Chatting

...—...

...Mungkin kah kamu yang akan mewarnai hari-hariku di masa depan?...

...—...

"Sorry," ucap Fero.

Annisa menoleh ke asal suara—begitu suara berat itu menginterupsi obrolannya bersama Mayra. Ia menaikkan sebelah alisnya.

"Boleh gue gabung?"

Annisa melirik Mayra yang sedang melotot dengan mulut menganga lebar lalu kembali menoleh pada Fero dengan tatapan datarnya. Ah, iya. Dirinya mengenal baik pria ini—Fero. Dalam dunia malam ia sering bertemu dengannya, walau tak terlalu akrab. Ia memberikan senyum tipis-sangat tipis.

"Lo Fero 'kan?" jawab Annisa sambil melirik Mayra yang tambah melotot saja. Ia memusatkan perhatiannya pada Fero sambil megangguk. Fero tersenyum manis-yang menurut Annisa gak ada manis-manisnya sama sekali. Ia kembali melirik Mayra yang saat ini senyum-senyum mupeng liat cowok ganteng. Ia semakin heran dengan tingkah dua makhluk di sekitarnya ini. Fero, yang jarang tersenyum hampir seperti dirinya—menebarkan senyum terbaiknya pada orang yang hanya dikenalnya tanpa mengenalnya dengan baik. Mayra, yang tadinya melotot-melotot gak jelas jadi sumringah. Terus alasan Mayra bertingkah gak jelas itu ialah sesosok Fero yang tiba-tiba muncul. Sebaiknya ia tanyakan saja ya pemirsa!

"Kenapa lo May?"

Mayra semakin memandangi Fero secara terang-terangan. Ia menumpukan dagunya pada tangan. "Senyum lo manis."

Uhuk uhuk

Annisa tersedak ludahnya sendiri. Oh my god! Ia tau kalau Mayra itu orangnya blak-blakan, tapi tidak tentang cowok juga. Di otaknya Mayra itu isinya cuman Aldi, Aldi, Aldi, dan Aldi, tak ada satupun lelaki yang memenuhi pikirannya selain Aldi. Aldi yang sempurna. Hanya Aldi yang pintar, hanya Aldi yang tampan, hanya Aldi yang baik, hanya Aldi yang perhatian, hanya senyum Aldi yang manis, dan hanya Aldi yang Mayra inginkan. Namun, sekarang? Mayra baru saja menyebut senyum Fero manis. Apa ia tidak salah dengar?

Sedangkan Fero, ia melongo begitu duduk di kursi samping Annisa. Ia tak menghiraukan keadaan sekitar selain wajah Mayra yang berseri-seri melihatnya. Ternyata Mayra gadis frontal, tak sesuai perkiraannya. Wajah Mayra itu polos seperti bayi. Dengan mata yang sedikit sipit, bila tersenyum matanya itu tak akan terlihat ditambah lagi dengan pipinya yang ikut naik ke atas—jadi seperti terlihat tembam. Semakin menambah kesan bayi polos pada wajahnya. Gemasnya! Untuk sesaat Fero ingin mengecup atau sedikitnya mencubitnya, tapi ia cukup sadar diri bahwa dirinya bukan siapa-siapa bagi Mayra. Mungkin nanti akan Fero lakukan bila mereka berdua mempunyai hubungan—sial! Kenapa jadi kesana?

Mayra mengumpat dalam hati, kenapa lelaki yang waktu itu mengantarkannya pulang ini malah semakin tersenyum manis saja. Tanpa tahu malu ia memandang lelaki tanpa nama itu sambil bertopang dagu. Ia rela menghapus rasa malu dalam dirinya demi mendapatkan senyum semanis madu yang bikin diabetes ini. Mayra merekam baik-baik dalam pikiran bagaimana detail-detail bagian dari wajah tampan dengan senyum manisnya itu. Seumur hidup ia belum pernah melihat senyum semanis itu, bahkan Aldi saja lewat. Apakah mungkin ini tanda-tanda ia akan move on?

"Kalian kenapa?"

Mayra dan Fero memandang Annisa sesaat lalu menjawab bersamaan. "Nggak kenapa-napa."

Mayra mengalihkan pandangannya pada Fero begitu juga sebaliknya. Mereka kembali saling berpandangan—ah, sial! Mayra harusnya meminta maaf atas sikapnya waktu itu, dan berterima kasih sudah mengantarkannya pulang dengan selamat tanpa hilang apapun dalam dirinya. Kejadian malam itu malah kembali mengingatkannya pada kejadian di dance floor. Bagaimana bisa ia sekarang menampakkan mukanya di depan cowok yang kata Annisa namanya Fero.

