Jelmaan Iblis

Drajat bangun dari duduk, langkahnya berat namun pasti, mendekat ke arah istrinya. Tatapannya dingin menusuk, seperti ingin mengupas habis isi kepala Karsih.

"Kau pikir aku bodoh, Kar?"

Glek!

Tenggorokan Karsih tercekat. Udara seolah ikut membeku.

Sepertinya Drajat sudah tahu apa yang terjadi. Dengan gerakan cepat, tangannya mencengkeram pergelangan tangan Karsih hingga nyeri.

"Kau akan menyesal sudah main-main denganku! Kau pikir aku menikahimu karena cinta? Bukan! Kalau kau bisa mengkhianatiku, aku juga bisa menyiapkan sesuatu buatmu!"

"Kamu mengancamku, Mas?"

"Bukan, kau harus tahu kalau aku bukan pria bodoh!"

"Oh, ya? Memang, tapi pria keji! Kamu memperkosa Kin, memfitnahnya, dan sekarang aku dan anak-anakku terseret ke dalam kutukan itu. Kau bodoh! Lebih bodoh dari yang kau kira! Kau tak pikir panjang sebab-akibatnya sampai kau membahayakan nyawa anak-anakmu sendiri!"

Plak!

Tamparan keras itu membuat kepala Karsih terhuyung. Hening, hanya terdengar napas Drajat yang memburu.

"Kau pikir aku nggak tanggung jawab? Aku tanggung jawab sampai sekarang. Kalau tidak? Mungkin kau sudah tewas di tangan Kin!"

Tanpa menunggu balasan, Drajat berbalik pergi, meninggalkan Karsih yang menangis, mengusap pipinya yang memerah, matanya berkilat penuh benci.

"Pantas saja Kin menolaknya, dia bukan manusia, tapi jelmaan iblis," gumam Karsih lirih, menatap punggung suaminya yang kian menjauh. Entah kemana pria itu akan pergi saat emosinya memuncak.

Ternyata, Drajat pergi menemui dukun sakti itu lagi.

"Ada apa lagi, Juragan?" suara berat dukun itu terdengar dari balik kepulan asap kemenyan.

"Buat Karsih jadi gila! Siapa dia, berani membuatku seperti ini sampai aku harus kehilangan kejantananku!" jawab Drajat, wajahnya memerah, urat-urat di lehernya menegang.

"Yakin?" tanya dukun itu, kedua tangannya bergerak mondar-mandir di atas bara api, sesekali memercikkan letupan kecil. Bau kemenyan semakin pekat, membuat dada sesak.

"Ya, saya yakin, Mbah. Ini maharnya!" Drajat mengulurkan gulungan uang tebal, matanya berkilat puas, Drajat juga sudah membawa media santet, dia menyerahkan beberapa helai rambut Karsih yang sudah dia siapkan sebelumnya.

"Jangan menyesal," ucap dukun itu lirih, seperti bisikan yang menyelinap di telinga.

Drajat hanya mengangguk. Tak lama, dia diminta pulang dan menunggu hasilnya.

Sore itu, belum ada tanda-tanda. Drajat duduk di kursi meja makan, menunggu hidangan tersaji. Matanya mengikuti gerak-gerik Karsih yang sedang menyendok nasi hangat ke piring.

Tapi, di mata Karsih, tiba-tiba nasi itu bergerak.

Awalnya pelan, lalu semakin jelas bulir-bulir putih itu bergeliat seperti belatung, memenuhi sendok, menetes dari sisi piring. Aroma amis busuk yang tak kasat hidung orang lain kini memenuhi rongga hidungnya.

Karsih tertegun, kedua tangannya mulai gemetar. Suara dentingan sendok di piring terdengar seperti gema panjang yang menembus telinga. Keringat dingin mengalir di pelipisnya.

Drajat tersenyum tipis dari tempat duduknya, menunggu giliran mimpi buruk itu menelan istrinya hidup-hidup.

****

Seketika, Karsih yang mulai mual itu menutup mulutnya. Napasnya tersengal, wajahnya pucat pasi. Tak mampu lagi menahan, dia memuntahkan isi perutnya tepat di dekat meja makan. Cairan asam bercampur sisa makanan mengalir di lantai.

