Erik berdiri di sisi ranjang, memandangi istrinya yang masih terlelap. Entah kenapa, rasa cinta tak pernah benar-benar tumbuh di hatinya untuk wanita itu.
Mungkin karena Laras terlalu penurut. Mungkin pula karena sifat manjanya yang sejak awal tak pernah ia sukai. Namun, memikirkan perceraian belum pernah benar-benar ia lakukan.
Ia tahu, ucapan ibunya ada benarnya. Tapi selama ini Laras sudah cukup menjadi istri yang baik, setidaknya secara formal. Lagi pula, ia masih membutuhkan peran wanita itu, dan tentu saja, reputasinya harus tetap terjaga.
Erik berbalik, melepas dasinya sambil melangkah menuju kamar mandi. Ia tidak bisa berlama-lama; ada janji yang harus ia tepati pagi ini.
Suara pintu kamar mandi yang menutup pelan membangunkan Laras. Ia membuka mata perlahan, menoleh ke arah sumber suara. Jam menunjukkan pukul enam pagi.
Sepertinya Erik sudah pulang. Sungguh luar biasa, Laras tak perlu menebak ke mana suaminya menghabiskan malam. Dia sudah tahu di mana suaminya bermalam.
Dewi. Nama itu berputar di kepalanya seperti racun. Dan sebentar lagi, cibiran pedas akan dia dapatkan dari sahabat tidak tahu dirinya itu.
Ia membereskan tempat tidur dengan gerakan datar, membiarkan jas Erik tergeletak begitu saja. Dulu, ia akan sigap melipatnya, menyiapkan pakaian bersih, bahkan membuat sarapan meski tahu hidangan itu tak pernah disentuh.
Dulu… ia akan menyambut Erik dengan senyum hangat, memeluknya, pura-pura tak peduli pada tatapan sinis dan sentuhan yang selalu ia tolak.
Kini, senyumnya hanya tipis, senyum yang penuh pengasihan pada dirinya sendiri. Betapa bodohnya ia, membuang dua tahun hidup hanya untuk pria yang tak pernah menghargai dan mencintainya.
Erik keluar dari kamar mandi, mengeringkan rambutnya. Langkahnya terhenti saat melihat Laras yang sedang membereskan ranjang.
“Apa yang Ibu katakan padamu?” tanyanya dingin.
Laras menoleh. Tak ada senyum. Tak ada tatapan manja seperti dulu. Tak ada langkah kecil yang akan membawanya memeluk pria itu sambil mengadu apa yang telah ibunya lakukan.
Meski Erik akan mendorongnya, dan memarahinya, tapi dia akan tetap bersikap manja. Mengingat apa yang pernah dia lakukan, rasanya sangat memalukan.
Pantas saja Erik muak dengannya, dia sendiri malu mengingat apa yang telah dia lakukan tapi sekarang Laras yang manja sudah tidak ada lagi. Dia benar-benar lelah dengan semuanya.
Erik mengerutkan dahi. Laras hanya menatapnya lama, datar dan dingin. Sikap itu, tidak pernah dia lihat sebelumnya.
“Kenapa diam?” Nada Erik merendah, tapi matanya mengawasi tajam.
Dia mengira Laras hanya sedang tersinggung oleh ucapan ibunya. Ia yakin, besok semua akan kembali seperti semula. Rengekan, sikap manjanya, serta wajah memelas yang selalu membuatnya kesal akan ditunjukkan oleh Laras kembali.
“Aku tidak melakukan apa pun dengan Dewi,” Erik berkata sambil mendekat, hendak mengambil pakaian dari ranjang. Tapi tidak ada.
Laras tersenyum tipis, kali ini dengan sinis. Ia berbalik, melangkah meninggalkan Erik tanpa sepatah kata.
“Laras, aku belum selesai denganmu!” teriak Erik.
Langkah Laras terhenti. Tangannya saling mencengkeram. “Apa lagi, Erik. Jika ada yang kau perlukan, pergilah cari Dewi. Dia pasti akan melayani mu dengan senang hati bahkan memuaskan dirimu di atas ranjang sekalipun.”
“Cukup! Aku sudah bilang, tidak ada apa-apa antara aku dan Dewi!”
“Hanya orang bodoh yang percaya… dan aku tidak mau jadi orang bodoh itu lagi.”
Erik menghela napas panjang. Dia menghampiri Laras lalu menggenggam bahunya, memutarnya agar menghadap ke arahnya.
"Terserah kau saja, aku malas menjelaskan. Mengenai perkataan ibuku, tidak perlu kau dengarkan!"