"Sayanggggg!" teriakan tak tahu malu itu berasal dari pintu cafe mengalihkan perhatian mereka, bahkan seluruh pengunjung cafe ikut menoleh ke asal teriakan itu.

Annisa menenggelamkan wajahnya di meja. Ia kenal betul suara cempreng itu.

Mayra tersenyum sumringah, ia ikut berteriak sambil merentangkan tangannya. "REREEE!"

"Cabeeeee!"

Seseorang yang dipanggil Rere itu ikut merentangkan tangannya sambil berlari menghampiri Mayra. Keduanya saling berangkulan mesra.

Annisa beranjak dari duduknya.

"Kamu mau kemana sayang?" tanya orang yang dipanggil Rere, yang tak lain ialah Rezvan. Rezvan menarik pergelangan tangan Annisa agar duduk kembali.

"Aku nyariin kamu lhoo dari tadi,"

"Siapa yang nanya." sahut Annisa datar.

"Icha mah gitu ihhh gak asikkk!"

Annisa memutar bola mata jengah.

Fero memandangi aneh Rezvan, setaunya pria ini seorang ketua Osis. Masa ketos kelakuannya kayak anak kecil gini? Ia juga pernah melihat Rezvan di depan club yang sering ia kunjungi. Entah apa yang dilakukannya.

Mayra mengedipkan matanya pada Rezvan.

Rezvan yang mengerti maksud Mayra, langsung menyeret Annisa pergi dari sana. Setelah Rezvan agak jauh, ia memberikan ciuman jarak jauh untuk Mayra, yang dibalas Mayra dengan mengacungkan jempolnya.

"Bukannya dia itu Rezvan ketos Sma Nusa 1?"

Mayra mengangguk membenarkan. "Lo tau, cowok kayak Rere itu susah di dapetin. Rere itu cowok yang rela nurunin itu harga dirinya demi cewek dingin yang gak pernah nganggap dia sama sekali."

"Maksud lo Annisa?"

"Iya." jawab Mayra tanpa mengalihkan pandangannya Dari Rezvan yang sedang memaksa Annisa untuk naik ke atas motornya.

Fero menangkap adanya rasa kagum dari Mayra pada Rezvan. "Lo suka sama Rezvan?"

Mayra langsung memelototi Fero. "Ya nggak lah, ya kali gue suka sama Rere. Gue tau Icha itu suka sama Rere. Dia cuman gengsi."

"Lo sendiri udah punya pacar?" Entah kenapa pertanyaan itu bisa mendarat dari bibir Fero dengan mulus. Sebenarnya apa yang ada di dalam pikirannya ini?

"Lo sendiri udah punya pacar?"

Biasanya pertanyaan itu adalah pertanyaan yang paling Mayra hindari, karna kisah asmaranya cukup miris untuk diceritakan. Ia juga sering menjawab pertanyaan itu dengan ketus. Tapi sekarang ....

"Gak punya gue." ucap Mayra sambil tersenyum riang.

Fero diam, lalu meraih gelas latte miliknya.

"Kalau lo sendiri?" tanya Mayra.

Fero mengedikan bahu. "Sama kayak lo."

Mayra memukul pelan lengan Fero. "Masa cowok seganteng lo gak punya pacar, gak percaya gue."

Sesungguhnya Mayra itu mudah akrab dengan setiap orang kecuali yang berjenis kelamin laki-laki. Ia cukup pilih-pilih bila ingin mengenal seorang pria.

Fero tersenyum kecil mendengar Mayra yang memujinya itu. Walaupun sudah banyak wanita yang memujinya, tapi mendengarnya dari bibir Mayra—sensasinya berbeda.

Mayra mengerang gemas sambil mengangkat tangannya di udara. "Gemes banget gue liat senyum lo-eh, bentar-bentar," Mayra menurunkan tangannya lalu menjulurkan tangan kanannya pada Fero. "Kita belum kenalan lho-kenalin nama gue Mayra Azzahra panggilannya seenaknya lo aja."

Fero menjabat tangan Mayra, "Fero Erlangga. Btw Gue udah tau nama lo,"

Mayra mengangkat satu alisnya. "Darimana lo tau?"

Fero menggaruk tengkuknya, salah tingkah. "Malam itu-"

Gadis bermata sipit itu memekik. "OH MY!"

Ia meringis. "Gue minta maaf karna sikap gue waktu itu, gue udah gak sopan sama lo yang udah nganterin gue, tapi gue malah marah-marah. Sorry," Mayra menampilkan dua jarinya membentuk peace.

"It's okay."

