MALAM KEDUA

Tari turun dari motor suaminya begitu motor itu berhenti tepat didepan kampus, dia meraih tangan suaminya dan menciumnya.

"Terimaksih mas Budi."

Budi mengangguk singkat, "Nanti mas jemput jam berapa."

"Nanti Tari kabari ya mas."

Kembali Budi mengangguk dengan senyum manis menghiasi bibirnya, senyum dan wajah suaminya yang teduh membuat hati Tari adem, dia benar-benar beruntung menikah dengan Budi.

"Tari...."

Tari menoleh ke arah sumber suara yang memanggil namanya, dia melihat Marni, sahabatnya berjalan dengan langkah lebar menuju ke arahnya, wajah gadis itu terlihat sumringah.

"Pagi mas Budi." sapa Marni begitu sudah didekat sahabatnya.

"Pagi." Budi menjawab singkat dengan senyum super tipis.

Tari kemudian memperkenalkan suaminya dan sahabatnya.

"Mas ini Marni sahabatku, kemarin dia datang ke pernikahan kita, tapi mungkin mas gak ingat."

Budi mengangguk, dan memang dia tidak ingat, sedangkan Marni tersenyum, tidak menyodorkan tangannya untuk dijabat karna bukan muhrim.

"Baiklah Tari, kalau gitu mas pergi dulu." pamit Budi.

"Iya mas, hati-hati."

"Marni, saya pergi dulu, belajar yang rajin ya dengan Tari."

"Iya mas." jawab Marni.

Budi menstater motornya dan menjalankannya.

Dibelakang Tari melambai untuk melepas kepergian sang suami.

"Kok kamu udah masuk aja Tar, bukannya kamu bilang mau izin ya." Marni menanyakan keheranan yang ada dibenaknya saat pertama melihat Tari didepan kampus.

"Ya aku sieh inginnya gitu Mar, tapi mas Budi masuk kerja, katanya gak enak ninggalin anak didiknya lama-lama, takut ketinggalan pelajaran katanya, daripada aku mati bosan sendirian dirumah, ya mending aku masuk kuliah aja." Tari curhat.

"Ohh gitu." Marni mengangguk maklum.

"Resiko sieh Tar nikah dengan abdi negara yang tugasnya mencerdaskan anak-anak bangsa, yang ada difikirannya anak-anak didiknya mulu, coba kamu nikahnya sama pengusaha, mungkin sekarang kamu sudah berada disalah hotel bintang lima di Paris."

"Udah ah jangan bahas hal itu, mending kita masuk aja yuk." ajak Tari menggandeng lengan sahabatnya.

Marni hanya pasrah saat Tari menariknya memasuki kampus.

*******

"Jadi gimana..." Marni membuka percakapan saat mereka kini duduk dikantin saling berhadapan dengan masing-masing semangkuk mi ayam yang masih mengepulkan uap panas dihadapan masing-masing dan segelas es teh.

"Gimana apanya."

"Ya gimana rasanya menjadi seorang istri Tari."

"Ya begitu deh."

"Lahh, kok gitu deh doank, ceritain donk Tar supaya sahabat kamu ini tahu harus ngapain dimalam pertama."

"Aihh, mesum ya."

"Bukan mesum, jadi kamukan udah ada pengalaman gitu, sharing donk sama yang masih jomblo ini."

"Akukan belum ngelakuin sama mas Budi." jawab Tari dalam hati, dia memilih merahasiakannya dan berkata, "Aduhh Mar, itukan rahasia, masak iya aku membagiin kehidupan ranjang aku."

Tanpa peduli dengan ucapan Tari, Marni kembali nyerocos, "Enak ya."

"Apanya." tanya Tari polos.

"Ya malam pertamanyalah Tari."

"Astaga Marni."

"He he, maaf Tar, habisnya aku penasaran."

"Kalau penasaran makanya nikah, agar kamu bisa praktik langsung."

"Kan belum ada calonnya Tar."

"Atau suami kamu ada teman yang belum nikah gak, suruh kenalin ke aku donk, siapa tahu gitu cocok."

"Hmm, ntar aku tanyain." jawab Tari biar cepat, dia janji tidak melakukan itu.

"Aku tunggu ya kabar baiknya."

"Iya." lirih Tari, dia mulai menyantap mie ayamnya dan berharap sahabatnya ini berhenti nyerocos.

******

Fitri : Asslammualaikum mas Budi, mas apa kabarnya, aku dengar dari ibu kalau mas sudah menikah ya, selamat ya mas, tapi aku agak kesal sama mas, kenapa aku gak diundang. Tapi aku ikut bahagia mas, semoga langgeng ya

Budi yang saat ini masih berada diruang kelas membeku saat membaca pesan yang dikirim oleh Fitri, setelah sekian lama merela lost contak, wanita itu pada akhirnya muncul juga.

