Bab 3_Rencana Pernikahan

Hari itu seharusnya hari biasa. Tapi satu tayangan berita pagi mengubah segalanya.

"Breaking News: Video Tak Pantas Diduga Libatkan Anggota DPR Dr. Arman Maxzella"

Namira menatap layar televisi dengan wajah membeku. Tak butuh pakar forensik digital untuk mengenali sosok pria yang diburamkan di rekaman itu. Nada suara presenter yang tenang justru membuat dunia di sekelilingnya terasa bergemuruh. Namira memegang gelas kopinya erat. Terlalu erat. Tangannya bergetar hebat.

Dalam hitungan menit, notifikasi ponselnya meledak.

Nam, itu beneran papa mu?

Kamu nggak bakal klarifikasi?

Gelar MBA tapi nggak bisa kendalikan rumah sendiri? Ironis ya.

Kalimat terakhir menusuk. Tak logis, tapi publik tak butuh logika. Mereka butuh bahan gosip. Namira tidak segera mematikan televisi. Ia biarkan suara dari layar menyusup ke ruang duduk apartemennya yang serba rapi dan dingin. Video yang viral sejak dini hari itu terus diputar ulang oleh berbagai kanal berita. Wajah pria yang diburamkan itu, suara rendah dengan diksi khas, gestur tangan yang terlalu ia kenal... semua merayapi pikirannya seperti racun yang menyusup perlahan.

Dr. Arman Maxzella

Anggota DPR, ayah kandungnya. Figur sentral dalam hidup yang selama ini ia dekati dari kejauhan bukan karena jarak, tapi karena ketidakpercayaan yang perlahan tumbuh sejak remaja. Dulu ia pikir intuisi remaja hanya paranoia. Tapi sekarang? Buktinya terpampang jelas. Bukan sekadar desas-desus atau rumor politik. Ini visual…. Ini viral… Ini nyata….

Ia meremas gelas kopi di tangannya, tak menyadari bahwa sebagian isi kopi sudah tumpah ke taplak meja.

Beberapa detik kemudian, ponselnya mulai bergetar. Pertama dari grup keluarga besar. Lalu kolega di kantor. Teman SMA yang sudah lama tak menyapa. Bahkan seorang jurnalis gaya hidup yang dulu pernah mewawancarainya untuk segmen “Perempuan Berpengaruh di Balik Startup Ternama”.

Notifikasi datang seperti tembakan peluru.

Tiap satu menyentuh layar, satu sisi dalam dirinya runtuh sedikit demi sedikit.

Kamu nggak akan buat pernyataan resmi?

Namira, kamu masih tinggal di rumah Papa? Atau sudah pisah properti?

Kami perlu tahu sikapmu agar komunikasi ke media bisa kami kendalikan.

Pernyataan, sikap, komunikasi. Semua kata-kata itu terasa asing, dingin dan mekanis. Seolah yang sedang disorot bukan kehidupan, tapi krisis PR sebuah perusahaan.

Namira berjalan ke dapur, mencuci tangan dengan gerakan tak beraturan. Tangannya menggigil. Ia berhenti, menatap wajahnya di pantulan lemari kaca. Matanya terlihat lelah. Tpi lebih dari itu, ia merasa asing dengan dirinya sendiri.

Selama ini ia pikir dirinya kuat. Ia pikir, hidup di bawah bayang-bayang nama besar ayahnya membuatnya kebal. Ia pikir, pencapaian akademik dan karier profesionalnya cukup menjadi benteng. Tapi tidak. Viralitas menghancurkan logika. Citra keluarga adalah medan perang, dan sekarang, ia sedang berdiri di garis tembak.

...****************...

Siang hari, ia akhirnya memenuhi panggilan ibunya. Tanpa banyak bicara, ia memesan mobil daring dan menuju rumah besar yang berdiri angkuh di kawasan elit lama Jakarta Selatan—rumah tempat ia tumbuh tapi tak pernah benar-benar merasa ‘pulang’.

Setibanya, ia disambut oleh para asisten rumah tangga dengan wajah penuh simpati palsu. Salah satunya sempat berbisik, “Sabar ya, Mbak Namira.”

Namira hanya mengangguk sekilas, menolak tatapan iba itu.

Di ruang tengah, ibunya sudah duduk dengan setelan blus biru laut dan kalung mutiara, terlihat siap untuk wawancara, bukan percakapan keluarga.

“Duduklah,” perintah sang ibu, tanpa ekspresi.

Namira menurut, duduk berhadapan di sofa panjang.

“Jadi,” suara Bu Mirna datar.

“Kamu mau kita atur konferensi pers atau tidak?”

Namira mengernyit.

“Mama mengira aku akan berdiri di depan kamera untuk... membela Papa?”

