CHAPTER 03

Chapter 03

POV – Oza Barabay

“Boss, ini fotonya.” Rimbo memberikan sebuah foto padaku.

​“Hmmm…jadi ini adalah calon istri dari keparat itu. Sepertinya dia sudah berpaling dari wanita dengan penuh filler itu. Apa yang kamu tau soal dia?”

​Rimbo duduk di sebelahku , kami memandang taman belakang di rumah Klan Barabay. Sudah lama kami tidak ‘berkunjung’ ke Arumbay. Kami sudah merencanakan sesuatu dalam waktu dekat.

​“Islana Anurandha, umur dua puluh tahun, anak kedua dari tiga bersaudari, masih kuliah dan keluarganya terlilit hutang.”

​Aku merasakan kemenangan di dalam seluruh tubuhnya. Tanganku mengepal karena sudah tidak sabar untuk menghancurkan Kai dalam satu kali pukulan. Pria keparat seperti itu tidak berhak untuk menjadi penguasa yang menghalangi jalan kami selanjutnya. Sejak dulu aku sudah muak dengan kehadiran keluarganya.

​“Dia punya kelemahan yang sangat besar sekarang, kita lihat apa yang bisa dia lakukan untuk melindungi perempuan lugu dan rapuh seperti itu.”

​Aku merobek foto perempuan yang akan menjadi korbanku selanjutnya.

***

Masa Kini

POV - Islana

Aku mendobrak pintu untuk keluar dari ruang makan itu. Tapi semuanya sia-sia karena pada akhirnya tidak ada yang bisa aku lakukan. Pintu tertutup rapat dan siapapun yang ada disana menguncinya dari luar.

Benar-benar pria psikopat.

​“Nggak akan ada yang berani membuka pintu itu tanpa persetujuan aku.”

​Aku menyandarkan dahiku di depan pintu. “Apa aku tumbal?”

​“Tumbal?” Kai tergelak.

​“Ya, kamu berasal dari sekte aliran sesat yang butuh tumbal setiap malam jumat,” sindirku.

​Kai tertawa terbahak-bahak seolah hal itu sangat menggelikan. Apa yang tidak mungkin terjadi di dunia ini? Semua hal bisa terjadi. Aku tidak punya energi lagi selain melihat dia yang tertawa dari tempat duduknya.

​“Kamu belum makan. Bagaimana kalau kita melakukan ini dengan tetap menjaga ketenangan, Islana, aku akan menceritakan semuanya dari awal.”

​“Nggak! Aku nggak mau dengar apapun! Mana ada alasan logis dari sebuah penculikan?”

​“Ada,” Kai menoleh. “aku akan menceritakannya jika kamu mulai makan. Kamu harus ingat hidup semua orang di keluarga kamu ada di tangan kamu sekarang.”

​“Memangnya kamu siapa? Orang yang lebih tinggi daripada hukum?”

​Kai mengangguk. Dia berjalan dan memberikan handphone di depanku. “Kamu bisa mencari sendiri untuk sekedar mencari tahu secara umum.”

​Dia pikir ini tugas kampus?

​Aku mengambil dengan kesal dan membuka internet dengan rasa kesal. Aku menulis namanya dan keluar banyak sekali foto jarak jauh dan berita-berita terkini.

Kairav Raktaguna Arumbay

Pemimpin tertinggi klan Raktaguna Arumbay

Menggantikan peran sang ayah yang meninggal tiga tahun yang lalu

Akhirnya kembali ke kota asalnya sejak umur lima tahun berada di Jakarta.

Klan Arumbay memiliki sembilan puluh persen tanah yang ada di Arumbay yang tidak bisa disentuh bahkan oleh hukum.

Mereka berperan penting dalam kebijakan Arumbay secara absolut.

“Apa ini bercanda?”

“Apa yang kamu tau tentang Arumbay?”

“Nama kota,” jawabku singkat dan tidak sabaran.

Kai mengangguk pelan. “Nama kota ini berasal dari keluarga kami. Ayah kami memang menyukai bekerja dalam bayangan. Tapi semua itu akan berubah. Aku akan memastikan siapapun tau siapa kami mulai dari sekarang.”

“Jadi,” aku memutar otakku. “keluarga kamu seperti kumpulan psikopat?”

“Mafia, kata yang paling mendekati untuk memperjelas siapa kami. Meskipun kami nggak suka menggunakan itu. Mafia terdengar terlalu ekstrem dan kebrutalan secara terbuka.”

“Bukannya itu yang kamu lakukan tadi malam?”

Kai tersenyum lagi. “Aku suka ternyata kamu punya api membara setiap kali berbicara.”

​Apa?

​Kai mengulurkan tangannya. “Ayo kita makan, aku akan menceritakan hal lebih banyak lagi.”

​Aku melihat tangannya yang besar dan maskulin itu. Menaruh tanganku disana sama saja dengan menyetujui pernikahan psikopat ini. Tapi sebelum tindakan gila itu aku lakukan, pintu terbuka dan disana Omar melihat kami secara bergantian.

​“Kenapa kamu buka pintu?!” Kai membentaknya.

​Aku mengambil kesempatan itu untuk keluar dari pintu dan lari sebelum seluruh penjaga dengan wajah seperti preman itu menarik dan membawaku ke depan Kai Arumbay.

​Aku berhasil turun ke lantai bawah. Di mana penjaga lainnya terkejut melihat aku yang berlari ke arah mereka. Aku berlari membuka beberapa pintu tapi tidak ada satupun yang terbuka.

​“Jangan biarkan Ny. Isla keluar!” Omar memberikan perintah dari atas tangga. Kai sama sekali tidak terlihat.

