Mami Casandra, dengan rambutnya yang telah disanggul rapi, berjalan dengan langkah ringan menuju dapur. Matanya yang biasanya teduh pagi ini tampak sedikit berbinar, mungkin karena mengingat suaminya, Papi Felipe, yang sangat menyukai nasi goreng buatan Bibi Yun. Dia membayangkan senyum puas suaminya nanti saat membuka bekal makan siangnya.
"Bibi Yun," sapa Mami Casandra dengan suara lembut, memasuki dapur yang masih hangat oleh sisa kegiatan memasak. "Nasi goreng tadi masih ada? Tolong siapkan bekal untuk Tuan."
Bibi Yun, yang sedang mengelap meja marmer, mendadak kaku. Tubuhnya tegang, jari-jemarinya mencengkeram lap basah hingga keputihan. Dadanya berdebar-debar tak karuan, seperti genderang perang kecil. Matanya menatap lantai, menghindari pandangan sang Nyonya. Di kepalanya, kalimat-kalimat berantakan mencari bentuk yang tepat untuk diucapkan.
"Maaf, Nyonya," desisnya akhirnya, suara bergetar penuh penyesalan. "Nasi gorengnya... sudah habis. Tadi... tadi ada sisa sedikit, sudah saya bagi-bagikan kepada pekerja yang lain. Sesuai instruksi dari Nona Calista, Nyonya." Bibi Yun menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri.
"Saya kira porsinya sudah cukup untuk Nyonya dan Sekeluarga, Tapi ternyata... masih kurang. Maafkan saya, Nyonya. Saya benar-benar menyesal." Ucapannya tumpah ruah, dibumbui rasa bersalah dan kekhawatiran akan kemarahan sang majikan.
Mami Sandra mengernyitkan dahinya yang mulus. Alisnya yang tipis naik sedikit, membentuk tanda tanya besar. ' Calista memberi intruksi?' Pikirannya bekerja cepat.
Biasanya, putrinya tidak banyak berinteraksi dengan para maid dan lebih suka mengurung diri di kamarnya. Ada sesuatu yang berbeda hari ini. Rasa penasaran menggelitik hatinya, tapi dia tahu suaminya tidak boleh menunggu lama.
Dia mendekat dan meletakkan tangan hangatnya di bahu Bibi Yun yang masih menggigil. "Oh, sudah habis ternyata. Tidak apa-apa, Bi. Jangan takut," ucap Mami Casandra dengan suara menenangkan, seperti embun yang mendinginkan bumi panas.
"Mungkin karena rasanya memang sangat enak, jadi tadi semua ingin nambah. Baiklah, saya beritahu Tuan dulu agar tidak menunggu lama." Dengan senyum kecil yang masih menyimpan tanda tanya, dia berbalik dan meninggalkan dapur.
Di ruang makan, suasana pagi berlangsung dengan riuh rendahnya sendiri. Papi Felipe, dengan kacamata baca di ujung hidung, menyimpan koran paginya saat Bella, putri bungsunya, menyelesaikan sarapan dengan meminum susu di gelas.
"Bella, kamu kalau sudah selesai sarapan, segera berangkat ke sekolah agar tidak telat," ingat Papi Felipe, suaranya berat namun penuh kasih.
Bella menyeka susu di bibirnya dengan punggung tangan, lalu melompat dari kursinya. "Baik, Pi! Aku udah selesai. Aku berangkat dulu, Pi... Kak...!" serunya riang, seperti burung kecil yang ingin segera terbang.
"Hati-hati di jalan, Sayang!" seru Papi Felipe bersamaan dengan kakaknya, Calvin, yang hanya melambaikan tangan sambil mulutnya masih penuh nasi goreng.
Setelah Bella hilang dari pandangan, Papi Felipe menoleh ke putranya. "Calvin, kamu kuliah jam berapa?"
Calvin menelan keras, matanya menoleh melihat jam di pergelangan tangannya, "Aduh, aku ada kuliah pagi, Pi! Bentar lagi!" teriaknya panik.
Dia bergegas seperti angin ribut, kemudian dia menaiki tangga dua anak tangga sekali melangkah untuk mengambil tas dan kunci mobilnya. Kaki-kakinya yang panjang membawanya turun dengan cepat, dan dengan ciuman cepat di pipi papinya, dia pun menghilang keluar pintu. "Dah, Pi! Hati-hati!"
Mami Sandra yang baru saja tiba, dia menghampiri suaminya yang sedang berdiri.
"Pi, nasi gorengnya sudah habis. Besok saja Mami suruh Bibi Yun memasak lebih banyak, supaya papi bisa membawa bekal," ujarnya, merapikan dasi suaminya yang sedikit miring.
"Anak-anak sudah berangkat semua, Pi?" tanya Mami Sandra, kemudian menggenggam tangan suaminya.
"Sudah, Mi. Mereka sudah berangkat barusan. Ya, sudah, Mi, kalau sudah habis, besok saja bawa bekalnya. Papi berangkat dulu, Mi," pamitnya sambil mencium kening istrinya.