“Bukan membela. Menjernihkan. Memberi kesan bahwa keluarga ini solid. Masih terkendali.”

Namira tertawa pendek, getir.

“Kesan, Ma? Kesan seperti apa? Seolah video itu tidak pernah ada? Seolah kita masih keluarga harmonis dengan anak perempuan berprestasi yang selalu menjadi 'PR asset'?”

Sang ibu menghela napas. Lama.

“Dengar baik-baik, Namira. Dunia ini tidak menunggu orang yang sibuk merasa benar. Dunia ini bergerak berdasarkan persepsi dan persepsi bisa dihancurkan dalam satu malam. Seperti sekarang.”

“Lalu aku harus mengorbankan harga diri sendiri demi persepsi itu?”

Ibunya menatapnya, lama. “Harga diri apa yang kamu pertahankan kalau semua yang sudah dibangun keluarga ini runtuh?”

Hening merayap di antara mereka.

Namira menunduk. Ada rasa perih yang tak bisa ia jelaskan. Seolah setiap kata ibunya adalah cambuk yang mengingatkan bahwa ia bukan bagian dari dunia yang benar-benar ia pilih. Ia hanya pion dalam narasi yang sudah digariskan sejak dulu.

“Aku sudah cukup lama menahan diri, Ma,” katanya lirih.

“Aku sekolah tinggi, bekerja keras, membuktikan bahwa aku bukan hanya anak pejabat. Tapi pada akhirnya, nama belakangku tetap menjadi penjara.”

“Penjara atau perlindungan. Tergantung dari sisi mana kamu melihatnya.”

Namira mendongak, sorot matanya tajam.

“dan sisi Mama selalu sisi kontrol.”

Sang ibu tidak tersinggung. Ia hanya menyandarkan diri ke sofa, menatap ke arah jendela.

“Kita tidak punya waktu untuk debat moral. Namira, yang kita miliki sekarang adalah waktu yang sempit dan krisis yang meluas. Kita butuh simbol. Sesuatu yang bisa mengalihkan perhatian. Menikah adalah salah satu cara tercepat.”

Namira mencengkeram sisi kursinya.

“Jadi aku hanya... alat penyeimbang opini publik?”

“Tidak. Kamu tetap anak Mama. Tapi kamu juga pewaris realitas yang sudah kita bangun selama puluhan tahun. Kita tidak bisa pura-pura bahwa kamu lepas dari semua ini.”

“Bukankah itu justru bukti betapa rusaknya sistem yang Mama bela?”

“Idealismemu indah,” jawab Sang ibu.

“Tapi tidak berguna dalam manajemen krisis.”

Kalimat itu menampar. Bukan karena kasar, tapi karena terlalu jujur dan Namira tahu, Mamannya tak pernah membuang waktu untuk basa-basi.

Setelah percakapan itu berakhir, Namira naik ke kamar lamanya. Sudah bertahun-tahun tak ia tempati, tapi tetap dibiarkan seperti dulu. Foto-foto kelulusan, sertifikat olimpiade, rak buku penuh jurnal dan biografi pemimpin dunia... semua jadi artefak masa lalu.

Ia berdiri lama di depan cermin. Kini ia tahu, cermin bisa memantulkan lebih dari sekadar wajah. Ia bisa memantulkan harapan yang memudar, luka yang tak sempat sembuh, dan ambisi yang perlahan berubah menjadi kelelahan.

Namira duduk di tepi ranjang dan membuka email dari kantor. Ada pesan dari seorang koleganya, menyampaikan “dukungan moral” dan saran untuk “rebranding personal bila perlu”.

“Rebranding?” pikirnya sinis.

Sejak kapan identitas manusia bisa dipoles seperti logo?

Sore mulai turun. Suara azan menggema dari kejauhan, samar di balik kaca jendela. Tapi hati Namira tak tenang. Ia bukan mencari Tuhan, bukan juga mencari pelarian. Ia hanya mencoba bertahan di tengah riuhnya tuntutan yang tak memberinya waktu untuk bernapas.

Ia menyalakan laptop. Membuka folder lama. Di sana ada draft naskah novel yang pernah ia mulai tulis diam-diam, cerita tentang seorang perempuan yang memilih hidup di kota kecil dan membangun yayasan bagi anak-anak yang gemar membaca buku. Jauh dari politik, jauh dari tekanan.

Namira membaca paragraf awalnya, lalu menutupnya lagi. Terlalu utopis. Terlalu jauh dari realitas sekarang. Ia mengembuskan napas panjang. Mungkin, pada akhirnya, kekuatan bukan soal menolak kenyataan. Tapi bagaimana berdiri tegak ketika kenyataan itu menamparmu tanpa ampun.

Malam pun tiba. Tidak membawa ketenangan. Hanya gelap yang lebih jujur dari semua orang yang menyuruhnya ‘tenang saja’.

