Masih di posisi yang sama, kedua pria itu memaksa Riris untuk menyerahkan motornya. Gadis itu benar-benar bingung dan sangat ketakutan sekarang.
Ia ingin mencoba menahan motor kesayangan nya. Namun, dirinya benar-benar sangat takut. Sebuah pisau yang di pegang pria itu sangat dekat dengan wajahnya.
Riris ingin berteriak meminta tolong, keberuntung tidak berpihak padanya. Suasana di sekitarnya sangat sepi, ia sangat berharap ada seseorang yang menolongnya.
"Woii, berani nya keroyok cewe! Banci Lo!" teriak seseorang.
Sontak ketiganya langsung menoleh, terlihat seorang pria menghentikan motor sport nya tidak jauh dari mereka. Pria itu mulai membuka helmnya membuat Riris terkejut.
"Sini lawan gue kalau berani!" ucapnya sambil menghampiri mereka dengan wajah datar.
"Berisik Lo anj1ng!" kedua orang jahat itu langsung menyerangnya.
Riris turun dari motor dan melihat mereka dengan tubuh bergetar. Ia menutup mata dan telinganya tidak ingin menyaksikan keributan di depannya.
Bug! Bug!
Suara pukulan terus terdengar, walaupun seberapa kencang ia menutup telinganya suara itu masih terdengar jelas. Rasa takut terus menghantui gadis itu.
Srett!
"Ahkk!"
"Sh1t!"
Riris sontak langsung membuka matanya, terlihat pria yang menolongnya tak lain adalah Alkan. Tangan kirinya berdarah karena tergores pisau.
Riris melihat jelas lengan mulus pria itu terluka, darah segar terus menetes kemana-mana.
Melihat itu membuatnya semakin ketakutan, tubuhnya semakin bergetar hebat. Keringat dingin membasahi tubuhnya, ia memejamkan matanya. Bayangan-bayangan kelam mulai terlintas di benaknya. Dadanya sangat sesak, nafasnya mulai terengah. Gadis itu merosotkan tubuhnya berjongkok dengan terisak pelan.
Alkan meringis pelan melihat lengannya yang terluka. Ia melirik ke arah Riris yang sedang berjongkok ketakutan sambil menelungkupkan wajahnya dengan bertumpu pada tangan dan kakinya.
Tak memperdulikan rasa sakitnya, pria itu kembali menghajar lawannya dengan membabi buta.
Bug! Sreng! Bug!
Ia menendang tangan penjahat itu hingga sebuah pisau yang di pegangnya terpental sangat jauh. Lalu ia kembali menonjok wajahnya hingga terjatuh. Walaupun dengan tangannya terluka, Alkan terus memukuli mereka hingga babak belur.
Ia mulai menghela nafasnya saat kedua penjahat itu sudah menyerah dan langsung lari terbirit-birit. Alkan menoleh menatap Riris yang masih dalam posisinya, kakinya mulai melangkah menghampirinya.
"Kamu gapapa?" tanyanya yang tidak di jawab oleh gadis itu.
Alkan melihat tubuhnya bergetar hebat, suara isak tangis terdengar dengan deru nafas yang tidak stabil.
Karena khawatir Alkan langsung menarik lengan gadis itu pelan. Gadis itu mendongak dengan wajah yang sudah basah dengan air mata, ia memegangi dadanya yang terasa semakin sesak.
Dengan tangan bergetar, gadis itu menatap Alkan sambil menunjuk pelan ke arah tas ranselnya yang menggantung di motornya.
"O-bat ..." ucapnya dengan nafas yang terus terengah-engah.
Alkan segera meraih tas ransel milik gadis itu dan langsung memberikannya. Riris membuka tas nya pelan dan mencari sesuatu yang selalu ia bawa kemana-mana.
Tak lama ia menemukan apa yang di carinya. Alkan memperhatikan botol kecil yang di genggamnya. Ia terus menatap gadis itu yang mulai memasukan satu tablet obat dan segera meraih botol minum di dalam tasnya.
Perlahan nafas Riris kembali normal, ia sudah tidak merasakan sesak lagi. Namun, tubuhnya masih bergetar pelan karena masih sangat takut.
Wajahnya mendongak, menatap Alkan yang hanya diam memperhatikan. Lalu pandangannya beralih menatap luka pada lengan Alkan yang sudah sedikit mengering.
"M-mas, tangannya..." lirihnya.
"Cuman luka kecil," ucapnya santai.