​Semua penjaga mengerubungiku hingga ke pintu terakhir yang belum aku buka. Aku yakin itu pintu keluar dari istana putih psikopat ini. Tapi aku hanya seorang diri. Ketika dua belas penjaga dengan lengan lebih besar dari betisku berhasil mengurungku hingga tidak bisa bergerak, aku hanya bisa terduduk di lantai marmer yang dingin itu.

***

Omar memastikan aku kembali ke kamar. Dia meminta seluruh pelayan yang berbeda umur antara satu dan yang lainnya itu untuk membawa makanan baru ke kamarku.

​Aku hanya bisa duduk di lantai dan meratapi nasibku yang berada di neraka. Tanpa sadar air mataku mengalir dengan deras. Tapi aku tidak berani mengeluarkan suara. Aku tidak ingin Kai datang dan menambah luka dengan perkatannya lagi.

​Tapi aku mendengar sesuatu yang janggal dari balik pintu yang terbuka sedikit. Beberapa pelayan berbisik dengan nada ketakutan dan ada yang berbicara dengan nada menyindir.

​“Aku nggak sabar melihat Nyonya Malikah datang. Apa yang dia akan katakan ketika melihat anaknya sudah punya istri sekarang,” ucap seorang pelayan penasaran.

​“Aku berani jamin Nyonya Malikah akan murka,” ucap pelayan lainnya dengan tawa kecil.

​“Belum lagi Nona Astaria. Nona pasti nggak akan tinggal diam kalau Tuan muda Kai direbut dengan cara seperti ini,” kata pelayan berikutnya. “kita akan melihat perang di rumah ini!”

​Aku menjauh dari pintu itu untuk mengontrol emosi dan tidak lama kemudia seseorang membuka pintu itu lebar-lebar.

​“Ny. Isla,” Omar memanggilku dengan panggilan menjengkelkan itu.

​Dengan umur masih dua puluh tahun, bisa-bisanya aku sudah berada di depan takdir ketika semua orang memanggilku Nyonya. Menyedihkan.

​“Perkenalkan namaku,”

​“Omar,” aku menyelesaikannya sendiri. “apa kamu tangan kanan pria psikopat itu?”

​Omar terdengar tidak bisa menahan tawanya. Tapi itu hanya sebentar. Dia tidak terbahak-bahak layaknya Kai. “Apa aku bisa memanggilmu dengan Isla selama Kai nggak ada?”

​Aku mendongak. Ternyata Omar sudah berjongkok di depanku. Ekpresinya berubah ketika melihat wajahku dan mataku yang sembab. Aku pasti terlihat seperti orang gila. Lagipula siapa yang tidak berubah menjadi orang gila di posisiku sekarang ini??

​“Maaf kalau semuanya terjadi seperti ini. Atas nama keluarga kami, aku meminta maaf,” Omar berkata dengan simpatik.

​“Kamu kira maaf cukup?”

​“Tentu saja nggak,” Omar duduk di sampingku. “tapi hanya itu yang bisa aku lakukan sebagai orang yang berada di bawah Kai. Nggak ada yang bisa menghalangi keinginan dia. Apalagi setelah ayahnya meninggal. Dia pemimpin tertinggi di seluruh Arumbay.”

​“Jadi semuanya benar? Kalian ini nyata? Keluarga mafia?”

​Omar menahan senyumnya. “Kamu terlalu banyak nonton film mafia sepertinya. Tapi bisa dibilang kalau menentang keluarga ini sama saja cari mati.”

​Kepalaku sudah hampir pecah mendengar ini semua. “Apa aku bisa keluar dari sini? Itu yang terpenting.”

​Dahi Omar berkerut. “Kamu masih mau lari dari sini? Kamu lupa dengan semua penjaga di bawah tadi?”

​“Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini. Aku nggak mau menjadi Nyonya dari pria psikopat itu.”

​“Dipanggil menjadi Nyonya hanya masalah kecil dibandingkan masalah lain di dalam hidup kamu kan?”

​Aku tidak percaya yang aku dengar. “Omar, tentu aja kamu bela dia. Kamu bagian dari dia dan tindakan penculikan ini!”

​“Aku nggak pernah menyetujui penculikan ini. Lagipula leherku menjadi taruhannya kalau memberontak. Kai memang suka melakukan hal-hal yang berlebihan. Kamu harus terbiasa mulai dari sekarang.”

​“Berlebihan? Penculikan bukan hanya berlebihan tapi itu tindakan kriminal! Kamu bilang aku harus terbiasa? Aku tidak bisa menyukai dan tidak akan mencintai orang itu!”

​Omar yang memperhatikan keluh kesahku dengan seksama hanya bisa menggeleng. “Kamu tau terkadang apa yang kita ucapkan bisa sebaliknya yang terjadi.”

​“Omar,” aku memohon dengan linangan air mata baru. “tolong aku keluar dari sini, aku janji akan melakukan apa aja yang kamu mau.”

​“Aku tidak butuh apapun, seperti yang aku bilang sebelumnya, leherku menjadi taruhannya,” Omar bersandar santai. “tapi ada satu yang bisa aku bantu sekarang, setidaknya menghapus air mata kamu sebentar,”

​“Apa?”

​Omar memberikan handphone miliknya. “Kamu bisa menghubungi keluarga kamu tanpa Kai tau.”

​Tanganku tidak bisa bergerak karena aku sedang menebak apakah ini adalah jebakan berikutnya….

Terpopuler

Comments

danisya inlvr

danisya inlvr

Gemes banget 😍

2025-06-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!