Bab 4 Lamaran Tak Terduga

Beberapa hari berlalu sejak pengakuan itu. Alya menjauh sementara dari Davin, bukan karena marah atau kecewa, tapi karena ia butuh waktu untuk berpikir. Perasaannya tumbuh terlalu cepat, dan ia takut jika itu hanya pelarian dari luka masa lalu.

Namun anehnya, saat ia jauh dari Davin, justru sosok pria itu terus muncul dalam pikirannya. Ia rindu caranya bicara tenang, caranya melihat Alya dengan mata teduh, dan caranya membuat dunia Alya terasa tidak semenyakitkan itu.

Sampai akhirnya, suatu sore, Davin muncul di depan kosan Alya.

“Ikut aku,” katanya.

Alya menatap pria itu ragu, tapi pada akhirnya ia mengangguk. Mereka naik mobil menuju sebuah restoran mewah di pusat kota. Bukan gaya Davin sebenarnya, tapi hari itu, ada sesuatu yang berbeda dari pria itu dari setelan jasnya, ekspresi wajahnya, dan caranya menggenggam tangan Alya.

Restoran itu dipesan khusus. Tidak ada satu pun tamu selain mereka, meja dihiasi bunga mawar putih dan lilin aromaterapi. Di tengah ruangan, terdapat biola yang dimainkan oleh musisi profesional. Semuanya... terasa seperti adegan film romantis.

“Kak Davin, ini semua untuk apa?” tanya Alya gugup.

Davin berdiri, lalu perlahan berlutut di hadapan Alya.

Jantung Alya seakan berhenti berdetak.

“Alya...” ucap Davin pelan,

“Aku tahu ini mungkin terlalu cepat. Aku tahu kamu masih menyembuhkan luka. Tapi izinkan aku jadi orang yang mendampingi proses itu. Aku tidak menjanjikan dunia yang sempurna. Tapi aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu seperti mereka.” ujar Davin dengan tanpa keraguan saat mengucapkan semuanya.

Alya menatap Davin, matanya membesar saat melihat kotak beludru kecil dibuka. Sebuah cincin sederhana, tapi elegan, terpajang di dalamnya.

“Will you marry me, Alya?” ujar Davin,

Alya tak bisa langsung menjawab. Emosinya campur aduk. Antara rasa terharu, takut, dan bahagia yang meluap-luap.

Dalam bayangannya, Mira pasti akan marah besar. Raka pasti akan gila jika tahu mantan kekasihnya menikah dengan pamannya sendiri. Dan Clara... gadis sok manja itu mungkin akan meledak karena tak bisa menerima kenyataan.

Tapi semua itu tak penting.

Yang penting adalah, Davin melihatnya sebagai wanita, bukan korban.

Dan untuk pertama kalinya... Alya merasa pantas dicintai.

Ia mengangguk perlahan.

“Iya, kak Davin. Aku mau menikah denganmu.” jawab Alya tanpa ragu.

Davin tersenyum dan menyematkan cincin itu di jari manis Alya. Lalu memeluk Alya dengan penuh kasih dan sayang.

"Terima kasih, terima kasih sudah mau membuka hatimu untukku dan mau menerima ku" jawab Davin,

"Aku yang harusnya berterima kasih pada Kak Davin," ujar Alya

 

Beberapa minggu berikutnya dipenuhi kesibukan mempersiapkan pernikahan. Davin tak ingin upacara besar-besaran. Ia tahu Alya bukan tipe wanita yang suka pamer.

Mereka memutuskan untuk menggelar akad sederhana di sebuah vila pribadi milik Davin, tempat yang dulu pertama kali membuat Alya merasa damai.

Namun, kabar pernikahan itu tidak bisa ditutup rapat. Entah bagaimana, kabar itu sampai ke telinga Clara... dan tentu saja, Mira dan Raka.

Mira datang langsung ke kos Alya, menghentak pintu dengan wajah panik.

“Kamu GILA ya, Alya?!! Kamu MAU nikah sama om-nya Raka?!!”

Alya membuka pintu dengan tenang. “Masuk, kalau mau ngomong baik-baik.”

Mira menatap sahabat lamanya—yang kini berubah. Alya bukan lagi gadis yang menangis di sudut kampus karena pengkhianatan mereka.

