"Sesuatu terjadi?" Sore hari ketika Sania masih berada di kantor, Robert Denver menyapanya. Wajah Sania yang muram—tidak seperti biasa, mengundang rasa penasaran Rob. Bagaimana tidak, kemarin Sania tampak baik-baik saja, lalu kemudian ia meminta bantuan, seolah kesulitan besar menimpanya. Namun setelah itu, Sania tidak bisa dihubungi.
"Kencan butamu sukses besar rupanya, sampai pesanku saja kau abaikan." Ringan Sania berkata sembari meletakkan berkas di meja. Ia tersenyum lemah seraya menggeleng.
Tentu dia tidak akan mengatakan surat pengacara kepada Robert.
Robert terkekeh melihat betapa kasar cara Sania mengelak dari cecarannya. Dari sini Rob tau, sesuatu itu pasti sangat besar dan berat. Kendati demikian, Robert tidak melawan, tapi mengikuti arus yang Sania buat.
"Aku tidak pernah percaya pada wanita di kencan buta, kau tau itu, Sania! Mereka terlalu menjunjung tinggi prinsip feminisme. Aku suka prinsip hidup berbagi, bukan semata-mata jadi donatur."
Sania tidak mampu menjawab Robert. Sebenarnya, dia tidak paham apa itu feminisme bagaimana bisa wanita mengagungkan prinsip tersebut. Tidak menjudge buruk juga tapi itu sepertinya bukan Sania banget.
"Ngomong-ngomong, kenapa kamu bertanya soal pengacara? Apa orang-orang mempersulit kerjasama?" Rob mengambil kesempatan ketika Sania diam untuk kembali ke arus yang ia buat diawal. Tidak semudah itu Rob dialihkan. "Tampaknya kalian sudah deal, kan?"
Sania melotot kaget saat menyadari kebodohannya. Seharusnya dia tidak mengirim pesan itu dan menghapusnya sedetik kemudian. Rob sudah pasti curiga.
"Kamu pikir, tidak membalas pesan itu karena aku tidak membacanya, ya?" Rob menyeringai licik.
Oh, sial!
Sania lupa siapa Robert dan tidak mungkin menyembunyikan apapun dari pria ini. Robert terkekeh pelan, tapi perasaan menang telak itu bisa Sania rasakan.
Tanpa daya, Sania mengambil amplop krem tebal dan menyerahkan pada Rob cukup kasar.
"Ayahnya Mutiara ingin menggugat hak asuh Mutiara." Sania menutup wajahnya dan mulai menangis. Rob semakin yakin sesuatu tidak sesederhana soal menggugat hak asuh.
Rob mengerutkan bibir ketika beralih dari wajah Sania untuk segera membuka amplop dan langsung menuju bagian inti surat.
Kesedihan Sania berubah menjadi emosi yang meluap dan tak terbendung.
"Mana dia pakai alasan aku belum stabil dan lingkunganku nggak sehat untuk membesarkan anak lagi." Sania berdecih sinis. Jelas mereka tidak tahu apapun soal dirinya selama ini.
"Ayahnya Mutiara bahkan tidak segera mengenaliku ketika bertemu kemarin."
Sampai sekarang Sania masih merasa najis menyebut nama mantan suaminya meski setelah kembali ke kota ini cukup lama. Bertemu langsungpun baru sekali—kemarin itu, karena Sania benar-benar menutupi identitas dan menghindari kontak dengan mereka sebisa mungkin. Seakan pertemuan itu tidak cukup mengganggu, kini surat itu membuat Sania geram dan stress.
Yang makin membuat Sania kesal adalah kata-kata di surat itu:
"... tidak ada gunanya permusuhan, lebih baik segera diselesaikan secara damai agar hidup kembali tenang. Semua orang tau, klien kami lebih stabil secara finansial maupun secara psikologis."
Cih, najis banget kata-katanya! Apa itu damai setelah tahun-tahun mengerikan itu? Psikologis apa yang mereka bicarakan? Jelas-jelas mental Mutiara dihancurkan karena perceraian itu.
