Bab 3.Siapa Aku??

Suara detik jam dinding menggema pelan di ruangan putih yang dingin.

Namun di kepala Kayla, setiap tik-tok terdengar seperti palu godam yang menghantam kesadarannya.

Ia duduk bersandar di ranjang, mengenakan seragam pasien warna mint pucat. Selimut tipis membalut tubuh yang terasa… asing. Seperti ia sedang meminjam tubuh orang lain.

Dua hari sudah sejak ia ditemukan di sungai.

Dua hari tanpa jawaban.

Dua hari di mana satu nama terus menempel di telinganya seperti perekat:

Keira.

__

Pintu terbuka. Seorang perawat masuk, langkahnya cepat tapi hati-hati, membawa nampan berisi bubur hangat dan segelas air putih.

“Keira, makan dulu, ya. Badanmu masih lemah.”

Kayla menatap perawat itu lama—lama sekali—hingga perawat itu tampak ingin mundur. Ia lalu menurunkan pandangan ke bubur, menghela napas yang lebih terdengar seperti desahan bosan.

 “Kenapa semua orang manggil gue Keira?”

Perawat terdiam, matanya melirik ke arah pintu seolah mencari izin dari seseorang yang tidak ada di ruangan.

 “Karena… memang itu nama Nona. Itu kata suami Nona juga.”

“Suami?” Alis Kayla terangkat. “Leo?”

 “Iya… beliau bilang kamu sempat kecelakaan. Tapi sekarang sudah aman.”

Kayla mengernyit, lalu mengaduk bubur itu pelan dengan sendok, tapi tidak berniat memakannya.

“Kalau gue istri dia… kenapa gue nggak punya satu pun memori manis tentang dia?”

Tangannya meletakkan sendok lagi. Pandangannya kosong sebentar, lalu kembali tajam.

 “Dia nggak pernah nyentuh gue dengan lembut. Nggak pernah ngobrol kayak pasangan normal. Bahkan matanya… lebih mirip penagih utang daripada suami.”

Matanya beralih ke bubur itu.

 “Dan… gue benci bubur. gue juga benci dia.”

__

Suara berat terdengar dari arah pintu.

“Dan itu membuktikan kalau kau itu Keira.”

Suster tersentak, lalu buru-buru menunduk dan keluar.

Leo masuk. Langkahnya besar-besar, jas hitamnya rapi, tapi sorot matanya… seperti bensin yang siap disiram api.

Kayla mendongak perlahan, memiringkan kepala sedikit seperti sedang menilai seekor hewan buas di kebun binatang.

“Yang mana yang jadi bukti? Gue benci bubur, atau gue benci lo?”

Leo mendekat, wajahnya makin tajam.

 “Keduanya. Kau selalu membuatku marah dari dulu. Tapi kau juga tahu… kau tidak akan pernah bisa kabur dariku.”

Kayla duduk bersila di atas ranjang. Senyumnya tipis, nadanya santai seperti pelawak yang sedang menghangatkan penonton.

 “Oke, gue ini istri lo, katanya. Terus… kerjaan gue apa? Punya temen nggak? Hobi gue apa? Kenapa gue bisa nikah sama… lo? Gila aja rasanya. Apa dulu gue korban hipnotis massal?”

Leo mengepalkan tangan.

 “Keira…”

“Stop panggil gue Keira! Gue nggak kenal nama itu! Dan gue nggak inget pernah mencintai pria kayak lo!”

Leo menarik napas panjang, tapi nada suaranya malah turun—lebih berbahaya daripada teriakan.

“Kita menikah bukan karena cinta.

Kayla mengerutkan dahi, tapi diam.

 “Ayahmu—ayah Keira—punya perusahaan besar. Tapi di ambang kehancuran. Dia punya utang hampir 80 miliar ke perusahaan investasiku. Kalau dia bangkrut, ribuan pegawai kehilangan kerja. Termasuk keluargamu.”

Kayla menyilangkan tangan di dada.

“Terus?”

 “Sebagai jaminan… dia menyerahkan kau.”