Dia kini berdiri anggun, wajahnya tegas, dan auranya seperti wanita dewasa yang telah menemukan arah hidupnya.

“Kenapa? Mau balas dendam? Mau jadi tante Raka biar kamu bisa ngontrol hidupnya?” sindir Mira tajam.

Alya tersenyum. “Aku tidak menikah untuk balas dendam, Mira. Tapi aku tidak akan menyangkal bahwa pernikahan ini adalah takdir paling manis yang pernah kubayangkan.”

Mira membelalak, tak bisa berkata apa-apa.

 

Beberapa hari sebelum akad, Davin memperkenalkan Alya secara resmi kepada keluarganya. Sebagian menyambut baik, sebagian terkejut. Tapi satu yang paling menarik adalah pertemuan mereka dengan Raka.

Raka datang ke rumah keluarga besar Davin dengan wajah panik. Saat melihat Alya duduk berdampingan dengan Davin, ia berdiri kaku.

“Alya... kamu nggak serius kan? Kamu cuma main-main, kan?” katanya terbata.

Alya berdiri, menatap mantan kekasihnya yang dulu pernah ia puja sepenuh hati.

“Aku sangat serius, Raka. Dan kamu tahu apa yang paling menyenangkan? Setelah kamu hancurkan aku, takdir memberiku pria yang jauh lebih baik dari kamu pamanmu sendiri.” jawab Alya dengan sungguh sungguh

Raka mengepal tangannya, wajahnya merah padam. Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa.

Davin berdiri, menepuk bahu keponakannya itu dengan tenang.

“Kau kehilangan wanita hebat, Raka. Dan aku akan pastikan kau tak pernah mendapatkannya kembali.” ujar Davin pelan tapi terbesit sedikit ancaman disana.

Hari itu akhirnya datang. Hari yang dulu tak pernah terbayangkan oleh Alya. Hari di mana ia akan mengenakan gaun putih, berdiri di hadapan penghulu, dan menyebut nama seorang pria... bukan sebagai kekasih, tetapi sebagai suami.

Dan pria itu bukan siapa-siapa selain Davin Ardian, lelaki yang selama ini ia kenal sebagai sosok tenang, dewasa, dan... paman dari mantan kekasih serta mantan sahabat yang menghancurkannya.

Akad diadakan di vila pegunungan milik Davin—tempat pertama kali Alya merasa hidupnya berubah. Dekorasi putih dan nuansa hijau segar menciptakan suasana damai, jauh dari kemewahan, tapi sangat bermakna.

Alya mengenakan kebaya putih gading, dengan riasan yang tidak berlebihan. Senyumnya menenangkan, tatapannya berani. Ia bukan lagi gadis yang dirundung patah hati. Ia kini adalah wanita yang memilih bahagianya sendiri.

Di sisi lain, Davin tampak gagah dengan jas berwarna biru gelap dan peci hitam. Sorot matanya tak pernah lepas dari Alya, seolah tak percaya wanita yang kini menjadi pendamping hidupnya adalah gadis muda yang dahulu hanya ia lihat sebagai korban luka.

Penghulu mulai membaca akad. Suara-suara tamu terdengar pelan. Di antara mereka, tampak beberapa wajah yang tidak diundang, tapi tetap datang—Mira, Raka, dan Clara.

Mira mengenakan pakaian serba hitam, berdiri di sudut, menyembunyikan kemarahan yang membuncah.

Raka duduk dengan rahang mengeras, matanya tajam menatap Davin dan Alya. Clara hanya mengangkat alis dengan angkuh, seperti menunggu semuanya hancur dengan sendirinya.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

Penghulu berkata, “Saudara Davin Ardian bin Sudirman, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan Alya Rahmah binti Ahmad, dengan maskawin logam mulia 20 gram dibayar tunai.”

Dengan suara tenang, tegas, dan tanpa ragu, Davin menjawab,

 “Saya terima nikah dan kawinnya Alya Rahmah binti Ahmad dengan maskawin tersebut, tunai.”

Semua terdiam sejenak. Lalu terdengar ucapan, “Sah.” Diikuti oleh para saksi

dan mereka resmi menjadi suami-istri.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!