“Ahh jangan!” teriaknya histeris sambil melindungi wajahnya karena takut terkena gamparan dari pria yang tidak dikenalnya.
Caca yang baru saja membantu seorang perempuan yang terjatuh dari atas kursi rodanya, kebingungan karena tidak melakukan hal-hal yang tidak baik malah hampir saja terkena pukulan.
“Mas, berhenti! Jangan dia yang telah membantuku,” ucapnya perempuan itu dengan suara lemah karena perutnya tiba-tiba kram habis operasi.
Pria yang hendak melayangkan tangannya ke arah Caca gegas mengurungkan niatnya karena mendengar suara istrinya yang amat dicintainya.
“Ya Allah! Apa memang dunia sudah terbalik yah!? Membantu orang lain malah disangka punya niat tidak baik dan dianggap penjahat! Nggak ditolongin dikira nggak punya hati nurani,” sungutnya Caca.
Pria itu melotot mendengarkan ocehannya Caca, tanpa sungkan dan ragu langsung mendorong tubuhnya Caca yang kebetulan menghalangi jalannya.
“Minggir! Kau menghalangi jalanku!” ketus Pria itu.
Tubuhnya Caca terdorong hingga terduduk ke atas lantai pelataran masjid.
“Auhh sakit!” Keluhnya Caca sembari mengusap bokongnya yang sakit sedikit ngilu dan kebas karena terbentur dengan lantai yang cukup dingin.
“Salah kamu sendiri yang menghalangi jalanku!” Balasnya yang tak mau mengalah.
“Astaganaga Bapak! Istrinya sudah aku tolongin bukannya berterimakasih malah main dorong saja! Emangnya aku ini kursi roda apa!?” kesalnya Caca.
“Dek, maafin suamiku yah, dia tidak berniat untuk bersikap kasar padamu, suamiku hanya ketakutan dan panik melihat istrinya terjatuh,” ucap Selina yang menyesali perbuatan suaminya.
“Nggak apa-apa Bu, nggak perlu meminta maaf lagian sudah terlanjur kejadian juga,” kesalnya Caca.
Imran hanya melirik sepintas lalu ke arah Caca, “Istriku kamu baik-baik saja kan?” Tanyanya yang nampak panik.
Perempuan itu menggelengkan kepalanya agar suaminya tidak mengkhawatirkan kondisinya yang sebenarnya luka bekas operasi di perutnya sedikit perih akibat terjatuh.
“Aku baik-baik saja kok, aku ingin shalat isya, apa Mas bisa membantuku melakukannya?” pintanya yang menatap dengan tatapan mengibah.
“Pak, kalau bisa sebelum emosi itu sebaiknya bertanya atau setidaknya melihat baik-baik apa yang sedang terjadi, jangan seenak jidatnya saja langsung mukul. Coba bapak mukul aku tadi pasti aku aduin ke pihak berwajib karena tindakan bapak yang main kekerasan,” sarkasnya Caca yang menatap jengah ke arah pria yang perawakan tinggi dan tampan itu.
Imran sama sekali tidak peduli ataupun menggubris perkataannya Caca, meski Caca mengancamnya dengan cara akan melaporkannya ke polisi.
“Selina, kamu itu sedang sakit dan tidak boleh kemana-mana. Kamu shalat di dalam ruangan saja,” balasnya pria itu.
“Mas Imran, aku baik-baik saja kok. Lagian aku masih sanggup melakukannya. Sudah lama nggak shalat di dalam masjid soalnya,” ucapnya lemah lembut agar suaminya setuju mengijinkannya.
“Mama dimana, kenapa dia nggak menjagamu?” Tanyanya Imran sambil mencari keberadaan Mama mertuanya itu.
“Mama balik ke rumah, katanya pegal-pegal jadi pengen beristirahat, insya Allah besok baru balik kesini,” jawabnya Selina.
“Kenapa sih Mama lebih mementingkan dirinya sendiri dibanding anak kandungnya? Mama masih saja egois,” ketus Imran.
Imran tidak pernah menyukai sifat mama mertuanya yang selama ini seperti ogah-ogahan menjaga dan merawat istrinya yang anak kandungnya sendiri.
“Mama Lidya kenapa belum berubah juga. Apa memang dia tidak pernah merasa kasihan melihat anaknya yang sakit-sakitan. Kayak Selina bukan anak kandungnya saja menyayangi setengah hati,” monolognya Imran.
Selina menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya dengan memperlihatkan senyuman termanisnya dan puppy eyesnya agar suaminya kembali memenuhi keinginannya.
Selina mengelus punggung tangan suaminya berharap keinginannya terkabul, “Aku mohon dengan sangat, please yah suamiku! Untuk hari ini saja lain kali nggak bakalan aku memintanya,” Selina memohon belas kasih suaminya.