"Apa kabarmu Fit, kenapa selama ini ngilang." ucapnya pelan, namun dia tidak berniat untuk membalas pesan tersebut, namun matanya masih fokus pada layar ponselnya, layar yang memampangkan pesan dari seorang wanita di masa lalunya.

Sampai ada chat masuk dari Tari yang mengalihkan perhatiannya.

Tari : Mas, Tari udah pulang nieh, jemput Tari ya

Budi : Iya, kamu tunggu ya dek

Tari : Baik mas, oh ya, jangan ngebut-ngebut ya, pelan-pelan saja bawa motornya, Tari gak mau mas kenapa-napa

Budi tersenyum tipis membaca pesan itu dan membalas dengan candaan.

Budi : Kenapa, adek takut jadi janda ya kalau mas kenapa-'napa

Tari : Astagfirullah mas, jangan sembarangan

Budi : Iya dek, mas minta maaf

Tari : Hmm

Budi : Ya udah, mas jemput ya sekarang

******

Malam kedua, Tari berdiri di depan cermin besar yang ada dikamarnya, dia bisa melihat tubuhnya dengan jelas lewat pantulan cermin yang ada didepannya.

Dia kembali mengenakan baju tipis menerawang, dia fikir suaminya akan melakukannya malam ini, tapi sejak usai makan malam dan sampai saat ini, suaminya itu belum juga memasuki kamar tidur.

"Mas Budi kok lama, dia ngapain ya diluar." Tari bertanya pada diri sendiri dan tentu saja dia tidak mendapatkan jawaban.

Tari menunggu, tapi setelah 30 menitan tidak ada tanda-tanda suaminya akan memasuki kamar, Tari sedikit kesal juga.

"Mas Budi ngapain sieh sebenarnya."

Dengan jengkel Tari melepas lingeri itu dari tubuhnya dan meraih pakain tidur yang biasa dia kenakan saat masih belum menikah, dia sudah tidak mood untuk menggoda suaminya.

Dengan bibir manyun Tari keluar kamar guna melihat apa yang sedangkan dilakukan oleh suaminya yang membuat laki-laki itu tidak kunjung masuk kamar juga.

Budi berada diruang tengah, dan dia sepertinya tengah fokus dengan leptopnya.

"Hmmm." Tari mendesah, "Ternyata lagi bercinta dengan leptopnya, pantasan saja aku dianggurin."

Tari mendekat, Tari sengaja menghentak-hentakkan kakinya supaya Budi mendengar langkahnya.

Budi mendongak, namun cuma dua detik karna laki-laki itu kembali fokus dengan apa yang saat ini tengah dia kerjakan dileptopnya, meskipun begitu, bibirnya bertanya, "Belum tidur dek."

"Menurut mas." Tari menjawab sedikit ketus untuk memberitahukan kepada suaminya itu kalau dia ngambek.

Tari duduk di singgle sofa, memperhatikan suaminya, agak greget juga sieh Tari dicuekin begitu.

"Kenapa belum tidur dek."

"Belum ngantuk."

"Oh."

Makin kesellah Tari karna Budi hanya merespon dengan kata ohh yang tidak memiliki makna sama sekali.

"Mas sendiri, kayaknya sibuk amet."

"Yahhh begitulah dek, maklum, bentar lagi anak-anakkan ujian."

"Ohh."

Dalam hati Tari berkata, "Apa dia gak berniat melakukannya juga malam ini, dan sepertinya enggak melihat kesibukannya itu."

"Dekk, mas boleh minta tolong."

"Apa."

"Bisa buatkan mas kopi."

Meskipun kesal, tapi toh Tari tidak bisa menolak permintaan suaminya karna dia harus menjadi istri berbakti.

Tanpa menjawab, Tari langsung bangkit dan menuju dapur.

Lima menit kemudian, Tari keluar membawa pesanan suaminya, tanpa kata Tari meletakkannya didepan Budi.

"Makasih dek."

"Mas gak berniat tidur." kalau udah minta dibuatin kopi ya enggaklah, pakai nanya lagi.

"Iye dek sebentar, tunggu ini selesai dulu." Budi menjawab tanpa menoleh.

"Kalau adek ngantuk, tidur saja dulu."

"Kan tadi udah aku bilang belum ngantuk." suara Tari kembali ketus.

"Ya udah, mending temenin mas saja ya disini."

"Gak ahhh, malas."

"Ya udah tidur saja sana."

"Kan sudah aku bilang belum ngantuk mas." Tari mulai nyari gara-gara.

Budi menghentikan aktifitasnya, kini laki-laki itu memusatkan perhatiannya sama Tari, dia menatap Tari intens, "Adek maunya apa sieh." suaranya pelan tapi berbahaya.

Tari menelan ludah, dia menunduk karna tidak sanggup beradu tatap dengan sang suami.

*******

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!