“Untuk apa lagi? Aku sudah menegaskan tadi, saat bertemu langsung dengan Tuan Rogers,” tolak Emilia, yang merasa tak perlu lagi ada pertemuan untuk berunding.
“Kurasa, Tuan Rogers ingin memberikan penawaran menarik untuk Nyonya Olsen,” jelas Ethan sopan.
“Maaf, tapi aku sangat sibuk dan tidak bisa memenuhi undangan Tuan Rogers,” tolak Emilia lagi. Nada bicaranya terdengar sopan, tetapi menyiratkan ketegasan.
Ethan menggumam pelan. Pria dengan rentang usia sekitar 30-35 tahun tersebut berpikir sejenak, sebelum menanggapi ucapan Emilia. “Tuan Rogers mengundang Nyonya Meredith Olsen, bukan kau.”
“Ibu mertuaku sedang kurang sehat. Aku tidak akan membiarkannya datang ke manapun, apalagi untuk menemui Tuan Rogers. Aku tidak mau dia mengintimidasi ibu mertuaku dengan mudah,” tegas Emilia segera.
“Astaga. Bagaimana bisa kau berpikir Tuan Rogers akan melakukan intimidasi terhadap ibu mertuamu? Jika dia seperti itu, pasti sudah dilakukan dari semenjak beberapa hari yang lalu. Kenyataannya, Tuan Rogers melakukan pendekatan secara baik-baik,” sanggah Ethan, tetap dengan nada bicara yang cukup sopan.
Namun, itu tak akan membuat Emilia lengah. Dia tidak bisa diperdaya oleh sikap manis ajudan setia Hardin, yang pasti hanya terlihat baik di luar. “Pergilah dan sampaikan apa yang kukatakan tadi pada Tuan Hardin Rogers. Aku punya banyak pekerjaan. Jadi, tidak bisa berbincang terlalu lama.” Emilia mengarahkan tangan ke pintu pagar pekarangan yang tidak tertutup rapat, mempersilakan Ethan agar segera pergi.
Tak ada yang bisa Ethan lakukan lagi di sana. Dia tidak ingin memaksakan kehendak, berhubung kedatangannya hanya untuk menyampaikan pesan dari sang majikan.
Sepeninggal Ethan, Emilia segera menutup pintu, lalu kembali ke dapur. Dia harus menyiapkan masakan untuk makan siang.
“Ajudan Tuan Rogers,” ucap Emilia, saat mendapati Meredith sudah berdiri di ambang pintu dapur.
“Aku mendengar semua perbincangan kalian,” ucap Meredith, seraya berjalan ke hadapan Emilia. “Tuan Rogers pasti akan melakukan segala cara, agar bisa mendapatkan tanah ini,” resahnya.
“Jangan cemas, Bu. Aku juga akan melakukan segala cara, agar dia tidak berhasil mendapatkannya.” Emilia tersenyum hangat, berusaha meyakinkan Meredith supaya tidak khawatir.
Keluhan pelan meluncur dari bibir Meredith. Wanita paruh baya itu melihat jam dinding, yang sudah menunjukkan angka sebelas lebih beberapa menit. “Bee masih berada di rumah Allyson. Sebaiknya, kau jemput dia sekarang. Nyonya Randolph tidak akan suka, jika putrimu bermain di sana terlalu lama.”
"Aku akan memasak sepulang dari menjemput Blossom," ucap Emilia, sebelum berlalu dari hadapan Meredith.
Sepeninggal Emilia, Meredith termenung seorang diri. Ditatapnya foto berukuran 16R, yang dipajang di dinding. Foto itu memperlihatkan dirinya dengan mendiang sang suami dan dua putra kecil mereka, yang salah satunya menjadi suami Emilia.
“Kau sangat beruntung karena memiliki istri sebaik Emilia. Kau membawakanku anak perempuan yang sangat istimewa. Terima kasih, Grayson.” Meredith bicara sendiri, lalu tersenyum kelu. Tanpa terasa, air mata menetes, membasahi pipi dan sudut bibir.
“Granny!” Suara Blossom terdengar cukup nyaring, memanggil sang nenek. Gadis kecil itu berjalan sambil melompat-lompat kecil ketika memasuki rumah. “Apa yang sedang kau lakukan, Granny?” tanyanya polos, seraya melipat kedua tangan di pangkuan Meredith.
“Aku sedang menunggumu pulang, Sayang. Kau bermain terlalu lama di rumah Ally. Aku jadi kesepian karenanya,” jawab Meredith lembut dan penuh kasih.