"Ikhlas gak nih maafin guenya?"

Fero mengangguk.

"Makasih banget udah nganterin gue waktu itu. Kalau lo gak nganterin gue, mungkin gue udah ada di kamar asing seseorang dengan keadaan tak berbusana ... " Mayra mulai mendramatisir keadaan dengan wajah sedihnya yang dibuat-buat.

Mayra kembali mengubah ekspresinya menjadi berapi-api. "Mending kalau cowok yang bawa gue ganteng, six pack, mapan, gapapa gue-langsung nikahin aja. Bisa juga dia mapan, tapi kalau; kumis tebel, perut buncit, gak ada ganteng-gantengnya gue ogah. Amit-amit jabang bayi!" Mayra bergidik ngeri.

Fero tertawa menanggapi ocehan Mayra, tingkah gadis ini absurd sekali! Tapi justru tingkah seperti itu semakin menambah ketertarikannya pada Mayra. Mungkinkah gadis ini yang akan mewarnai hari-harinya di masa depan?

Membahas tentang kejadian di malam itu, Fero kembali mengingat kelakuan bejatnya. Ia menggaruk tengkuknya. "Mayra ...."

"Iya,"

"Sorry,"

Mayra mengerutkan keningnya. "But apa?"

"Gue udah .... "

"Udah apa? Udah kentut? Gak bau kok, kalem aja. Gue cukup memaklumi hal itu."

Fero semakin bingung menjelaskan. "Bukan."

"Terus apa dong?"

"Gue udah cium lo ...."

"Cium gue?" Mayra melipat keningnya hingga hidungnya ikut ke atas.

Ni anak kok mukanya lempeng amat ya!? Udah dicium sama cowok asing eh malah mukanya gak kaget gitu? Udah biasa ya digituin?!

"I-iya."

"Cium gue? Lo nyium gue?" Mayra seperti orang linglung. Keningnya semakin terbagi beberapa lipatan, matanya menyipit—tak terlihat, alisnya menukik tajam, bibirnya juga sama.

Mayra tengah berpikir keras. Cium? Dicium apanya? Emang kapan ... Ciuman itu?!

"Aaaaa!" teriak Mayra saat itu juga. Sekarang ia mengerti dengan apa yang dikatakan Fero—yang merujuk pada kejadian malam itu. Padahal tadi dirinya mengingat betul kejadian malam itu—saat Fero memberikan senyum termanisnya. Lah tadi kenapa otaknya bisa blank seketika?! Apa ini efek deket orang ganteng macam Fero?! Kalau gitu, Mayra gak mau deket-deket lagi sama cowok ganteng deh, kapok. Ntar bisa pikun muda Mayra.

Fero menutup telinganya. Teriakan Mayra benar-benar kencang dan memekakkan telinga—mungkin kalau Mayra berteriak tepat di telinganya pasti—telinga Fero akan tuli.

Dirinya tak mengira sama sekali ini akan terjadi. Karna tadi sama Mayra tak mrnampakan raut wajah terkejut—seperti biasa saja. Sehingga membuat dirinya salah sangka dengan menuduh bahwa Mayra cewek gampangan. Tapi ternyata oh ternyata, Mayra berteriak juga seperti kebanyakan gadis. Fero rasanya ingin kembali tertawa saat mengingat-ngingat ekspresi gadis bermata sipit itu. Mulai dari lempeng—mikir—cengo—kaget. Kalau dipikir-pikir lagi proses reaksi keterkejutan Mayra itu sangat lama—ah, iya. Lemot.

Seluruh isi cafe menoleh pada asal suara. Teriakan Mayra sangat mengganggu ketentraman Dan kenyamanan pengunjung cafe.

"Lo ngambil first kiss gue?!" pekik Mayra.

Mayra berdiri dari duduknya lalu menarik dua—tali hoodie Fero. "LO GILA YA?!"

Fero memejamkan matanya sesaat. Perkataan Mayra tadi mengusik egonya. Bukan berarti ia kesal atau marah, tapi ... timbul rasa bersalah juga bahagia di dalam hatinya. Fero melipat bibirnya, menahan senyum.

"NGAPAIN LO NAHAN SENYUM GITU?!"

Fero tersentak kaget. Ia meraih kedua tangan Mayra, lalu melepaskan tangan putih itu Dari tali hoodienya. Fero tersenyum kikuk. "Lo duduk dulu, ok?"

Pengunjung cafe kembali pada aktivitasnya saat Fero meminta maaf dengan gerakan tubuhnya.

Mayra berusaha mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal seperti sehabis lari marathon. Ia menuruti perintah Fero dengan kembali duduk di kursinya.