"Coba lihat berkas perceraian kamu dulu, siapa tau ada celahnya, kan?" Robert sepertinya sedikit paham soal pasal-pasal perjanjian perceraian. "Apa tidak ada pasal yang menyatakan kalau hak asuh itu tetap ada padamu apapun alasannya sebab mereka adalah pasangan selingkuh dan membuat kamu bercerai dengan suamimu. Atau ada pasal yang mengatakan ini tidak: pasangan selingkuh sekalipun menikah, tidak bisa mengasuh anak sah dalam pernikahan."
Sania pusing sendiri. Mana dia ingat soal itu. Jangankan dibaca pasalnya, isinya saja Sania belum pernah melihat. Ia hanya membawa akta itu sebagai bukti bahwa mereka telah sah berpisah dan memorandum untuk menjadikannya lebih kuat. Tidak pernah ia memikirkan hal lain.
"Jika ada, itu bisa jadi senjata kita menghentikan Nadine dengan cara kilat." Rob berapi-api mengatakan itu "Pulang dan periksalah, sekalian jemput Mutiara dari sekolahnya."
Sania mengangguk dan sedikit ceria. Mutiara selalu membuatnya berbinar kembali. "Ah, iya ... Mutiara sudah waktunya pulang."
"Hati-hati dan tetap fokus." Rob berdiri, "beritahu apapun yang kamu temukan dan aku akan bantu kamu menemukan pengacara terbaik untukmu jika diperlukan."
Sania mengangguk saat memakai syal dan mantel. "Bahkan jika tidak ditemukan, aku bisa mengatakan dengan lantang kalau orang itu sudah tidak menginginkan anaknya lagi."
"Sayangnya kata-kata tidak berguna di pengadilan, Sania." Rob melihat lagi surat itu. "Kamu harus punya bukti yang sah dan menyakinkan secara fisik, meski bukti itu hanya sebaris kalimat."
Sania terdiam, kepalanya berputar lagi pada hari perceraian. Ah, andai memorinya bisa dicetak, pasti Irfan tidak bisa berkutik.
...
Beberapa hari setelah itu, surat resmi datang ke apartemen lama Sania. Bukan surat pengadilan—belum, tapi surat itu cukup untuk membuat dada mengencang.
Isinya adalah pengajuan mediasi hak asuh anak. Pengirimnya: kuasa hukum Irfan Gamaliel, Alveron Blake sendiri. Oh Tuhan!
Ini lebih spesifik dan anehnya datang lebih cepat bahkan sebelum Sania memberikan respon apa-apa.
Sania meletakkan surat itu perlahan di meja. Mutiara sedang tidur siang, rambutnya mengembang di bantal. Ia masih terlalu kecil untuk mengerti bahwa hidupnya sedang diperjualbelikan.
Di luar, udara makin menghangat dan lembab, sinar matahari semakin tajam menimpa kulit. Daun maple mulai berubah warna menjadi lebih gelap dan berat seperti sedang menyimpan energi di dalamnya.
Musim panas telah datang, bersamanya, sesuatu yang panas dan membara juga bergulir di dada Sania. Apa semua itu perlu dilakukan?
Sembari mengelus rambut Mutiara, Sania menelpon seseorang. Dia akan memanfaatkan koneksi orang itu untuk diam-diam menyerang dan membalik keadaan.
Maxwell
"Bagaimana hasilnya?" Sania berdiri perlahan, kemudian meninggalkan kamar Mutiara.
...
"Seharusnya, Irfan tidak seceroboh ini." Rob membuka semua yang Sania bawa ke kantor hari itu, termasuk surat perceraian dan surat mediasi.
"Apa dia mau bunuh diri?" Rob bergumam. Jelas tertulis hak asuh Mutiara sepenuhnya berada di tangan Sania, "hal urgent apa yang membuat Irfan melakukan ini semua?"
"Kamu berpikir sama dengan yang aku pikirkan, bukan?" Sania menghela napas. "Sesuatu terjadi dan itu membutuhkan Mutiara, makanya Irfan berubah pikiran."
Sania memikirkan hal seperti: Nadine mandul atau mereka pernah melihat Mutiara di televisi saat siaran langsung di acara olimpiade jadi mereka tertarik untuk mengurus Mutiara yang sudah besar dan dewasa. Pasti lebih mudah mengurus anak yang sudah besar daripada anak 2 tahun, kan?