Warna di wajah Kayla perlahan memudar.

Leo tersenyum tipis—senyum yang lebih mirip luka.

“Ya. Kau adalah… pelunasan. Perjanjian sah. Aku selamatkan perusahaannya, kau jadi istriku.”

Kayla tertawa sekali, pendek, pahit.

“Gila.”

Leo mencondongkan badan, napasnya terasa panas.

 “Dan sekarang kau pura-pura lupa, padahal semua ini masih belum lunas.”

 “LUNAS?!” Kayla berdiri di ranjang, suaranya memantul di dinding. “Lo pikir manusia bisa jadi alat bayar?! Gue bukan barang! Gue bukan cicilan yang bisa lo tagih tiap bulan—apalagi lo sentuh tanpa izin!”

Leo mencengkeram bahunya, jemarinya menekan seperti penjepit besi.

“Kau pikir kau bisa lari?! Kau masih utang padaku! Dan sebelum utang itu lunas, kau akan tunduk dan melakukan semua perintahku!”

Kayla menepis tangannya, cepat dan keras.

 “Jangan sentuh gue! Sebelum gue meludahi muka lo!”

Ia memutar mata dramatis, lalu menembakkan kata-kata seperti peluru:

 “Dan harusnya lo kasih tahu semua orang. Atau perlu gue yang bikin poster besar bertuliskan: ‘KEIRA, ISTRI LEO, CEO KAYA RAYA YANG DIBELI SEPERTI BARANG UNTUK JAMINAN PELUNASAN HUTANG!’ Biar semua tahu lo pria macam apa.”

Leo menggertakkan gigi.

 “Kau makin kurang ajar.”

Tangan Leo melayang—plak!—pipi Kayla langsung memerah.

Kayla memegang pipinya, matanya membara.

“Gue lebih milih kurang ajar… daripada jadi boneka cantik tanpa suara.”

Pintu terbuka lebar. Suster dan dokter masuk, wajah mereka panik.

“Pak Leo, tolong keluar dulu. Kondisi pasien tidak stabil.”

“Bukan aku yang tidak stabil! Dia yang gila!” Kayla membalas cepat, suaranya tinggi.

Leo hanya mendengus.

 “Kau beruntung… karena kondisimu.”

Ia menatapnya sekali lagi—tatapan yang tajam tapi penuh tanda tanya—lalu keluar sambil menghela napas berat.

Kayla memejamkan mata, menarik napas panjang. Pikirannya berputar cepat, mencoba menyusun potongan-potongan hidup yang terasa seperti milik orang lain.

Dan yang paling menakutkan dari semua itu—

Mungkin… potongan-potongan itu memang milik orang lain.

 $$$$$

Keira—atau Keyla, entahlah—berdiri di tengah barisan kangkung yang basah oleh embun pagi. Matahari belum sepenuhnya naik, tapi udara sudah penuh dengan aroma tanah, dedaunan, dan… sesuatu yang jauh lebih tajam.

Ia menatap sekarung kecil pupuk organik di depannya seolah itu adalah kado kutukan dari semesta. Karungnya terbuka, menebarkan bau yang membuat perutnya berontak.

Refleks, Keira menarik kerah bajunya untuk menutup hidung, lalu bergeser mundur seperti anak kecil yang ketahuan mencuri kue.

“Mas Aldi…” suaranya lirih, nyaris seperti pengaduan murid TK ke gurunya, “ini tuh… tai… asli?”

Aldi yang sedang membungkuk memeriksa kangkung, mendongak sambil menahan tawa.

“Pupuk kandang. Tapi tenang, udah difermentasi. Aman buat tanaman, nggak bahaya.”

Keira tetap bergeming, matanya menyipit penuh curiga pada karung itu.

“Aku kayaknya… alergi. Bukan fisik, tapi mental.”

“Ya ampun…” Aldi menyipitkan mata, senyumnya terbit seperti sedang menonton komedi gratis.

