Masjid Berhantu

Masjid Berhantu

Masjid di Pinggir Jalan Raya

Rombongan bus yang hendak pergi melayat ke kabupaten yang jauh. Belum sampai setengah perjalanan waktu mewajibkan mereka berhenti untuk sholat asar. Mereka berangkat dari rumah sehabis dzuhur.

"Ayo pada turun kita sholat dulu",

Bus mini yang berisikan lima belas orang penumpang dewasa termasuk supir itu satu per satu turun dari kereta besi untuk sholat asar di masjid.

Masjid di pinggir jalan raya itu terlihat menyejukkan. Bangunannya begitu indah dan mempesona.

"Ayo turun asar dulu",

"Aku lagi tidak sholat aku di bus saja aku masih ngantuk",

Fulanah tidak turun karena ia kebetulan sedang berhalangan. Ia juga mau tidur karena perjalanan masih lah jauh.

"Fulanah kenapa tidak turun?",

"Tidur",

"Sudah jam empat sore lebih kenapa belum ada yang adzan ya?",

"Bukan begitu",

"Tapi biasanya masjid di wilayah perkotaan seperti ini jamnya lebih tertib jadi masuk waktu sholat langsung adzan",

"O... Begitu... jadi beda-beda ya",

"Kalau di tempat kita kan jam empat biasanya",

"Ya itu menyesuaikan dengan daily activity masyarakat nya saja",

"Tapi tetap yang lebih baik itu yang sholat di awal waktu dan bersama-sama",

Setelah menunaikan kewajiban sholat asar rombongan masuk ke dalam bus dan berhitung. Sudah lengkap semuanya masih sama lima belas orang. Mereka pun gas lagi melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan.

"Katanya berhenti untuk sholat kenapa tadi berhenti di sana?", tanya Fulanah ketika bus sudah kembali bergerak.

"Memang nya kenapa?",

"Di sana tidak ada masjid",

"Masya Allah itu yang tadi besar banget di pinggir jalan raya",

"Aku tidak lihat apa-apa",

"Bagaimana kamu mau lihat orang kamu tidur matanya merem",

Tepat habis magrib rombongan pelayat itu sampai di rumah duka. Yang meninggal adalah orang yang lahir dan besar di kampung para pelayat. Sebagian yang datang adalah teman masa kecil yang meninggal.

Fulanah yang sedang datang bulan dan kurang enak badan memaksa ikut berangkat karena yang meninggal itu adalah sahabat baiknya. Yang harus hidup jauh dari rumah asal karena menikah dengan suami nya yang asli orang sini.

Rombongan tiba di jam yang sepi karena kebetulan sekali ketika sampai di rumah duka hujan turun rintik-rintik. Kelima belas orang itu dibuat tertegun. Tidak ada satu pun orang atau pihak keluarga yang menemui mereka.

"Kamu yakin ini rumahnya Fulanah?",

"Ya benar ini rumahnya dulu kita juga kondangan di sini waktu pernikahan",

"Duh tapi kenapa sepi banget ya?",

"Ini kan habis magrib mungkin orang-orang masih pada di dalam masjid",

"Tapi lihat itu dalam rumahnya juga sepi gelap lampu-lampu masih belum dinyalakan",

"Bagaimana ini bapak-bapak ibu-ibu?",

"Kita pulang saja sudah malam nanti terlalu lama di jalan",

Rombongan pelayat menyerah menunggu. Mereka kembali naik ke bus setelah lebih dari satu jam tidak ada satu pun tuan rumah yang menyambut niat baik mereka. Mereka memasukkan amplop bela sungkawa ke dalam kotak kayu sebagai rasa turut berduka cita.

Sudah jam delapan malam mereka pun harus pulang.

"Lengkap semuanya ya lima belas orang bapak-bapak ibu-ibu?",

"Komplit pak supir gas",

"Nanti kita berhenti di masjid besar yang di pinggir jalan raya tadi ya pak supir",

"Kita istirahat sekalian sholat jamak takhir",

"Siap-siap",

Beberapa jam kemudian rombongan bus pelayat yang berisikan lima belas orang itu sampai di tempat masjid besar yang terdapat di pinggir jalan. Tadi waktu sholat asar mereka juga berhenti di tempat yang sama.

"Kita langsung pulang saja pak supir",

"Nanti sholat nya masing-masing di rumah",

Bus pun tancap gas dengan ngebut. Masjid besar yang tadi sore berada di pinggir jalan raya.

Sudah tidak ada.

PS: Fulanah sebutan untuk perempuan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!