Terpopuler

Comments

NurAzizah504

NurAzizah504

mantap. aku bawa bunga dan subscribe juga ya. biar ga ketinggalan. semangat!

2025-06-22

1

Riddle Girl

Riddle Girl

aku kasih bintang 5 ya, Thor. semangat nulisnya/Smile//Heart/

2025-06-28

0

Risfani Nur

Risfani Nur

mantap

2025-07-08

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1_Paket Salah Kirim
2 Bab 2_Sean Mahendra
3 Bab 3_Rencana Pernikahan
4 Bab 4_Tawaran Absurd
5 Bab 5_Nikah Paksa
6 Bab 6_Apartemen Dua Dunia
7 Bab 7_Sarapan Pertama Pertengkaran Pertama
8 Bab 8_Di Balik Jaket Kurir
9 Bab 9_Perasaan yang Menggelitik
10 Bab 10_Merekah dalam Sunyi
11 Bab 11_Pertemuan dengan Ibu Sean
12 Bab 12_Jejak yang Belum Usai
13 Bab 13_Bibit Cemburu
14 Bab 14_Luka yang Tak Tampak
15 Bab 15_Hari Tanpa Rencana
16 Bab 16_Masa Lalu yang Terus Mengganggu
17 Bab 17_Konfrontasi Rasa
18 Bab 18_Dalam Hujan yang Tak Kunjung Usai
19 Bab 19_Mencari Jalan
20 Bab 20_Rasa yang Tak Terbendung
21 Bab 21_Diam yang Berbicara
22 Bab 22_Undangan yang Menjebak
23 Bab 23_Luka yang Tak Terhindarkan
24 Bab 24_Dua Sisi Kebenaran
25 Bab 25_Aku yang Akan Melindungimu
26 Bab 26_Kebenaran yang Tersembunyi
27 Bab 27_Janji yang Tidak Akan Terlepas
28 Bab 28_Saat Kebenaran Tak Dapat Lagi Dibungkam
29 Bab 29_Kebenaran yang Terancam
30 Bab 30_Kebenaran yang Tak Bisa Dibungkam
31 Bab 31_Luka yang Mempertemukan
32 Bab 32_Kebenaran Tidak Pernah Mati
33 Bab 33_Cinta yang Menuntun Kebenaran
34 Bab 34_Jerat yang Memikat
35 Bab 35_Luka yang Disembuhkan
36 Bab 36_Bayangan Di Balik Tirai
37 Bab 37_Kebenaran yang Layak Dipertahankan
38 38_Ketika Bayang-Bayang Mulai Tumbang
39 Bab 39_Harapan yang Menyala
40 Bab 40_Menjemput Keadilan
41 Bab 41_Diantara Hutan Pinus dan Pertanyaan
42 Bab 42_Keadilan yang Terus Membara
43 Bab 43_Bayangan yang Tak Pernah Pergi
44 Bab 44_Luka yang Terkubur
45 Bab 45_Luka Masa Lalu yang Tak Kunjung Usai
46 Bab 46_Potongan Masa Lalu
47 Bab 47_Tanpa Sekat
48 Bab 48_Ombak yang Menyimpan Luka
49 Bab 49_Rasa Sakit yang Kembali Menggema
50 Bab 50_Retakan dan Perpisahan
51 Bab 51_Pelarian dan Pecahnya Garis Pertahanan
52 Bab 52_Kabut yang Tak Mau Pergi
53 Bab 53_Jalan yang Terjal dan Berliku
54 Bab 54_Reputasi yang Dirusak Cinta yang Diuji
55 Bab 55_Diambang Kehancuran
56 Bab 56_Fakta yang Dibawa Leonard
57 Bab 57_Strategi Leonard
58 Bab 58_Mencari Celah
59 Bab 59_Perangkap dalam Bayang-Bayang
60 Bab 60_Langkah Di Ujung Senja
61 Bab 61_Diantara Keping Kebenaran
62 Bab 62_Bayang-Bayang yang Mengintai
63 Bab 63_Cinta Di tengah Penghakiman
64 Bab 64_Asa yang Mencuat
65 Bab 65_Dibalik Tirai Kebenaran
66 Bab 66_Kembali Berdiri Di Garis Depan
67 Bab 67_Dibalik Topeng Kekuatan
68 Bab 68_Titik Ledak Kebenaran
69 Bab 69_Kekuatan yang Tak Bisa Dipecah
70 Bab 70_Tahun Ketika Masa Kelam Dimulai
71 Bab 71_Retakan Di Tengah Cinta
72 Bab 72_Titik Paling Gelap
73 Bab 73_Pecah
74 Bab 74_Sisa-sisa Luka dan Api yang Menyala
75 Bab 75_Tidak Akan Ada Kata Maaf
76 Bab 76_Di Atas Segala Luka
77 Bab 77_Luka yang Menentukan
78 Bab 78_Pengadilan Luka
79 Bab 79_Hukuman Setimpal
80 Bab 80_Badai yang Mereda
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Bab 1_Paket Salah Kirim
2
Bab 2_Sean Mahendra
3
Bab 3_Rencana Pernikahan
4
Bab 4_Tawaran Absurd
5
Bab 5_Nikah Paksa
6
Bab 6_Apartemen Dua Dunia
7
Bab 7_Sarapan Pertama Pertengkaran Pertama
8
Bab 8_Di Balik Jaket Kurir
9
Bab 9_Perasaan yang Menggelitik
10
Bab 10_Merekah dalam Sunyi
11
Bab 11_Pertemuan dengan Ibu Sean
12
Bab 12_Jejak yang Belum Usai
13
Bab 13_Bibit Cemburu
14
Bab 14_Luka yang Tak Tampak
15
Bab 15_Hari Tanpa Rencana
16
Bab 16_Masa Lalu yang Terus Mengganggu
17
Bab 17_Konfrontasi Rasa
18
Bab 18_Dalam Hujan yang Tak Kunjung Usai
19
Bab 19_Mencari Jalan
20
Bab 20_Rasa yang Tak Terbendung
21
Bab 21_Diam yang Berbicara
22
Bab 22_Undangan yang Menjebak
23
Bab 23_Luka yang Tak Terhindarkan
24
Bab 24_Dua Sisi Kebenaran
25
Bab 25_Aku yang Akan Melindungimu
26
Bab 26_Kebenaran yang Tersembunyi
27
Bab 27_Janji yang Tidak Akan Terlepas
28
Bab 28_Saat Kebenaran Tak Dapat Lagi Dibungkam
29
Bab 29_Kebenaran yang Terancam
30
Bab 30_Kebenaran yang Tak Bisa Dibungkam
31
Bab 31_Luka yang Mempertemukan
32
Bab 32_Kebenaran Tidak Pernah Mati
33
Bab 33_Cinta yang Menuntun Kebenaran
34
Bab 34_Jerat yang Memikat
35
Bab 35_Luka yang Disembuhkan
36
Bab 36_Bayangan Di Balik Tirai
37
Bab 37_Kebenaran yang Layak Dipertahankan
38
38_Ketika Bayang-Bayang Mulai Tumbang
39
Bab 39_Harapan yang Menyala
40
Bab 40_Menjemput Keadilan
41
Bab 41_Diantara Hutan Pinus dan Pertanyaan
42
Bab 42_Keadilan yang Terus Membara
43
Bab 43_Bayangan yang Tak Pernah Pergi
44
Bab 44_Luka yang Terkubur
45
Bab 45_Luka Masa Lalu yang Tak Kunjung Usai
46
Bab 46_Potongan Masa Lalu
47
Bab 47_Tanpa Sekat
48
Bab 48_Ombak yang Menyimpan Luka
49
Bab 49_Rasa Sakit yang Kembali Menggema
50
Bab 50_Retakan dan Perpisahan
51
Bab 51_Pelarian dan Pecahnya Garis Pertahanan
52
Bab 52_Kabut yang Tak Mau Pergi
53
Bab 53_Jalan yang Terjal dan Berliku
54
Bab 54_Reputasi yang Dirusak Cinta yang Diuji
55
Bab 55_Diambang Kehancuran
56
Bab 56_Fakta yang Dibawa Leonard
57
Bab 57_Strategi Leonard
58
Bab 58_Mencari Celah
59
Bab 59_Perangkap dalam Bayang-Bayang
60
Bab 60_Langkah Di Ujung Senja
61
Bab 61_Diantara Keping Kebenaran
62
Bab 62_Bayang-Bayang yang Mengintai
63
Bab 63_Cinta Di tengah Penghakiman
64
Bab 64_Asa yang Mencuat
65
Bab 65_Dibalik Tirai Kebenaran
66
Bab 66_Kembali Berdiri Di Garis Depan
67
Bab 67_Dibalik Topeng Kekuatan
68
Bab 68_Titik Ledak Kebenaran
69
Bab 69_Kekuatan yang Tak Bisa Dipecah
70
Bab 70_Tahun Ketika Masa Kelam Dimulai
71
Bab 71_Retakan Di Tengah Cinta
72
Bab 72_Titik Paling Gelap
73
Bab 73_Pecah
74
Bab 74_Sisa-sisa Luka dan Api yang Menyala
75
Bab 75_Tidak Akan Ada Kata Maaf
76
Bab 76_Di Atas Segala Luka
77
Bab 77_Luka yang Menentukan
78
Bab 78_Pengadilan Luka
79
Bab 79_Hukuman Setimpal
80
Bab 80_Badai yang Mereda

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!