Suatu sore, hujan turun dengan deras di Shanghai. Mei Xue sedang menunggu sopir pribadinya di lobby saat melihat Wei berdiri di dekat pintu masuk, menatap hujan dengan wajah bingung. Seragam birunya sudah basah kuyup.
Lin Mei Xue
Kenapa tidak pulang? (datang menghampiri)
Wei terkejut melihat bosnya yang biasanya dingin tiba-tiba menyapanya.
Zhang Wei
Ah, Lin Zongjie... saya... saya tidak bawa payung.
Lin Mei Xue
Sopir saya akan datang sebentar lagi. Ikut saja, (tanpa pikir panjang)
Zhang Wei
Tidak perlu repot-repot, Lin Zongjie. Saya bisa naik bis
Lin Mei Xue
Bis tidak akan datang dalam hujan seperti ini. Ikut denganku saja
Zhang Wei
Uh, Baiklah 😓
Dalam mobil mewah Mercedes S-Class, keduanya duduk dalam diam yang canggung. Mei Xue mencuri pandang ke arah Wei yang sedang memandang keluar jendela. Bajunya yang basah membuatnya menggigil kedinginan.
Lin Mei Xue
Sopir, nyalakan penghangat,
Sopir
Baik Nona
Lin Mei Xue
Alamatmu di mana?
Zhang Wei
Di Pudong, Lin Zongjie. Tapi kalau terlalu jauh, saya bisa turun di halte terdekat
Lin Mei Xue
Langsung saja ke alamatnya
Sopir
Siap.
Sepanjang perjalanan, Mei Xue diam-diam memperhatikan Wei. Ada sesuatu yang menenangkan dari keberadaannya - tidak seperti pria-pria lain yang selalu berusaha menarik perhatiannya dengan pamer kekayaan atau jabatan.
Ketika sampai di kompleks apartemen sederhana, Wei berterima kasih dengan tulus.
Zhang Wei
Terima kasih banyak, Lin Zongjie. Saya sangat berterima kasih
Lin Mei Xue
Besok bawa payung
Setelah Wei turun, Mei Xue melihat melalui jendela mobil bagaimana Wei berlari masuk ke gedung apartemen yang terlihat tua. Untuk pertama kalinya, ia merasakan perbedaan yang sangat besar antara hidupnya yang mewah dengan kehidupan orang lain.
Comments