"Bu, Ibu kenapa?" tanya Melati yang turun dari kursinya. Suara kursi yang bergeser terdengar nyaring di telinga Karsih. Gadis kecil itu berlari mendekati ibunya yang masih memegangi perut dan mulutnya.

Namun Karsih tak menjawab. Matanya nanar, pandangannya kosong menatap piring-piring yang kini terasa seperti tumpukan belatung hidup. Dengan punggung membungkuk, dia berlari menjauh dari meja makan, langkahnya tergesa.

"Uuueeekk, uuueeeekkkk!"

Suara muntahnya menggema di seluruh rumah, bercampur dengan suara langkah kakinya yang tak teratur.

"Bapak, Ibu kenapa, Pak? Kenapa Ibu kaya ketakutan?" tanya Kemuning sambil memegangi lengan ayahnya, matanya menatap penuh cemas.

Drajat hanya terdiam. Tatapannya tajam mengikuti arah lari Karsih, bibirnya melengkung tipis. Di sudut matanya, ada kepuasan yang tak disadari kedua anaknya.

melihat ibunya yang seperti itu membuat Melati dan Kemuning berlari menyusul, begitu juga dengan Drajat yang ingin menyaksikan kegilaan istrinya dengan mata kepalanya sendiri.

"Kar, ada apa? Kamu sakit?" tanya Drajat seraya memijit pelan pundak istrinya dan Karsih menjawab dengan menggeleng, wanita itu berbalik badan, menatap anak-anaknya tajam, memastikan kalau mereka tak memakan makanan yang ada di meja.

Beruntung, dia tak melihat bekas makan di mulut kedua putrinya membuat Karsih memeluk keduanya, Karsih menangis, tak habis pikir kenapa makanannya bergerak-gerak menjijikkan.

"Mas, pecat si mbok. Aku mau ganti pembantu, dia lancang udah menyajikan belatung buat keluarga kita!" ucap Karsih, menatap tajam pada suaminya yang sedang pura-pura keheranan.

"Belatung? Dimana ada belatung, Kar?" tanya Drajat.

"Apa kalian nggak lihat? Meja makan itu penuh makanan yang menjijikkan?!" tanya Karsih dengan nada tinggi saat suaminya tak percaya padanya.

Drajat membawa Karsih ke meja makan lagi dan di sana semua makanan itu tampak normal saja, tak ada yang aneh apalagi belatung.

Ayam goreng, ikan sambel dan sayur masih tersaji hangat di meja makan. Karsih menelan ludahnya, dia berpikir kalau dirinya berhalusinasi karena terus memikirkan Kin.

"Istighfar, Kar!" kata Drajat, dia menuntun istrinya untuk kembali duduk.

Dengan ragu-ragu, Karsih pun mulai duduk, dia memperhatikan meja makan dan semua terlihat normal. Karsih mengangguk, percaya pada suaminya kalau semua tidak ada yang aneh.

Saat itu, Karsih mengalihkan pandangannya pada dua anaknya dan saat itulah gangguan santet yang dikirim suaminya kembali bekerja.

Karsih melihat wajah semua orang memucat, lingkar matanya menghitam juga cekung membuat bola mata mereka terlihat lebih besar, . "Ibu, ada apa?" tanya Kemuning, bocah itu bangun dari duduk, ingin menghampiri ibunya.

Tapi, yang Karsih lihat adalah, Kemuning sedang menatapnya tajam, seperti sangat membencinya, lalu terdengar suara 'pluk' saat ada gumpalan belatung yang keluar dari hidung anak itu.

"Aaaaaaaa!" teriak Karsih, menggelengkan kepala, tangannya menyibak semua yang ada di meja, kemudian jatuh pingsan di meja makan.

Melihat ibunya pingsan membuat anak-anak itu ketakutan, mereka pun meminta pada Drajat untuk menolongnya. "Pak, Ibu, Pak. Ibu kenapa? Cepat tolong, Pak!"

Sekarang, Drajat membopong Karsih ke kamarnya, dia juga memanggilkan dokter ke rumah.

"Ini belum seberapa menyakitkan, Kar! Karena pengkhianatanmu, aku harus kehilangan kejantananku!" Drajat menggeram dalam hati.