"Iya, Pi. Hati-hati di jalan," jawab Mami Sandra lembut, merangkul lengan suaminya dan mengantarnya sampai teras depan. Di sana, di bawah sinar matahari pagi yang hangat, Papi Felipe memeluknya erat sebentar sebelum masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan untuk terakhir kalinya.
Begitu mobil suaminya hilang dari pandangan, rasa penasaran Mami Casandra kembali menguat. Dia berbalik dan langkahnya kembali menuju dapur, kali ini dengan tekad yang lebih jelas. Ada misteri kecil tentang putrinya yang harus dipecahkan.
"Bibi Yun," panggilnya, kembali memasuki dapur. Bibi Yun yang sedang mencuci piring kembali menegang. Mami Sandra segera menyapa dengan senyum.
"Bibi Yun, saya mau tanya. Kenapa Calista bisa memberi instruksi ke Bibi untuk membagikan makanan ke pelayan? Bibi jangan salah paham, ini bukan masalah makanannya, tetapi karena sikap Calista yang tidak seperti biasanya."
Wajah Bibi Yun yang sempat pucat mulai berwarna lagi. Lega karena sang Nyonya tidak marah, dan pertanyaannya ternyata hanya didorong oleh keheranan.
"Nyonya," mulailah Bibi Yun, suaranya sudah lebih tenang. "Sebenarnya... yang memasak sarapan hari ini adalah Nona Calista, bukan saya."
Mami Casandra terdiam. Matanya membelalak sedikit.' Calista memasak?' pikirnya.
Bibi Yun melanjutkan, "Nona Calista bangun pagi-pagi sekali, lebih pagi dari biasanya. Setelah joging di taman, dia langsung menuju ke sini, ke dapur. Dia bilang... dia ingin memasak sarapan untuk semua orang."
Mami Casandra berdiri bagai patung di tengah dapur yang mulai sepi. Kata-kata Bibi Yun bergema di kepalanya. '*Calista memasak untuk semua orang, ada apa ini*?'
Dia teringat pada semangkuk nasi goreng yang dia santap tadi—tekstur nasinya yang pulen, paduan rasa gurih, manis, dan sedikit pedas yang sempurna, seperti karya seorang koki profesional. Dia tidak menyangka jika anak gadisnya yang selama ini lebih tertutup dan tidak banyak beraktifitas mempunyai keahlian dalam hal memasak.
' Sejak kapan Calista belajar memasak?'
dalam benaknya bertanya-tanya.
Sebuah senyum pelan mulai mengembang di bibir Mami Sandra, bercampur dengan rasa haru dan teka-teki yang semakin menjadi. Ada sesuatu yang berubah dalam diri Calista. Sebuah perubahan halus yang dimulai dari dapur, di balik wajan dan spatula. Perubahan apa ini? Apakah ini hanya sebuah mood baik sesaat, atau pertanda dari sesuatu yang lebih besar?
Pikiran itu menggelitik, meninggalkan rasa penasaran yang manis dan hangat, seperti sisa aroma nasi goreng yang masih melayang di udara.
Pagi ini, sebuah rahasia terungkap dari balik asap dapur. Sebuah perubahan dimulai dengan wajan dan nasi.
.
.
.
𝗧𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮 𝗸𝗮𝘀𝗶𝗵 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗸𝗮𝗿𝘆𝗮 𝗺𝗮𝗺𝗶,
𝗝𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗹𝘂𝗽𝗮 𝗸𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗷𝗲𝗺𝗽𝗼𝗹 𝗱𝗮𝗻 𝘁𝗮𝗻𝗱𝗮 𝗰𝗶𝗻𝘁𝗮 𝘆𝗮 𝘀𝗮𝘆𝗮𝗻𝗴...
𝗕𝗶𝗮𝗿 𝗺𝗮𝗺𝗶 𝘁𝗮𝗺𝗯𝗮𝗵 𝘀𝗲𝗺𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁 𝘂𝗽𝗻𝘆𝗮.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Nor Azlin
kamu mana tau deh kerana kamu menguruskan ansk pungut itu lebih daro anak kandung mu yah ...ansk sendiri ksmu tidak tau naik spa pergi sekolah nya mslah anak pungut mu itu ke enaksn aja nsik mobil berserta supir nya pulang pergi antar jemput yah anak kandung mu kamu tidsk ingat di jemput siapa pergi pake spa bodoh amat jadi ibu ...idea siapa yang mengambil anak angkat ni pasti idea kamu yah atau jangan katakan itu anak selingkuhan suami mu tapi dia bilang ansk panti yah😂😂😂 maka nya jadi lah anak angkat kslian yah dasar orang bodoh sudah anak tiga masih cari penyskit mengambil anak yang bukan darah dahing sendiri yah ...lanjutkan thor
2025-08-30
1
Afriyeni Official
ibuk sendiri bingung, apalagi yg baca juga bingung pengen nanya sama authornya kapan Calista bisa jago masak /Facepalm/
2025-08-08
1
Asya
begitulah kalau kurang merhatiin anak, hanya tau menghakimi tanpa mencari tau terlebih dahulu jadinya yah gitu, nggak bakalan tau apa² tentang anak.
2025-07-28
2