“Baiklah, Mas kali ini izinkan kamu shalat di dalam masjid,” ucapnya juga akhirnya Imran yang tidak tega melihat Selina yang merengek memintanya.
Caca hanya menatap datar pria yang mendorongnya yang sedang berbicara dengan istrinya dan dia tidak ingin menjadi pendengar setia dari perbincangan kedua pasangan suami istri itu.
“Makasih banyak sudah membantuku,” ujar Selina sebelum Caca berjalan lebih jauh.
Caca hanya membalasnya dengan senyuman ramah, kemudian Ia gegas berjalan ke arah tempat mengambil air wudhu khusus untuk wanita.
Disela-sela setiap gerakan yang dilakukannya, air matanya menetes membasahi pipinya hingga terdengar suara isakan tangisannya.
“Aku bersimpuh kepadaMu wahai Rabb, ampunilah segala dosa dan khilaf ku dan kabulkan doa-doaku demi adikku ya Allah. Aku percaya padaMu ya Allah jika Engkau akan membantu kami,” lirih Caca yang menengadahkan kedua tangannya ke atas.
Selina tak sengaja mendengar keluh kesahnya Caca yang mengadukan segala keresahan, kegundahan dan permasalahannya hingga Alisnya menyatu, kepalanya miring satu sisi, matanya menyipit mencari sumber suara itu. Ia memasang telinganya dengan baik agar ucapan Caca terdengar dengan jelas.
Netra hitamnya menangkap sosok perempuan muda yang sepertinya yang sudah berbaik hati menolongnya.
“Bukannya dia gadis cantik yang membantuku?” gumamnya.
Tangannya terangkat ke atas hingga air matanya membasahi kedua telapak tangannya, “Ya Allah, aku harus dapatkan uang sebanyak itu dari mana? Tapi, kalau kami tidak dapat uang itu secepatnya bisa-bisa adikku tidak bisa diselamatkan dan akan meninggal dunia,” lirihnya Caca.
Selina yang mendengarnya seketika tersenyum miring,” kayaknya aku bisa manfaatin gadis ini untuk melancarkan rencanaku bersama Mas Imran.”
Selina mendorong kursi rodanya menuju dimana Caca berada yang masih khusyuk bermunajat kehadirat Allah SWT. Caca tak henti-hentinya meneteskan air matanya.
“Mungkin ini adalah jawaban dari doa-doaku selama ini. Aku yakin melalui gadis muda ini, aku akan mendapatkan keturunan yang sudah lima tahun kami tunggu kehadirannya,” monolog Selina.
Selina duduk tak jauh dari tempatnya Caca yang terduduk tafakur di atas sajadahnya.
“Aku yakin dengan iming-iming uang yang banyak gadis cantik ini mau menjadi ibu dari anakku, aku perhatiin secara seksama gadis ini cantik juga, meskipun berpakaian sederhana dan dari kalangan orang miskin tapi, Aku yakin dengan sangat dia sangat cocok menjadi surrogate kami,” batinnya.
Caca menyudahi doanya dan hendak melipat mukenah yang dipakainya Itu, tapi sedikit terkejut karena Selina sudah duduk di samping kanannya sambil tersenyum.
“Ehh ibu Selina, ngapain di sini? Seharusnya ibu itu berdiam diri di dalam kamarnya ibu untuk istirahat total dan perbanyak bedrest. Takutnya suaminya ibu melihat kita berduaan dan menganggap aku ingin melukai ibu lagi,” ujarnya Caca yang bernada sarkasme.
Selina tersenyum canggung mendengarnya,” insha Allah, Mas Imran tidak akan marah malahan dia bakal bahagia.”
Keningnya mengernyit keheranan mendengarnya,” maksudnya, ibu apa?”
“Bisa nggak usah manggil pake ibu segala, aku baru 32 tahun soalnya. Belum tua-tua amat juga,” jawabnya yang diakhiri dengan candanya.
Mata yang berbinar, tertawa lepas, giginya terlihat, matanya tersenyum seperti bulan sabit. Terlihat dari matanya yang berbinar, bibirnya mengulum senyum.
“Mbak Selina, kayaknya aku harus balik duluan karena adikku butuh kehadiranku. Aku pamit Mbak assalamualaikum,” Caca hendak berjalan meninggalkan Selina tapi tangannya ditarik pelan oleh Selina.
Keningnya kembali berkerut kebingungan,” ada apa Mbak? Aku harus menemani adikku yang harus segera dioperasi. Mbak bisa hubungin atau panggil suaminya. Atau mungkin Mbak mau aku bantuin panggilkan suaminya?”
