Budi menghela berat, sejujurnya dia agak kesal karna ulah Tari, tapi laki-laki itu berhasil mengontrol diri.
Dia bangkit dan mendekati Tari yang masih menunduk, sejujurnya Tari agak menyesal karna telah bersikap kekanak-kanakan.
Budi meraih tangan Tari dan menggenggamnya dengan lembut, "Dek." panggilnya dengan suara pelan.
Panggilan itu membuat Tari mendongak, matanya beradu dengan mata hitam legam milik suaminya, hati Tari bergetar, dia mencintai laki-laki yang kini ada dihadapannya, bahkan sejak dulu, sejak remaja dia mengagumi sosok Budi, tidak pernah terfikir sebelumnya kalau ternyata dia berjodoh dengan Budi.
"Tari minta maaf mas, Tari tidak seharusnya bersikap kekanak-kanakan."
Budi meraih tubuh Tari dalam pelukannya, Tari melingkarkan tangannya ditubuh kokoh suaminya, ini untuk pertamakalinya dia dipeluk oleh laki-laki, dan pelukan suaminya terasa begitu sangat nyaman dan membuat rasa jengkelnya menghilang seketika.
Budi mencium puncak kepala istrinya, "Maafkan mas karna mengabaikanmu dek, saat-saat ini mas lagi sibuk-sibuknya jadi tidak punya banyak waktu untuk adek."
"Tari yang harusnya minta maaf mas, harusnya Tari ngerti kalau mas Budi sibuk, bukannya malah kekanak-kanakan, maafkan Tari karna gak bisa jadi istri yang baik."
Budi menggeleng, "Adek istri yang baik, jangan pernah berkata begitu."
"Hmmm."
"Adek sebaiknya istirahat ya, besokkan ada kuliah pagikan."
Tari mengangguk dibalik pelukan suaminya.
Meskipun malam itu tidak terjadi apa yang diharapkan oleh Tari, tapi dia bahagia, bahagia karna suaminya adalah laki-laki penuh kelembutan dan dewasa.
********
"Dekk, sudah siap belum." Budi bertanya dengan suara sedikit berteriak dari ruang tamu supaya Tari yang masih berada didalam kamar mendengar.
"Iya mas tunggu sebentar."
Rencananya, minggu pagi ini mereka akan pergi ke rumah orang tuanya Budi, gak jauh, cuma 1 km jaraknya.
Rumah yang mereka tempati saat ini adalah rumah yang dibeli oleh Budi, dan dia sengaja membeli rumah dengan jarak agak lumayan dari rumah orang tuanya.
Lima menit kemudian Tari keluar, wanita berusia 20 tahun itu terlihat manis dengan gamis hitamnya yang dipadukan dengan jilbab coklat susu, tas selempang kecil berwarna senada dengan tasnya terselempang dibahunya.
"Sudah siap dek." Budi bangkit saat melihat kedatangan istrinya.
Tari mengangguk, "Kita berangkat sekarang mas."
"Iya dek, ayah dan ibu pasti sudah menunggu."
Dua pasutri itu berjalan keluar rumah, dan dengan menggunakan motor matic milik Budi mereka menuju rumah orang tuanya Budi, tidak ada acara khusus, umi Warsih, ibunya Budi meminta anak dan menantunya datang berkunjung ke rumah, kangen katanya.
********
Hanya butuh waktu 10 menit untuk sampai, Budi memarkir motornya dipekarangan rumah orang tuanya.
Rumah itu lumayan besar dengan pekarangan yang cukup luas yang ditanami pohon buah-buahan dan bunga-bungaan.
"Asslamualaikum." Tari mengucap salam begitu tiba didepan pintu rumah mertuanya.
"Walaikumussalam." terdengar suara dari dalam disertai dengan langkah terburu-buru.
Begitu pintu terbuka, wajah teduh mirip suaminya menyambut indra penglihatan Tari.
"Umi." Tari meraih tangan ibu mertuanya dan menciumnya.
Umi Warsih mengelus puncak kepala menantunya yang dilapisi hijab.
"Menantu kesayangan umi."
Budi menyusul kemudian, sama seperti Tari, dia juga meraih tangan ibu kandungnya dan menciumnya.
"Oh iya umi, ini Tari bawakan kue untuk umi." Tari menyodorkan kotak kue yang ada ditangannya kepada ibu mertuanya.
"Pakai repot-repot segala kamu Tari, cukup datang kesini saja umi udah seneng, gak perlu bawa apa-apa."
"Gak repot kok umi."
"Itu kue buatan Tari lho umi." lapor Budi.
"Ohh ya." umi Warsih memandang menantunya kagum, "Umi kamu selalu cerita sama umi katanya kamu itu pinter masak dan bikin kue, umi selalu bertanya-tanya kapan bisa mencicipi kue buatan menantu umi, ehh akhirnya kesampain juga, umi yakin, kue buatan kamu pasti enak."