"Gue jelasin." ucapan tegas Fero menunjukan rasa tanggung jawabnya.

Mayra menarik napasnya—lalu menghembuskannya. Pikirkan dengan kepala dingin. Ingat perkataan Varidza.

Lagipula ia juga di sini berada di pihak yang salah. Jadi mereka berdua sama-sama salah. Mayra tak seharusnya bersikap begitu pada Fero, karna yang nyosor duluan 'kan Mayra. Harusnya nyadar diri dong. Fero sebagai lelaki biasa disosor sama cewek ya langsung sosor balik lah. Walaupun kategori nyosor yang Mayra lakukan itu hanya menempelkan tubuhnya, tapi tetap sama 'kan namanya nyosor? Terus kalau Fero, yang ia lakukan tak sepenuhnya salahnya. Ia hanya melanjutkan apa yang Mayra mulai.

"Gak perlu lo jelasin. Gue udah tau semuanya."

"Gue minta maaf," ucap Fero sambil menatap dalam pada mata sipit Mayra.

"Gue juga. Sorry atas kelakuan gue yang nyebabin lo ngelakuin itu sama gue."

Fero mengangguk. "Itu ... pertama ... bu—"

Mayra menggeleng cepat. "Gak papa kok, kalau first kiss gue diambil sama orang ganteng kayak lo mah gak papa," ucapnya sambil nyengir kuda.

Fero tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Kita mulai lagi dari awal."

Fero mengangkat satu alisnya. Apanya yang mulai lagi dari awal?

Mayra tersenyum singkat. Lalu menyodorkan tangannya, "Kenalin nama gue Mayra Azzahra yang cantik sejagat raya!"

Fero menerima menjabat tangan Mayra sambil tersenyum kecil. " Fero Erlangga Wi—" ia tak melanjutkan ucapannya.

"Wi?"

Fero dengan cepat menggeleng. "Nggak. Salah nyebut."

Mayra mengangguk sambil membentuk mulut huruf O.

Hening. Tercipta suasana awkward diantara mereka berdua, bingung ingin membicarakan apa. Pikiran Mayra blank, ia yang biasanya selalu mempunyai banyak bahan ghibahan—sekarang otaknya buntu. Sedangkan Fero—

"Lo—"

"Apa?"

Fero menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Mau jalan-jalan?" tanya Fero pelan.

Entah apa yang ada dalam pikirannya sehingga kalimat itu yang meluncur begitu saja dari mulutnya. Tak apalah, ia sedang ingin berjalan-jalan. Kalau jalan-jalannya sendiri 'kan gak etis. Masa cowok ganteng jalannya sendiri?

"JALAN-JALAN?!" pekik Mayra.

Fero mengangguk kecil.

"AYO! AYO!" Mayra menarik tangan Fero untuk segera berdiri. Sebelum kakinya berjalan keluar dari Fee cafe itu.

"Gue belum bayar," gumam Mayra. Ia melangkah mendekati kasir untuk membayar pesanannya. Annisa sialan! Katanya mau nraktir, eh malah kabur. Suara hati Mayra berbicara, kan lo sendiri yang nyuruh si Rere nyeret Annisa?! Bodoh!

"Gak perlu," ucap Fero menghentikan langkahnya.

Mayra menoleh cepat pada Fero. Menatapnya sambil tersenyum, kalau soal duit ia 'kan paling ngerti. Fero mengangguk.

"Beneran?!" pekik Mayra.

"Iya, Mayra."

Mayra terpekik gembira sambil melompat-lompat. Apa 'kan? Mayra itu orang terdepan kalau nyangkut soal duit.

Fero terkekeh—melihat bagaimana bahagianya Mayra hanya dengan hal kecil seperti itu. Walaupun hanya disebabkan oleh materi yang mana menunjukan bahwa Mayra ini matre, entah kenapa Fero malah tak keberatan.

"Jadi?" tanya Fero saat Mayra masih asik dengan kegembiraannya.

Mayra tersenyum, moodnya sedang baik kali ini. "Apa?"

"Jalan-jalan."

Mayra mengayunkan tangannya. "Jadi dong!" pekiknya, "let's go!"

Fero mengikuti Mayra dari belakang.

Senyum tak henti-henti terbit dari bibirnya. Moodnya sedang benar-benar ada pada puncaknya, semua yang ada disekitarnya terasa indah. Bahkan melihat orang pacaran ia ikut bahagia, yang biasanya menjadi hal yang tak ingin ia lihat. Liat orang gila ikutan gila. Eh, jangan deng.

Terpopuler

Comments

Curtis

Curtis

Terharu...

2025-05-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!