Dengan gerakan super hati-hati, Keira mengambil secuil pupuk itu pakai dua jari—jarak tubuhnya dengan karung seperti orang mengambil bom aktif. Alisnya terangkat tinggi, bibirnya bergetar dramatis.

“Ih…” desisnya panjang dan nyaris seperti erangan sakaratul maut. Ia buru-buru menjentikkan pupuk itu ke tanah sambil menahan napas dalam-dalam.

Baru satu langkah ia mau kabur dari TKP, seekor cacing melintir pelan di tanah, menghalangi jalannya seperti penjaga gerbang neraka.

“HAAAAA!!”

Jeritan Keira memecah udara seperti alarm kebakaran. Ia meloncat kecil—setengah salto yang gagal total—sampai sandal jepitnya copot satu.

“ULAR! Mas, ada ular!” teriaknya histeris sambil langsung menubruk dan memeluk Aldi dari samping.

Aldi refleks ikut panik, matanya mencari arah yang dimaksud. Tapi begitu melihat “ular” itu, ia membeku setengah detik, lalu tawa meledak dari mulutnya.

“Keyla! Itu cuma cacing. Cacing! Kamu drama banget!”

Keira menatap tanah dengan wajah seperti habis melihat penampakan hantu.

“Mereka kayak… geng, Mas! Satu muncul, yang lain pasti ngumpul. Ini cacing mafia. Kalau mereka mulai rapat umum, aku tamat!”

Aldi jongkok, memungut cacing itu dengan santai, lalu melemparkannya ke semak di pinggir kebun.

“Kayla dulu malah main lumpur, nangkep cacing buat mancing, terus ngusir anak-anak kampung pakai ember berisi air. Sekarang lihat cacing aja histeris.”

Keira menarik napas panjang, menatap lututnya yang kotor, lalu entah dari mana mengeluarkan tisu. Gerakannya rapi, tapi matanya masih sesekali melirik tanah.

“Ya mungkin… otakku reset. Sekarang aku versi anti-cacing. Limited edition.”

Aldi berdiri, menatapnya dari atas sambil menyipit.

“Dan satu lagi. Dulu kamu manggil aku ‘Dodot’ karena katanya aku suka becek. Sekarang tiba-tiba ‘Mas Aldi’? Kamu abis daftar pelatihan etika, apa gimana?”

Keira langsung nyengir, lalu buru-buru menunduk dan pura-pura sibuk membetulkan lipatan karung pupuk.

“Adaptasi itu penting, Mas,” gumamnya pelan. “Kalau aku beda dikit… mungkin itu karena aku lagi belajar jadi versi lebih… kalem.”

Aldi menatapnya agak lama.

“Tapi jangan sampai jadi orang lain juga, ya."

Nada ucapannya ringan, tapi ada ujung tajam yang menyusup di balik canda. Sejenak, Keira merasakan hawa pagi yang tadinya segar jadi terasa… berat.

Matanya menatap tanah, tapi pikirannya melayang jauh—seakan kalimat Aldi tadi bukan sekadar teguran, tapi peringatan.

.

.

