Akhirnya bertemu kembali

Semua karyawan dan juga staf rumah sakit berkumpul di sebuah ruangan yang merupakan aula pertemuan, hari ini akan diadakan acara penyambutan untuk beberapa dokter baru termasuk Dokter Vanya. Walau Vanya bukannya dokter baru di sana, tapi dia tetap mendapatkan perlakuan yang sama.

Wila merangkul bahu Raysa, mereka kebetulan berpapasan di depan pintu masuk.

“Dari mana Ray?” Tanya Wila.

“Dari ruangan pasien.” Jawab Raysa.

“Sama aku juga, begini ya nasib kita jadi dokter muda. Disaat semua orang bersenang-senang didalam kita malah tetap bekerja.” Balas Wila, Raysa tersenyum mendengarnya.

Raysa dan Wila segera memasuki ruangan, mereka tersenyum menyapa semua orang yang berpapasan dengan mereka. Raysa dan Wila lebih memilih berdiri di meja hidangan dari pada berbaur, karena mereka menganggap kalau mereka bukan lah siapa-siapa disana dibandingkan dengan dokter-dokter yang lain.

“Ray, sini.” Panggil Bastian, Raysa menganggukkan kepalanya.

“Aku kesana dulu ya Wil.” Ucap Raysa meletakkan piring makanannya.

“Oke.” Balas Wila melanjutkan makan.

Raysa mendatangi dokter Bastian, pria itu sedang bersama seorang wanita yang seumuran dengannya.

“Ray, perkenalkan dokter Vanya.” Ucap Bastian, Raysa mengulurkan tangan.

“Raysa Dokter.” 

“Vanya.” Balas Vanya menyambut uluran tangan Raysa.

“Raysa asisten aku, nanti kamu bisa juga minta bantuannya Van.” Ucap Bastian, Vanya menganggukkan kepala dan tersenyum tipis kearah Raysa.

Setelah perkenalan itu, Raysa kembali ke meja hidangan dan segera mengajak Wila keluar karena masih banyak pekerjaan yang menunggu mereka.

“Tadi siapa Ray?” Tanya Wila.

“Dokter yang kamu tunggu-tunggu.” Jawab Raysa tertawa, Wila menatap heran ke arahnya dan setelah itu baru teringat akan sesuatu.

“Dokter Vanya?” 

“Iya, dia dokter Vanya. Cantikan?” Jawab Raysa, Wila menganggukkan kepala setuju.

….

Sore menjelang, Raysa yang sudah selesai memeriksa pasiennya bersiap untuk pulang. Dia segera mengganti baju di ruang ganti, tapi seketika suasana disana menjadi riuh dan berisik.

“Wila, ada apa?” Tanya Raysa heran.

“Ugd lagi ramai, banyak pasien tertembak dan terluka.” Jawab Wila yang kembali mengganti bajunya karena kebetulan Wila bertugas di ruangan itu.

“Ha? Kenapa?” 

“Entahlah, sepertinya korban dari perseteruan dua organisasi mafia. Aku juga tidak paham.” Jawab Wila.

“Masih ada ya sekarang kejadian seperti itu, ngeri sekali.” Balas Raysa.

“Aku juga tidak mengerti tujuan mereka, sudahlah…tugas kita hanya mengobati, kamu mau kemana? Pulang?” 

“Iya, tapi ke ruangan dokter Bastian dulu mengantarkan laporan.” Jawab Raysa.

“Oke, hati-hati ya.” Balas Wila melambaikan tangan dan berlari keluar.

Raysa melewati UGD dan ternyata benar, di dalam ruangan itu terlihat sangat ramai. Raysa tidak masuk kedalam dan kembali melangkahkan kakinya menuju ruangan Bastian.

“Kamu ini, baru juga sampai.” Umpat Bastian kepada seseorang dan terdengar dari pintu luar ketika Raysa akan mengetuk pintu.

Tok..tok..

“Ini saya Raysa.” Teriaknya dari luar.

“Oke, masuk saja.” Sahut Bastian dari dalam, Raysa perlahan buka pintu dan melihat ke arah ranjang pasien.

Jantung Raysa langsung berdetak dengan kencang ketika matanya bertemu dengan mata Elang, Elang juga merasakan hal yang sama.

“Raysa.” Panggil Elang lirih dengan tatapan penuh kerinduan.

“Kak.” Balas Raysa terpaku di tempatnya berdiri.

“Kalian saling kenal?” Tanya Bastian heran, Raysa menganggukkan kepala pelan.

“Baguslah, jadi kamu bisa membantu saya. Sebaiknya kamu tutup dulu pintunya Ray, biar tidak ada yang mengetahui.” Ucap Bastian, Raysa segera membalikkan badan menutup pintu dan berjalan mendekati Elang.

“Kakak kenapa terluka seperti ini?” Tanya Raysa sendu melihat kondisi Elang

Baju bagian dada Elang sobek dan darah mengalir dari sana, begitu juga di bagian bahu kirinya.

Bastian segera merobek baju Elang dan melepaskan dari tubuh sepupunya itu, sekarang Elang bertelanjang dada di hadapan Raysa.

“Ray tolong kamu bersihkan dulu lukanya.” Perintah Bastian, Raysa segera mengambil kapas dan juga peralatan yang lain.

“Raysa, apa kabar?” Tanya Elang pelan mengabaikan pertanyaan wanita itu, dia menatap sendu ke arah Raysa yang sedang membersihkan lukanya.