Selina menarik nafasnya terlebih dahulu kemudian membuangnya dengan sangat pelan-pelan sebelum berbicara.
“Aku bisa melunasi biaya pengobatan dan perawatan adikmu asalkan kamu bersedia menjadi ibu pengganti calon anakku,” ucapnya Selina dengan penuh ketegasan dan keyakinan di setiap katanya.
Caca terdiam seksama memikirkan apa arti dari ucapannya Selina perempuan yang menatapnya dengan tatapan mata yang berharap penuh kalau keinginan dan permintaannya diiyakan oleh Caca.
Caca ingin mengabaikan permintaannya Selina, tapi disisi lain adiknya Zidan butuh ditangani secepatnya jika tidak maka nyawanya yang akan menjadi taruhannya.
“Ya Allah, apakah ini adalah solusi yang paling tepat agar adikku bisa selamat dan terus hidup?” batinnya Caca.
“Kalau kamu lama menjawabnya bisa-bisa adikmu tidak selamat. Maaf bukanya aku berharap atau mendoakan saudaramu yang tidak-tidak, hanya saja karena kamu menundanya kemungkinan terburuk bisa saja terjadi,” imbuhnya Selina yang berusaha untuk meyakinkan dan mempengaruhi Caca.
Caca masih saja terdiam mematung sambil menimbang dan mendengarkan permintaan dari Selena. “Ya Allah, apakah ini adalah jalan yang Engkau berikan kepadaku? Abang Zacky juga tidak mungkin mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang singkat,” gumamnya Caca.
Baru saja Caca hendak menjawab permintaannya, tapi kedatangan Imran membuat Caca kembali mengurungkan niatnya untuk berbicara.
“Aku balik dulu Mbak, assalamualaikum,” pamit Caca.
“Dek, gimana dengan permintaanku? Aku mohon penuhilah permintaanku ini. Kamu mungkin masih bisa punya anak lebih banyak lagi dimasa depan sedangkan aku sudah tidak punya harapan lagi untuk memiliki anak,” air matanya Selina menetes membasahi pipinya yang sedikit tirus.
Imran dibuat keheranan mendengar ucapan dari istrinya,” sayang, istriku maksudmu apa?”
“Mas, aku meminta adek ini menjadi ibu pengganti calon anak kita kelak kebetulan adiknya butuh pertolongan segera mungkin dan aku menawarkan bantuan kepadanya dengan cara dia hamil anak kita berdua dan setelah anak kita lahir dia harus pergi menjauh selamanya dari hidup kita berdua untuk selamanya!”
Imran bukannya marah atau pun melarang niatan istrinya karena ini sudah lama mereka rencanakan sebelumnya.
“Kami juga akan memberikan sejumlah uang untuk masa depan kamu dengan keluargamu yang paling penting kamu melahirkan anak untukku dan jika kamu berhasil melahirkan anak laki-laki maka kami akan memberikan bonus selain biaya hidup,” jelas Imran.
Caca kembali ingin berbicara tapi, tiba-tiba ponselnya bergetar di dalam saku celananya.
“Maaf, aku angkat telpon dulu, Pak,” ucap Caca.
Keningnya mengernyit melihat layar ponselnya memperlihatkan sebuah nomor hp yang sama sekali tidak dikenalnya.
“Jangan lama-lama berfikirnya adikmu butuh pertolongan,” ucap Imran yang yakin kalau Caca pasti akan menuruti perintahnya.
Caca berjalan sedikit menjauh dari kedua pasutri itu untuk mengangkat telponnya.
“Assalamualaikum, iya benar sekali Pak, saya Fanya Nadira Azzahra,” jawabnya Caca.
Caca mendengarkan baik-baik apa yang disampaikan oleh orang yang berada di seberang telpon.
“Astaghfirullah aladzim, itu tidak mungkin Pak. Tidak mungkin kakakku melakukan apa yang Bapak katakan!” Protesnya Caca yang tak ingin mempercayai apa yang dikatakan oleh orang yang tidak dikenalnya.
Air matanya kembali menetes membasahi pipinya, wajahnya memucat, keringat sebesar biji kacang terlihat mengalir di pelipisnya, bola matanya membulat sempurna, dadanya berdebar kencang sempurna saking terkejutnya mendengar kabar duka itu.
Caca terduduk di atas lantai, air matanya semakin terlihat deras membasahi pipinya yang sedikit tirus,” Ya Allah, cobaan apa lagi ini?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Miu Nih.
selina malah jdi istri yg baik, bersedia di madu kah 🤔🤔
2025-05-16
0
Yani
Yang kuat ya caca ujian datang bertubi " 😓
2025-05-16
0
sunshine wings
Astaghfirullahalaziim... nol adab.. 🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤦🏻♀️
2025-05-10
1