Kecil darimana, padahal jelas luka goresan itu lumayan besar. Darah menetes dimana-mana dan lengan kiri pria itu sudah di penuhi oleh darah.
Riris segera mengambil tisu basah di tas nya. Dengan berani ia mencoba membersihkan lukanya dengan tangan bergetar. Terkadang ia memejamkan matanya takut, tapi berusaha melawan rasa takutnya.
Alkan diam-diam memperhatikan gadis itu yang masih fokus membersihkan lukanya. Wajah yang sembab, hidung merah dengan pipi chubby yang ikut memerah. Sangat lucu, tanpa sadar ia tersenyum tipis.
Setelah selesai mengelap darah yang ada di tangannya, Riris beralih menatap wajahnya yang terdapat banyak luka. Sudut bibir berdarah, dengan pipi lebam membuat gadis itu merasa sangat bersalah.
Riris kembali mengambil tisu basah yang baru dan dengan sangat lembut ia membersihkan luka yang ada di wajahnya. Alkan terdiam membeku karena jarak mereka yang sangat dekat.
Jantung Riris berdegup sangat kencang, ia bisa merasakan hembusan nafas hangat pria yang di sukai nya. Dengan cepat ia menyelesaikannya, dan langsung sedikit menjauh darinya.
"Maaf lancang," ucapnya pelan sambil menunduk.
"Hm," Alkan hanya berdehem sambil mengalihkan pandangannya.
"Terimakasih, Mas. Maaf gara-gara Aku jadi terluka," ucapnya lagi merasa tidak enak.
"Gapapa," jawabnya singkat lalu berdiri dari posisinya.
Alkan menatap sekelilingnya sangat sepi. Mungkin karena habis hujan dan pernah terjadi pembegalan baru-baru ini, membuat jalanan ini menjadi sepi.
Seperti saat ini, pembegalan itu kembali terjadi pada seorang gadis SMA. Untung saja Alkan kebetulan lewat. Memang beberapa saat setelah Riris pergi, ia juga pergi berniat nongkrong bersama teman-temannya. Sudah sangat lama ia tidak menongkrong karena beberapa tahun tinggal di jepang.
Alkan kembali menatap Riris yang sedang mencoba menenangkan dirinya sendiri. Gadis itu masih ketakutan, tubuhnya masih bergetar pelan membuatnya terlihat sangat lemas. Melihat itu Alkan langsung meraih ponsel di sakunya dan segera menghubungi seseorang.
"Datang ke tempat yang gue share lok sekarang! Berdua! Teman adek gue baru kena begal, dia masih ketakutan. Tolong bawain motornya," ucapnya pada seseorang di sebrang sana.
Tidak berapa lama sebuah motor sport berhenti tidak jauh dari mereka. Dua orang pria berjalan menghampiri, Alkan berjabat tangan lalu memeluk mereka ala cowok. Mereka adalah teman-temannya yang sudah lama tidak bertemu, kebetulan tempat nongkrong mereka tidak jauh dengan posisinya sekarang.
"Tangan Lo gapapa?" tanya temannya melihat luka goresan di lengan Alkan.
"Fine," pria itu hanya menggeleng pelan.
Alkan kembali berjongkok mendekati Riris yang masih diam dalam posisinya.
"Ayo pulang," ajaknya sambil membantu gadis itu berdiri.
Alkan mencoba menahannya saat gadis itu ingin terjatuh karena lemas. Bisa di lihat tubuhnya masih bergetar pelan.
Sebesar apa traumanya hingga ia sangat ketakutan seperti itu? Itulah yang ada dalam pikiran Alkan. Bisa di lihat jelas gadis itu tadi sangat ketakutan sampai tidak bisa bernafas. Dan ia bisa tenang hanya dengan obat yang sepertinya selalu di bawa kemanapun ia pergi.
Tanpa sadar Alkan menggenggam tangan gadis itu pelan. Ia menoleh pada teman-temannya yang sedang tersenyum memperhatikannya.
"Satu orang bawa motornya. Dan Lo berdua ikutin gue!" titahnya yang langsung di angguki oleh keduanya.
Riris hanya terdiam lemas, ia melirik tangannya yang di genggamnya. Senyuman tipis mengembang di sudut bibirnya, lalu ia mendongak menatap kedua temannya Alkan yang sedang tersenyum padanya. Riris tersenyum manis membalas senyuman mereka.
...***...
...Aku juga ingin tenang, tanpa obat....
...-Riris...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments