Matahari baru saja naik di ufuk timur, membiaskan cahaya keemasan yang mengintip malu-malu lewat jendela kayu rumah sederhana itu. Tere terbangun dengan kepala berat. Matanya menatap langit-langit yang berbeda dari kamarnya di Jakarta yang mewah dan berpendingin udara. Aroma kayu tua, bau tanah basah, dan sedikit bau asap kayu bakar menyesakkan hatinya.
Ia mengerjap-ngerjapkan mata, menoleh ke sisi lain ruangan. Tidak ada siapa-siapa. Kaos oblong lusuh Arga masih melekat di tubuhnya, dipadukan celana pendek longgar. Pipinya memerah malu, teringat semalam betapa canggungnya saat menerima pakaian itu. Tapi tak ada pilihan lain. Gaun mahalnya sudah basah kuyup dan kotor.
Tere menarik napas panjang. “Astaga... aku ini istri orang sekarang. Istri... Arga. Siapa dia? Bahkan aku nyaris nggak tahu apa-apa soal dia...” batinnya penuh sesal.
Di luar kamar, terdengar suara panci beradu dengan sendok kayu. Aroma nasi goreng sederhana mulai menyeruak ke dalam ruangan. Tere menggigit bibir bawahnya.
“Dia... masak untuk aku?”
Tak lama, pintu diketuk pelan.
“Mba... mba Tere, sarapan dulu ya. Aku masak seadanya...” suara Arga terdengar gugup.
Tere diam. Gengsinya setinggi langit. Ia ingin menolak. Tapi perutnya berbunyi nyaring, menghianati niatnya.
“Taruh aja di meja...” ucapnya ketus.
Arga masuk perlahan, meletakkan sepiring nasi goreng hangat di atas meja kecil di sudut ruangan. Ia menyelipkan pandangannya pada Tere, lalu buru-buru menunduk. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya.
“Cantik banget...” gumamnya dalam hati, sebelum akhirnya keluar dan menutup pintu.
Tere menatap piring itu. Sederhana, hanya nasi goreng polos dan telur dadar, tapi aromanya menggoda.
“Ya ampun... bahkan masakan sederhana dia bikin aku lapar gini...” desahnya. Dengan ragu, ia mulai menyuap. Pelan-pelan. Hingga akhirnya tak sadar piring itu kosong.
Sementara itu, di Jakarta...
Bu Linda duduk di ruang keluarga, gelisah. Berkali-kali menatap layar ponselnya.
“Pa..! Tere nggak bisa dihubungi. Kamu lihat kan? Dia nggak pernah begini sebelumnya!”
Pak Adrian menoleh dari koran yang dibacanya.
“ma... kamu jangan terlalu panik dulu. Mungkin sinyalnya jelek. Atau dia lagi sibuk kerja. Dia itu anak Papa, kamu tahu sendiri, selalu bertanggung jawab.”
Air mata mulai membasahi sudut mata Bu Linda.
“Kalau memang dia bertanggung jawab, harusnya dia kasih kabar. Aku khawatir terjadi apa-apa, Pa. Perempuan itu lemah... apalagi di luar sana...”
Pak Adrian akhirnya mengalah.
“Baiklah. Aku minta sekretaris cari tahu. Kita tunggu kabar sampai sore, kalau belum ada, kita sewa detektif pribadi.”
Di rumah Arga...
Tere sudah selesai makan dan beranjak ke kamar mandi. Suara jerit kecil terdengar.
“Airnya dingin banget!”
Arga yang sedang memotong kayu di halaman mendengarnya. Bergegas ia memanaskan air di tungku. Beberapa menit kemudian, ia membawa baskom air hangat ke depan kamar mandi.
“Mba Tere... aku taruh air hangat di sini ya...” katanya lirih.
Tere tercekat mendengar suara itu.
“Kenapa sih dia baik banget...” batinnya.
Ia membuka sedikit pintu, hanya cukup untuk mengambil baskom itu. Saat mata mereka bertemu sekilas, jantung keduanya serasa berhenti.
Arga langsung menunduk, wajahnya memerah.
Tere buru-buru menutup pintu kembali, hatinya berkecamuk.
akhirnya teresia selesai mandi, arga melihat tere hanya menggunakan handuk kulit putih rambut nya basah menambah kecantikan nya, arga terpaku lalu sadar dan mengalihkan pandangan nya.
arga bicara" mba nanti mba pilih saja baju yang di lemari aku, aku tidak bisa memilih nya. tere hanya mengangguk.
Siang itu, setelah semua selesai, Arga mempersilakan Tere duduk di ruang depan. Rumah itu bersih meski sederhana. Arga mengambilkan teh hangat.
“Kalau ada apa-apa, mba bilang aja ya. Aku mau ke kebun sebentar. Nggak jauh, cuma di belakang rumah.”
Tere mengangguk kecil. Dalam hatinya, ia mulai mengakui satu hal:
“Dia sopan, dia perhatian......”
Arga berjalan pergi, sementara Tere menatap punggungnya yang mulai menjauh. Angin siang membawa aroma rumput basah dan tanah, seolah ikut menertawakan gengsi yang masih membelenggu hatinya.
Dan untuk pertama kalinya, Teresia merasakan...
Rumah sederhana itu tak lagi terlalu asing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
nuraeinieni
arga baik
2025-06-21
0