Selesai dengan pemeriksaan dokter hanya memberikan resep obat kelelahan dan vitamin. Mungkin juga ini trauma pasca kehilangan si bungsu.

Waktu telah berlalu, sekarang kabut malam sudah menyelimuti setiap sudut desa, sesekali terdengar suara angin yang menyeret dedaunan kering bersahutan dengan suara binatang kecil seperti jangkrik.

Drajat, pria itu berdiri di dekat jendela kamarnya, memperhatikan Karsih yang mulai perlahan bergerak.

ada senyum puas saat melihat wanita itu tak berdaya, berharap secepatnya jadi gila, lalu dia akan memasukkannya ke rumah sakit jiwa sebagai hukuman yang harus Karsih terima.

Karsih membuka mata walau terasa berat, dia melihat ke arah suaminya yang berdiri di sana.

"Kenapa, Kar?" tanya Drajat, dia membuang putung rokoknya keluar melalui jendela, lalu menutup jendela itu rapat, dia mulai mendekati Karsih yang terlihat linglung.

Karsih menangis, dia merasa ada yang aneh dengan dirinya, lalu dia pun teringat dengan ancaman Drajat sebelumnya.

Wanita berwajah pucat karena ketakutan itu menatap suaminya yang berwajah datar.

"Kang, aku merasa aneh, kenapa semua tiba-tiba terlihat aneh seperti ini?"

"Aneh bagaimana?"

"Kamu yakin nggak tau? Perasaanku bilang ini semua ulah kamu!"

"Oh, bagus kalau kamu sadar. Sekarang kamu di sini dulu, aku mau ajak anak-anakku jalan, nonton layar tancap!" Benar saja, Drajat meninggalkan Karsih sendirian di kamar itu, dia juga mengunci kamarnya dari luar.

"Kang, jangan lakukan ini! Buka pintunya!" teriak Karsih dari dalam sana.

Lalu, apakah Drajat perduli? Oh, tentu saja tidak.

Lanjut ke bab selanjutnya, ya.

Terpopuler

Comments

༄⃞⃟⚡🍌 ᷢ ͩ¢ᖱ'D⃤ ̐⏤͟͟͞R🐬🔴

༄⃞⃟⚡🍌 ᷢ ͩ¢ᖱ'D⃤ ̐⏤͟͟͞R🐬🔴

Bener2 Manusia Jelmaan Iblisss, ngga punya hati😔

2025-09-02

1

ㅤ ✰͜͡v᭄ᵗⁱⁿₜₐʰᵢᵗᵃᵐ𝐀⃝🥀ᵒᶠᶠ.ᵒⁿ

ㅤ ✰͜͡v᭄ᵗⁱⁿₜₐʰᵢᵗᵃᵐ𝐀⃝🥀ᵒᶠᶠ.ᵒⁿ

sungguh tak punya hati kau drajat

2025-09-02

1

ㅤㅤ

ㅤㅤ

kasihan karsih, tega baget si drajat..