"Perkataan mana yang tidak perlu aku dengar?" Laras bersedekap dada, "Coba katakan padaku, perkataan mana yang tidak perlu aku dengarkan? Apakah tentang permintaannya agar kita bercerai, ataukah tentang pujiannya akan Diana karena dia menganggap Diana lebih pantas menjadi menantunya?"
“Itu tidak benar! Dan jangan coba-coba pikirkan perceraian. Aku tidak akan melakukannya!”
“Oh…” Laras mengangkat dagu. “Jadi kau masih membutuhkanku? Meski sudah ada Dewi, Mita, Sarah… mau aku lanjutkan daftarnya?”
“Jangan asal bicara kalau tidak punya bukti!” suara Erik meninggi.
“Bukti? Kau mau bukti?” Tatapan Laras semakin menusuk.
Erik berbalik, hendak meninggalkan ruangan. “Tidak perlu melakukan hal yang tidak perlu. Nikmati saja hidupmu sebagai Nyonya Wijaya. Kau bebas melakukan apa saja… selama tidak melibatkan lelaki lain.”
Laras tersenyum, kali ini penuh perhitungan. “Baiklah. Aku tidak akan meributkan semua perselingkuhanmu. Aku akan diam, menikmati peranku sebagai istri yang patuh. Aku akan membantumu menutupi aib, jika sampai ada yang tahu perselingkuhan yang kau lakukan. Tapi kau harus melakukan satu hal untukku.”
Erik berhenti. “Apa?”
“Setiap kali kau tidak pulang, kau harus membawakan hadiah. Kalau tidak sempat, kau harus mengabulkan satu permintaanku. Atau… kau transfer satu miliar ke rekeningku. Jika kau memenuhi permintaanku, maka aku akan diam, berani?”
Erik menatapnya lama, dingin. Permintaan itu tidak masuk akal, tapi tidak mengherankan. Sejak awal, ia tahu Laras menikahinya karena uang.
“Kenapa diam? Jangan bilang kau takut?” Laras memancing. “Kalau kau setuju, aku akan tutup mulut. Bahkan hinaan ibumu pun tak akan kudengar lagi.”
“Baiklah,” Erik akhirnya berkata, melangkah menuju lemari. “Watakmu memang tidak berubah. Sejak kita menikah, hanya uang yang kau inginkan.”
“Bagus kalau kau sadar. Jadi kau tidak akan terkejut lagi. Ingat, yang aku mau hanya uang dan perhiasan atau properti. Aku tidak mau tas, semahal apapun benda itu.” Laras menegaskan sebelum keluar dari kamar.
Ia tak peduli lagi pada pandangan suaminya. Biarlah Erik berpikir dirinya serakah. Terlanjur basah, sekalian saja ia bermain di dalamnya.
Erik menggenggam pintu lemari erat-erat. Ibunya benar, wanita itu hanya menginginkan uang. Rahangnya mengeras. Pernikahan macam apa ini? Hatinya… masih milik Diana. Dan itu tak pernah berubah. Tapi menceraikan Laras, dia tidak bisa.
Tapi sikap Laras yang dingin, dia tidak suka. Walaupun sikapnya yang manja sangat memuakkan tapi rupanya sikap itu jauh lebih baik.
Laras masuk ke kamar lain, membasuh wajahnya. Dia memandangi dirinya dari pantulan cermin cukup lama. Sorot matanya penuh dendam, kebencian membara di dalam hatinya.
Dia benar-benar bodoh. Tapi tidak apa, mulai sekarang dia harus cerdik. Erik atau ibunya, dia tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya apalagi Dewi atau wanita selingkuhan Erik yang lain, selama dia masih menjadi istri sah, jangan harap mereka dapat menang.
Terutama Dewi, dia yang paling spesial karena dia adalah sahabat yang telah dia tolong dan dia angkat derajatnya tapi rupanya begitu tega mengkhianati dirinya.
Laras akan pastikan, Dewi kembali ke titik terendah, sepert dulu, sebelum dia menolongnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Reny Utami
kok tumben thor nama2 tokohnya indonesia bukan blastteran..?? 🤭🤭
2025-08-12
0
Dewi Ariyanti
bagus Laras jangan lemah buktikan ucapan ibu mertuamu dan Erick bahwa kau hanya menginginkan uangnya buktikan semua ucapannya yang kau butuhkan sekarang hanya uang uang dan uang persetan dengan cinta kalau kau hanya selalu direndahkan
2025-08-19
1
☠ℛᵉˣ🍾⃝ ͩ ʏᷞᴜͧɴᷡᴀͣ
jangan sampai kisah mu kayak artis sebelah Laras, meskipun kamu cerai dengan dia kamu harus punya banyak uangg hahaha
2025-08-17
1