"Kau tau, menggugat hak asuh anak itu beresiko besar, apalagi kalian dulu berpisah karena pihak ketiga ... di kalangan elite, pernikahan Nadine menjadi perbincangan luas. Irfan hanya pegawai biasa di kantor ayahnya lalu karena Nadine jatuh cinta, mereka menikah. Itu agak aneh di mata kaum Nadine, yang biasanya mereka akan menikah di antara sesama kaum untuk memperkuat posisi. Masa lalu Irfan juga tak luput dari perbincangan, dan banyak yang tahu kalau Irfan menceraikan istrinya demi bersama Nadine."
Sania kaget mendengar hal ini seakan ini berita terbaru dan hangat. "Sejauh itu?" gumamnya. Ia pikir, siapa yang peduli dengan orang biasa seperti mereka.
"Banyak juga yang bilang kalau Irfan sebegitu inginnya naik kelas sampai menghalalkan segala cara." Rob menganggukkan kepalanya pelan, membenarkan apa yang Sania pikirkan. "bahkan sampai sekarang, Irfan belum begitu diterima oleh kaum itu ... tapi justru sekarang dia menbuat perkara yang akan mengungkap masa lalunya secara blak-blakan."
Tubuh Sania lemas. "Apa semua berkembang sebesar itu? Maksudku ini sudah berlalu cukup lama dan aku bukan siapa-siapa—"
"Justru itu yang menarik." Rob berdiri, melangkah ke dekat jendela. Memandang suasana panas di luar tanpa menghiraukan apa yang terjadi disana. "Mereka tidak tau angin berhembus ke arah mana."
Sania mengerutkan kening, menatap Rob yang kini menoleh ke arahnya.
"Mereka tidak tahu kalau mantan istrinya sekarang sudah begitu terkenal dan sebanding dengannya." Rob tersenyum seolah menyadari perubahan Sania dari yang pertama kali ia temukan, hingga kini menjelma menjadi wanita yang kuat.
"Kalau kau ingin tau soal kehidupan Irfan dan koneksi macam apa yang ia miliki, sebaiknya kamu keluar dari persembunyianmu!" Rob tau Sania akan marah di suruh go public. "Lumivia Studio—cukup banyak yang penasaran padanya, dan ini akan menaikkan pamor Lumivia jika publik tau pemiliknya adalah wanita yang survive dari perceraian."
Sania makin lemas. Dia tidak mau diekspos. Hidupnya sudah damai, bahkan untuk urusan gugatan itu, Sania hanya berniat menyerahkan pada pengacara saja. Tapi ....
"Ini bukan sekedar gugatan hak asuh, Sania! Bayangkan, Brooch itu berada di puncak kejayaan saat ini, tentu semua orang dibawahnya memilih bermain aman, setidaknya agar tetap nyaman, tapi Irfan yang berada diposisi bawah sendiri justru bermain api ...." Rob tidak mengatakan itu untuk membuat Sania makin dendam, tapi faktanya, Irfan atau pihak lain sedang ingin memanfaatkan Sania yang dianggap lemah. "Apa kau berpikir, Mutiara hanya sedang diperebutkan hak asuhnya? Ini lebih berbahaya dari "seorang ayah merindukan putrinya" ... pikirkanlah sejauh itu, Sania."
Tubuh Sania gemetar, marah bercampur ketakutan. Ia begitu trauma jika Mutiara disangkutpautkan. Cukup di masa lalu saja, Mutiara mengalami hal buruk, sekarang ia ingin Mutiara baik-baik saja.
Sebuah pesan masuk, Sania membukanya.
Maxwell: Semua bukti telah terkumpul, mau lihat atau kukirim ke pengacara saja?
Nomor baru: Sania, mari kita bertemu—Nadine.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Ratu Tety Haryati
Dengan menikahi Nadine ternyata, Irfan tak serta merta diterima dikalang kaum jet set. Dan setelah sekian tahun tak peduli pada anaknya tiba2 mengajukan tuntutan hak asuh anak,.
Ada apa dibalik semua ini?
2025-07-06
1
🅡🅞🅢🅔
Lanjut miss, ladeni aja tu si Nadine, Sania
2025-06-27
2
Ratu Tety Haryati
Ayah macam apa memperebutksn hak asuh untuk tujuan tertentu.
2025-07-03
2