2025-08-16

1

lihat semua
Episodes
1 Tipu Daya Sudradjat
2 Fitnah Keji Dari Sudradjat
3 Rasakan Pembalasanku!
4 Rancana Karsih
5 Jelmaan Iblis
6 Tunggu Karmamu, Drajat!
7 10 Tahun Kemudian
8 Malangnya Melati
9 Lagi-lagi Kena Sial
10 Terlahir Dengan Membawa Karma Buruk
11 Gosip Tentang Keluarga Melati
12 Waktunya Menghukum Seno Dengan Cara Yang Paling Menyakitkan
13 Berusaha
14 Teror dan Kutukan Yang Tiada Akhir
15 Antara Percaya Atau Tidak
16 Ada Amarah Yang Terpendam di Hati Melati
17 Cinta Yang Baru Kini Hadir
18 Bukan Salah Kami, Kenapa Kami yang Harus Menanggung?
19 Kemuning Sakit dan Tetangga tidak Ada Yang Mau Membantu
20 Perasaan Yang Terhalang Restu
21 Perasaan Yang Dipaksa Kandas
22 Haha, Dia Datang Mengantarkan Nyawa
23 Ternyata, Aku Tak Mampu!
24 Satu Persatu Rahasia Mulai Terbongkar
25 Bab 25 Senyum Yang Akhirnya Merekah Di Bibir Melati
26 Bab 26 Demi Cinta, Seno Menikahi Melati, Menjemput Mimpi Buruknya
27 Mau di Sini Sama Mbak Dan Mbok
28 Mencoba Bangkit
29 Izinkan Si Mbok Mejaga Kalian
30 Lama-lama Aku Bisa Gila
31 Kenapa Mbok? Mbok Sudah Janji Akan Tetap Sama Kami!
32 Semua Telah Terjadi
33 Yang Dikatakan Mereka Benar!
34 Fakta Mengejutkan Tentang Masalalu Kin-Ddajat-Surya
35 Ternyata, Takdir Berkata Lain
36 Secercah Harapan
37 Kalau Jodoh Nggak Akan Kemana
38 Semua Akan Segera Berakhir
39 Sebenarnya, Apa Yang Kamu Inginkan?
40 Apa Salahku Dan Kemuning, Apa Yang Harus Ku Lakukan Untuk Meredam Amarahmu, Kin?
41 Hati Yang Penuh Keikhlasan
42 Apakah Semua Sudah Selesai?
43 Semua Salahku
44 Perasaan Yang Akhirnya Ku Ungkapkan
45 Bukan Jodoh, Bu!
46 Bonchap –1
47 Bonchap –2
48 Last Bonchap –3
49 Last Bonchap –4
Episodes

Updated 49 Episodes

1
Tipu Daya Sudradjat
2
Fitnah Keji Dari Sudradjat
3
Rasakan Pembalasanku!
4
Rancana Karsih
5
Jelmaan Iblis
6
Tunggu Karmamu, Drajat!
7
10 Tahun Kemudian
8
Malangnya Melati
9
Lagi-lagi Kena Sial
10
Terlahir Dengan Membawa Karma Buruk
11
Gosip Tentang Keluarga Melati
12
Waktunya Menghukum Seno Dengan Cara Yang Paling Menyakitkan
13
Berusaha
14
Teror dan Kutukan Yang Tiada Akhir
15
Antara Percaya Atau Tidak
16
Ada Amarah Yang Terpendam di Hati Melati
17
Cinta Yang Baru Kini Hadir
18
Bukan Salah Kami, Kenapa Kami yang Harus Menanggung?
19
Kemuning Sakit dan Tetangga tidak Ada Yang Mau Membantu
20
Perasaan Yang Terhalang Restu
21
Perasaan Yang Dipaksa Kandas
22
Haha, Dia Datang Mengantarkan Nyawa
23
Ternyata, Aku Tak Mampu!
24
Satu Persatu Rahasia Mulai Terbongkar
25
Bab 25 Senyum Yang Akhirnya Merekah Di Bibir Melati
26
Bab 26 Demi Cinta, Seno Menikahi Melati, Menjemput Mimpi Buruknya
27
Mau di Sini Sama Mbak Dan Mbok
28
Mencoba Bangkit
29
Izinkan Si Mbok Mejaga Kalian
30
Lama-lama Aku Bisa Gila
31
Kenapa Mbok? Mbok Sudah Janji Akan Tetap Sama Kami!
32
Semua Telah Terjadi
33
Yang Dikatakan Mereka Benar!
34
Fakta Mengejutkan Tentang Masalalu Kin-Ddajat-Surya
35
Ternyata, Takdir Berkata Lain
36
Secercah Harapan
37
Kalau Jodoh Nggak Akan Kemana
38
Semua Akan Segera Berakhir
39
Sebenarnya, Apa Yang Kamu Inginkan?
40
Apa Salahku Dan Kemuning, Apa Yang Harus Ku Lakukan Untuk Meredam Amarahmu, Kin?
41
Hati Yang Penuh Keikhlasan
42
Apakah Semua Sudah Selesai?
43
Semua Salahku
44
Perasaan Yang Akhirnya Ku Ungkapkan
45
Bukan Jodoh, Bu!
46
Bonchap –1
47
Bonchap –2
48
Last Bonchap –3
49
Last Bonchap –4

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!