Senyum manis Blossom terkembang sempurna, memperlihatkan celah di antara gigi susunya. “Aku menyayangimu, Granny. Aku ingin menemanimu bermain, tapi sudah waktunya memasak untuk makan siang,” celoteh gadis kecil berambut cokelat terang itu, menggemaskan
“Kau ingin membantu ibumu, Sayang?” tanya Meredith.
Blossom mengangguk tegas.
“Kalau begitu jangan banyak bicara, Bee. Ayo, ikuti aku,” ajak Emilia, yang melintas di sebelah Meredith dan Blossom.
Tanpa banyak bicara, Blossom langsung mengikuti sang ibunda menuju dapur. Sayup-sayup, terdengar obrolan ringannya dengan Emilia. Blossom bertanya banyak hal, yang membuat sang ibunda kewalahan dalam memberikan jawaban.
Suasana seperti itu merupakan hiburan yang sangat berarti bagi Meredith dan membuatnya betah berada di rumah sepanjang hari, meski tanpa melakukan pekerjaan yang berarti.
Sementara itu, Ethan langsung menghadap Hardin setelah tiba di Rogers Farm. Kebetulan, dia bertemu sang majikan yang baru kembali dari kandang kuda.
“Bagaimana?” tanya Hardin, sambil melangkah gagah menyusuri lorong cukup panjang menuju bangunan utama.
“Wanita itu menolak memenuhi undangan Anda, Tuan. Dia juga mengatakan bahwa Nyonya Meredith Olsen sedang kurang sehat, jadi tidak bisa pergi keluar rumah,” lapor Ethan apa adanya.
“Apa kau bertemu langsung dengan Nyonya Meredith Olsen?” Hardin menoleh sekilas, sebelum kembali mengarahkan pandangan ke depan.
“Tidak, Tuan. Aku bahkan tidak dipersilakan masuk dan hanya berdiri di depan pintu,” terang Ethan, yang berjalan sedikit di belakang Hardin. “Tugasku hanya menyampaikan pesan. Bukankah begitu, Tuan?”
Hardin langsung menghentikan langkah, lalu menoleh. Ditatapnya sang ajudan dengan sorot aneh. Sesaat kemudian, pemilik tanah seluas ribuan hektar di desa itu mengembuskan napas pendek. “Apa saja yang dikatakan menantu Nyonya Meredith Olsen?”
“Seperti yang kukatakan tadi, Tuan. Dia menolak datang kemari, dengan alasan sangat sibuk sehingga tidak bisa mewakili ibu mertuanya.”
“Astaga. Sombong sekali wanita itu,” gumam Hardin, diiringi decakan kesal. Dia melihat sekitar sambil bertolak pinggang, seakan tengah mencari keberadaan seseorang. “Apakah Albert sudah datang?” tanyanya.
“Aku belum melihatnya, Tuan,” jawab Ethan sopan.
“Ke mana dia?”
“Mungkin sedang mengurusi tanah di dekat milik Nyonya Meredith Olsen.”
Hardin tidak menanggapi, terlebih karena orang yang dimaksud akhirnya muncul.
Albert langsung menghadap Hardin, dengan sikapnya yang terlihat begitu sopan dan hormat. “Maaf terlambat, Tuan”
“Ikuti aku.” Hardin berbalik, kemudian melanjutkan langkah menuju ruang kerja dengan diikuti kedua pegawainya.
“Bagaimana?” tanya Hardin, setelah duduk di belakang meja kerjanya. Dia menunggu jawaban Albert sambil membakar cerutu.
“Ada beberapa informasi yang kudapat tentang wanita itu, Tuan,” jawab Albert, yang berdiri di depan meja kerja Hardin.
“Wanita yang mana?” Ethan menatap penasaran kepada Albert, lalu beralih pada Hardin. Pria berambut gelap itu tersenyum simpul. “Apakah ada seseorang yang ____”
“Aku menyuruh Albert mencari informasi tentang menantu Nyonya Meredith Olsen,” sela Hardin, setelah mengepulkan asap dari cerutu yang diisapnya.
Mendengar itu, Ethan langsung menautkan alis. “Kenapa Anda begitu penasaran, Tuan?” Nada pertanyaanya cukup aneh, seakan mencurigai sesuatu dari sang majikan.
“Aku hanya penasaran,” jawab Hardin singkat, seakan tak ingin memberikan penjelasan lebih pada Ethan. Dia bahkan langsung mengalihkan perhatian kepada Albert “Ada sesuatu yang menarik?"
Albert berdehem pelan, sebelum menjawab pertanyan Hardin. “Namanya Emilia Patricia Parker. Berasal dari Yorkshire. Dia adalah janda satu anak.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Najwa Aini
Hati² Rogers..Rasa penasaranmu yg terlalu tinggi itu akan membawamu pada Anu..
2025-05-19
1