.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Dewi Ink

Dewi Ink

aku lupa, dulu keira yg asli apa begini suka nantaingin?😂

2025-08-09

1

Septi Utami

Septi Utami

seperti Aldi sudah mulai curiga dengan Keira jika ada sesuatu, seru nih

2025-08-27

0

TokoFebri

TokoFebri

sepertinya Leo mendapatkan lawan yang cukup sepadan. hihihi

2025-08-27

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 . Ditinggal Mati Dalam Hidup
2 Bab 2.Bertukar Takdir
3 Bab 3.Siapa Aku??
4 Bab 4 . Kembali ke Kandang Singa
5 Bab 5 . Luka yang Tak Terucap
6 Bab 6 . Tatapan yang Mengusik.
7 Bab 7.Panggung yang Di Paksa
8 Bab 8.Taktik Nyeleneh yang menakjubkan
9 Bab 9.Senyum yang Tak Pernah Aku Kenal
10 Bab 10. Identitas terbongkar
11 Bab 11.Nama yang tak lagi sama
12 Bab 12.Kebohongan dan Kerja sama.
13 Bab 13.Sang Manipulator
14 Bab 14 . Antara kesepakatan atau penyerahan
15 Bab 15.Kesepakatan
16 Bab 16. Neraka Dua Atap
17 Bab 17.Simpati dan Trauma
18 Bab 18.Jebakan
19 Bab 19. Wajah yang Tersembunyi.
20 Bab 20.Sikap Aneh
21 Bab 21. Seseorang Dari Masa Lalu
22 Bab 22.Cinta Pertama
23 Bab 23.Sahabat Keira
24 Bab 24.Kebencian Leo
25 Bab 25.Penekanan Tantri
26 Bab 26. Revan Dan Vina
27 Bab 27.Identitas Aldi
28 Bab 28.Penyelidikan Keira Palsu
29 Bab 29.Deg -degan
30 Bab 30.Teror Gagal
31 Bab 31.Pembelaan atau Awal Dari Kehancuran
32 Bab 32. Tekad dan kecurigaan
33 Bab 33.Rasa yang Sulit di Artikan
34 Bab 34 . Cemburu
35 Bab 35.Sebuah Perbedaan
36 Bab 36.Penembakan
37 Bab 37 . Pengakuan
38 Bab 41 . Wajah imut kayla
39 Bab 42.Debaran
40 Bab 43.Ketegangan
41 Bab 44.Pertemuan
42 Bab 45.Musibah kesekian
43 Bab 46.Di Balik Sikap Kasar Leo
44 Bab 38.Kelicikan Vina
45 Bab 39.Arvian Alhendra
46 Bab 40.Jadi Manusia Normal
47 Bab 41.Rencana
Episodes

Updated 47 Episodes

1
Bab 1 . Ditinggal Mati Dalam Hidup
2
Bab 2.Bertukar Takdir
3
Bab 3.Siapa Aku??
4
Bab 4 . Kembali ke Kandang Singa
5
Bab 5 . Luka yang Tak Terucap
6
Bab 6 . Tatapan yang Mengusik.
7
Bab 7.Panggung yang Di Paksa
8
Bab 8.Taktik Nyeleneh yang menakjubkan
9
Bab 9.Senyum yang Tak Pernah Aku Kenal
10
Bab 10. Identitas terbongkar
11
Bab 11.Nama yang tak lagi sama
12
Bab 12.Kebohongan dan Kerja sama.
13
Bab 13.Sang Manipulator
14
Bab 14 . Antara kesepakatan atau penyerahan
15
Bab 15.Kesepakatan
16
Bab 16. Neraka Dua Atap
17
Bab 17.Simpati dan Trauma
18
Bab 18.Jebakan
19
Bab 19. Wajah yang Tersembunyi.
20
Bab 20.Sikap Aneh
21
Bab 21. Seseorang Dari Masa Lalu
22
Bab 22.Cinta Pertama
23
Bab 23.Sahabat Keira
24
Bab 24.Kebencian Leo
25
Bab 25.Penekanan Tantri
26
Bab 26. Revan Dan Vina
27
Bab 27.Identitas Aldi
28
Bab 28.Penyelidikan Keira Palsu
29
Bab 29.Deg -degan
30
Bab 30.Teror Gagal
31
Bab 31.Pembelaan atau Awal Dari Kehancuran
32
Bab 32. Tekad dan kecurigaan
33
Bab 33.Rasa yang Sulit di Artikan
34
Bab 34 . Cemburu
35
Bab 35.Sebuah Perbedaan
36
Bab 36.Penembakan
37
Bab 37 . Pengakuan
38
Bab 41 . Wajah imut kayla
39
Bab 42.Debaran
40
Bab 43.Ketegangan
41
Bab 44.Pertemuan
42
Bab 45.Musibah kesekian
43
Bab 46.Di Balik Sikap Kasar Leo
44
Bab 38.Kelicikan Vina
45
Bab 39.Arvian Alhendra
46
Bab 40.Jadi Manusia Normal
47
Bab 41.Rencana

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!