“Baik kak, tapi tidak baik setelah melihat kondisi kakak.” Jawab Raysa, Elang tersenyum kecut mendengarnya.

“Selamat ya Ray, kamu sudah menjadi seorang dokter.” Balas Elang, Raysa mengangkat kepala dan menatap kedua mata Elang.

“Kak, apa tidak hanya cukup dua kali saja aku melihat kakak seperti ini? Apa harus ada yang ketiga kali dan seterusnya?” Tanya Raysa menatap sinis kepadanya, Elang kembali tersenyum tipis.

“Jangan takut, kakak akan baik-baik saja.” 

“Aku tidak takut, aku hanya syok kembali mengalami hal yang sama.” Balas Raysa kembali membersihkan luka Elang.

Elang terus menatap wanita di depannya, Raysa dengan cekatan membersihkan luka Elang dan juga membersihkan tubuh bagian atas pria itu biar tidak lagi ada sisa darah yang tertinggal disana.

10 tahun berlalu, Raysa tetap sama di mata Elang dan malah semakin cantik dan dewasa. Sekarang tidak ada tatapan ketakutan di mata wanita itu kepadanya.

Brak..pintu terbuka dan seorang wanita dengan tatapan cemas berjalan masuk kedalam.

Raysa terkejut melihatnya, tapi tidak dengan Elang dan Bastian.

“Astaga Elang, kamu terluka lagi.” Ucap Vanya akan meraih kapas di tangan Raysa, tapi langsung di larang oleh Elang.

“Biarkan dia saja yang melakukannya.” Sela Elang.

“Biar aku saja, aku sudah biasa.” Bantah Vanya akan kembali mengambil kapas di tangan Raysa.

“Kamu cukup diam duduk, kalau masih berisik sebaiknya kamu keluar.” Balas Elang yang tetap menolak, Vanya mendengus kasar dan menatap marah kearah Raysa.

“Sebaiknya saya saja yang keluar.” Ucap Raysa tidak nyaman dengan tatapan Vanya kepadanya.

“Kamu dokter kan? Dan tugas kamu mengobati pasien, maka lakukan.” Ucap Elang dengan nada suara datar tapi mengerikan.

Raysa menghela nafas mendengarnya, situasinya sangat sulit saat ini. Dia tidak nyaman dengan tatapan marah Vanya, tapi yang dikatakan Elang juga benar. Akhirnya Raysa memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya.

“Ray, kamu jahit luka di dada Elang.” Ucap Bastian menyerahkan jarum kepadanya.

“Tidak dibius dulu dok?” Tanya Raysa.

“Tidak perlu, lakukanlah.” Elang yang menjawabnya.

“Tapi…” 

“Makanya biar aku saja, dia tidak akan paham.” Sela Vanya kembali berdiri.

“Lakukan Ray, aku tidak butuh obat bius.” Perintah Elang mengabaikan perkataan Vanya.

Raysa semakin pusing dengan situasi disana, kedua orang itu membuatnya kebingungan.

“Kamu yakin kak?” Tanya Raysa pelan, Elang menganggukkan kepala tersenyum.

“Tahan ya kak.” 

“Iya.” Jawab Elang.

Elang meringis ketika perlahan jarum jahit menusuk kulitnya, Raysa juga melakukan dengan sangat hati-hati. Tatapan Elang tidak lepas darinya, membuat Vanya semakin meradang dan terbakar api cemburu. Tatapan Elang bukanlah tatapan biasa dan selama ini Elang tidak pernah bersikap seperti itu kepadanya.

“Brengxxx.” Umpat Vanya didalam hati, dia akhirnya memutuskan keluar dari sana karena tidak tahan melihatnya.

Elang dan Bastian sama-sama tersenyum tipis melihat Vanya keluar, berbeda dengan Raysa yang merasa tidak senang dan yakin hidupnya tidak akan aman setelah ini. Dia yakin pasti Vanya akan mengganggu dan membuat masalah dengannya.

“Bahunya bagaimana dok?” Tanya Raysa yang hampir selesai menjahit luka didada Elang.

“Biar saya saja, kamu selesaikan saja pekerjaan kamu.” Jawab Bastian akan mengobati bagian bahu Elang dan mengeluarkan peluru dari dalam sana.

Setelah menutup luka di dada Elang, Raysa menghela nafasnya dan segera mendudukan tubuh di kursi tapi dia masih melihat ke arah bahu Elang. Elang kembali meringis ketika Bastian berhasil mengeluarkan peluru dari sana, Raysa juga ikut merasa lega.

“Bukannya kamu mau pulang Ray?” Tanya Bastian di sela-sela mengobati Elang.

“Iya dok, saya mengantarkan laporan.” Jawab Raysa melihat kearah Elang yang tersenyum kepadanya.

“Oke, kamu boleh pulang sekarang.” Balas Bastian.

“Pulang bareng kakak saja.” Sela Elang.

“Tidak usah kak, aku bawa mobil.” Bantah Raysa menolak.

“Kamu sudah lupa dengan apa yang dulu kakak bilang Ray, jangan terus membantah. Kakak tidak suka, jadi sebaiknya kamu menunggu dan kita pulang bersama.” 

“Tapi kak…” 

“Ray.” Panggil Elang memotong perkataan Raysa dengan wajah memelas.

“Baiklah.” Jawab Raysa pasrah, Elang langsung tersenyum senang.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!