan yang sedang ia rancang.
“Silakan,” bisiknya. “Susui dia sampai kenyang. Aku malah berterima kasih kau mau ambil bagianku.”
Dewi tersentak. Ia mundur sedikit, menatap Laras dengan bingung. Kenapa perempuan itu tidak marah? Kenapa ia tetap tenang?
“Apa... kau tidak keberatan?” tanya Dewi tak percaya.
“Keberatan?” Laras menyibakkan rambutnya, duduk tegak. “Untuk apa aku keberatan? Kau bukan satu-satunya wanita yang Erik tiduri.”
“Oh, tapi bukankah kau mencintainya?”
“Aku mencintainya, Dewi.”
Laras memandangi wajah wanita itu dengan tatapan mengejek. “Tapi aku sadar, mencintai bajingan seperti Erik berarti harus siap bersaing. Dan kau... kau hanya salah satu dari banyak yang dia pakai.”
Dewi mulai kehilangan kata.
“Bedanya, aku istri sahnya. Kau dan wanita yang lain hanyalah wanita yang dia pakai untuk memuaskan nafsunya," Laras menunjukkan kepercayaan diri yang begitu tinggi, "Selama kami masih terikat dengan tali pernikahan maka dia akan tetap menjadi milikku. Jadi berjuanglah bersama yang lain untuk mendapatkan posisi ini."
"Aku pasti mendapatkan posisi itu, Laras!"
Laras mengambil map kerjanya dan bangkit. “Selamat berjuang,” ucapnya sambil berlalu.
“Laras! Aku akan menyingkirkanmu dari hidup Erik!” teriak Dewi.
Laras hanya melambaikan tangan. “Semoga berhasil.”
Ia berjalan cepat ke kamar mandi. Sesak yang dia tahan, dia tumpah di sana. Air matanya akhirnya jatuh. Tapi tak lama. Ia tahu, rasa sakit ini akan segera berakhir.
Semua yang dilakukan Dewi. Kesombongan Dewi, pengkhianatannya, akan segera berakhir. Ia hanya perlu sedikit waktu lagi.
Laras menghapus air mata, memperbaiki riasan, lalu keluar dari kamar mandi seperti tak terjadi apa-apa.
Dia tidak bisa membuang waktu karena rapat sudah akan dimulai.
***
Ruang rapat terasa penuh. Para petinggi sudah duduk di tempatnya masing-masing. Termasuk Erik.
Begitu melihat Laras masuk, Erik terperangah. Penampilan istrinya begitu mencolok, berbeda dari biasanya. Dan bukan hanya Erik, para pria lain pun menatap dengan penuh kekaguman.
Pandangan itu membuat darah Erik mendidih. Dia tahu, Laras sedang bermain-main untuk membuatnya marah.
Laras pun pura-pura tak melihatnya. Dia menyapa pria lain, seolah sengaja melakukannya.
Tatapan Erik tajam, tak berpaling dari istrinya yang berbincang akrab dengan lelaki yang duduk di sisinya.
Bagus, dia tak menyangka istrinya pandai memainkan drama murahan seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
☠ℛᵉˣ🍾⃝ ͩ ʏᷞᴜͧɴᷡᴀͣ
hallo dia kan istri mu,jadi dia harus jadi ratu drama kayak kamu kan wkwk
2025-08-17
0
Budhe Satryo
good Laras hancurkan ego suamimu
2025-08-26
1
Dewi Ariyanti
dasar ulet bulu ngak tau malu kau Dewi
2025-08-19
1