"Pasti enak donk umi, kan istri pak guru Budi yang bikin."
Wajah Tari jadi bersemu karna pujian suaminya, "Mas bisa aja."
"Pantes saja kamu gendutan ya nak, orang istri kamu pinter masak, emang tokcerkan calon pilihan umi dan abah."
"Iya umi."
Sedangkan Tari semakin dibuat malu oleh clotehan ibu mertuanya.
"Lhaa, kok jadi ngobrol diluar kayak gini sieh, ayok sayang kita masuk, abi sudah menunggu didalam."
"Iya umi."
Tari dan Budi mengekor masuk ke dalam rumah.
*******
Kurang lengkap apa coba kebahagian seorang Betari Khaerunisa, menikah dengan laki-laki yang dia kagumi sejak remaja, ditambah lagi, kedua mertuanya juga menyayanginya.
"Cantik sekali ya bi mantu kita, pinter masak lagi, beruntung sekali lho putra kita mendapatkan wanita seperti Tari." lisan umi Warsih saat mereka tengah berkumpul diruang keluarga.
Tari menanggapi dengan malu-malu, "Akhh umi bisa saja."
"Siapa dulu donk, pilihan abi." abi Sholeh membanggakan dirinya karna dialah yang turun tangan untuk mencarikan calon pendamping untuk sang putra bungsunya, dia sudah mengamati putri sahabatnya itu sejak lama, dia tahu Tari gadis baik dan sholehah, sehingga tanpa ragu pada akhirnya dia melamar Tari untuk putranya.
"Iya abi, aku sangat beruntung akan hal itu." balas Budi menggenggam tangan istrinya.
"Mesranya ya bi, jadi iri umi." goda umi Warsih melihat bagaimana putra kesayangannya memperlakukan Tari.
"Kan ada abi mi, umi juga bisa mesra-mesraankan."
"Hussh kamu ini Budi, wong kami ini sudah renta, gak pantas kayak anak muda."
Budi terkekeh, sementara Tari hanya tersenyum menanggapi cletukan ayah mertuanya.
"Gak sabar ya bi ingin segera gendong cucu."
"Doakan ya bi, mi, semoga secepatnya kami bisa memberikan abi dan umi cucu, iyakan dek." Budi menoleh ke arah Tari yang berada disampingnya.
Tari menatap Budi dengan penuh keheranan, seolah tatapannya itu berkata, "Mas, bisa-bisanya mas bilang begitu, sementara selama satu minggu pernikahan kita mas belum pernah menyentuh aku."
Iya, mereka belum melakukannya sama sekali sejak mereka dinyatakan sah menjadi sepasang suami istri, ada saja alasan Budi untuk tidak menyentuh Tari, ya kelelahanlah, sibuklah, atau apalah, dan disini, Tari hanya bisa maklum dan sama sekali wanita yang bergelar istri dan sampai saat ini masih perawan itu tidak pernah berfikir macam-macam tentang suaminya, dia selalu positif thinking dan berusaha untuk mengerti situasi yang dihadapi oleh sang suami.
"Iya abi, umi, doakan kami ya supaya bisa secepatnya memberikan cucu." ujar Tari pada akhirnya.
"Tentu saja sayang, kami selalu mendoakan kalian."
******
Malamnya, Tari membawakan sebuah minuman untuk suaminya, biasanya dia selalu membuatkan coklat panas, tapi kali ini berbeda, dia membawa dua gelas minuman berwarna kuning agak kecoklatan.
"Lho, apa itu dek." Budi bertanya saat melihat apa yang dibawa oleh Tari, "Coklatnya mana."
"Kata umi ini jamu mas, umi meminta Tari untuk membuatkannya untuk mas, tidak hanya untuk mas Budi saja sieh, umi juga meminta Tari untuk minum juga." jawab Tari jujur, "Jadi untuk malam ini, coklat hangatnya alpa dulu ya."
Sebelum pulang, ibu mertuanya sempat memberikannya bungkusan dan katanya itu jamu yang bagus, tidak ada keterangan apa-apa setelah itu, ibu mertuanya itu hanya mengatakan supaya Tari dan Budi meminumnya.
"Ohh." respon Budi acuh tak acuh.
Tari membawa minuman itu ke hadapan suaminya, "Taruh saja dulu dek, mas belum ingin meminumnya."
Tari mengangguk, dia kemudian meletakkan nampan tersebut dinakas samping tempat tidur.
********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
mimief
aahhh...kyk aku tak mampu bacanya lagi
kyknya terlalu sakit deh. ampuun Thor aku ijin pamit undur diri
bau baunya pasti sakiit bgt ini
2025-09-03
0