Bab. 4

Clara mendorong meja di depannya dengan wajah emosi. Di kepalanya masih ada perban. Tapi dia tidak mau berbaring di tempat tidur. Hatinya begitu sakit saat membayangkan rencananya harus gagal hari ini.

"Bodoh! Kenapa kalian membiarkan pria asing itu muncul dan menyelamatkan Helena. Seharusnya kalian tembak saja dia," umpat Clara penuh emosi.

"Bos, sepertinya pria itu juga yang sudah menggagalkan rencana kami selama ini. Namanya Clous. Dia teman dekat Helena."

Helena semakin serius. "Teman dekat? Apa Kak Aberzio tahu?"

"Kami lihat Strike beberapa kali memperhatikan kediamannya. Sepertinya Bos Aberzio mengetahui keberadaannya." Pria tangguh itu meletakkan beberapa foto yang berhasil di ambil.

"Sepertinya aku tidak bisa memanfaatkannya untuk memisahkan Helena dan Kak Aberzio. Pria seperti dia tidak akan mungkin mau mengikuti rencanaku." Clara berjalan mondar-mandir. Dia sedang memikirkan rencana selanjutnya. Tidak boleh sampai gagal lagi. "Tapi kita bisa membuatnya ada di pihakku secara suka rela. Dia pria."

"Bos, Helena wanita pembunuh. Dia memiliki banyak musuh. Bagaimana kalau kita buat semua musuh Helena kembali muncul dan mengincar nyawanya?" Wanita di dekat Clara kembali mengeluarkan suara.

"Pembunuh? Prestasi yang jelek. Hanya pembunuh kelas teri bersaing denganku? Siapkan semuanya. Aku akan memikirkan cara untuk membuat Helena keluar tanpa penjagaan."

"Sekarang anda harus membersihkan aksi kita, Bos. Jangan sampai Strike tahu kecelakaan hari ini adalah rencana kita."

"Astaga. Aku sampai lupa. Aku akan pergi menemui jalang sialan itu." Clara segera pergi meninggalkan semua anggota setianya. Ekspresi wajahnya dibuat sesedih mungkin. Memastikan setelah Helena melihatnya akan merasa kasihani dan tidak tega.

Di dalam kamar, Aberzio mengecup punggung tangan Helena sampai berulang kali. Dia terlihat begitu khawatir sampai-sampai tidak mau meninggalkan Helena walaupun hanya satu detik.

"Aku baik-baik saja." Helena mengusap pipi Aberzio.

Suara ketukan pintu diikuti oleh kemunculan Clara. Wanita itu melangkah dengan tubuh lemas. Dia memandang ke arah Helena dan tersenyum. "Kak, aku sangat mengkhawatirkan kakak."

"Clara, maafkan aku. Aku sudah membuatmu celaka." Helena ingin segera beranjak agar bisa memeluk Clara. Akan tetapi Aberzio menahannya. Dokter James meminta Helena untuk tidak banyak bergerak dulu.

"Kak, aku mau pamit. Malam ini aku akan pulang ke Meksiko," ucap Clara dengan pelan.

"Clara, menginaplah beberapa hari lagi. Setelah itu kau bisa pergi ke Meksiko bersama Aberzio. Bukankah kau juga memiliki masalah yang begitu rumit di sana?" tawar Helena.

"Apa yang dikatakan Helena benar. Menginaplah di sini beberapa hari lagi, Clara," sambung Aberzio.

"Semudah ini? Aku memang akan pergi ke Meksiko bersama Kak Aberzio. Nantinya aku bisa memiliki kesempatan berduaan bersama Kak Aberzio," batin Clara.

"Clara, jangan menolak ya. Aku tidak akan tenang jika kau pulang dalam keadaan seperti ini." Helena terlihat memohon.

Clara tersenyum. Dia berjalan menghampiri Helena dan memeluknya. "Aku nggak mau kehilangan kakak."

"Maafkan aku. Apa aku sudah membuatmu takut?"

Clara menggeleng. Kepalanya menunduk dalam. "Mereka musuhku. Jika ingin membunuhku, kenapa harus melibatkan kakak? Kak Aberzio akan menyalahkanku jika kakak sampai kenapa-kenapa," lirih Clara dengan ekspresi wajah yang menyakinkan.

"Apa yang kau katakan? Kau adikku. Aku senang bisa melindungimu hari ini. Aku dan Aberzio akan menjagamu dengan baik. Kau itu adik kesayangan kami, Clara." Helena kembali memeluk Clara. Senyumnya terlihat begitu tulus.

Aberzio dan Strike juga ikut tersenyum melihatnya. Mereka merasa kalau Helena dan Clara memang sangat cocok menjadi adik kakak. Mereka memiliki pola pikir yang sama.

Selera makanan dan minuman yang sama. Bahkan beberapa hobi lain juga sama. Tidak pernah terpikirkan di benak Aberzio maupun Strike kalau Clara menyimpan dendam yang begitu mematikan untuk seorang Helena.

***

Seminggu setelah kecelakaan, Helena dan Clara sudah terlihat jauh lebih baik. Perban di kepala mereka sudah dilepas. Kini dua wanita itu duduk di depan televisi. Menonton film favorit mereka.

Clara sudah menyiapkan rencana baru. Meskipun awalnya kesulitan menemukan musuh masa lalu Helena. Sebagian besar ternyata sudah habis di tangan Strike. Aberzio sudah tahu lebih dulu kalau korban Helena pasti akan menimbulkan masalah baru nantinya. Itu kenapa Strike sengaja membereskan korban yang berpotensi dendam pada Helena.

Tapi Helena sudah bekerja menjadi pembunuh bayaran selama belasan tahun. Mungkin musuh baru bisa dilacak oleh Strike. Tetapi sisanya tidak. Kali ini Clara akan membawa musuh Helena ke Rio. Memastikan Helena tewas di tangan musuhnya sendiri.

"Kak, bukankah manis sekali. Baby, darling, love." Clara memasukkan cemilan ke dalam mulutnya. "Sweety?"

"Aku lebih suka Honey. Terdengar begitu manis bukan?" Helena juga ikut memakan cemilannya.

"Kak, aku mau nantangi kakak. Kalau kakak bisa buat Kak Aberzio manggil kakak dengan sebutan apa tadi? Honey? Aku akan menuruti permintaan kakak selama satu minggu," tantang Clara. Dia tahu sedingin apa seorang Aberzio.

Aberzio tidak pernah suka dengan beberapa hal yang menurutnya tidak berguna. Sangat tidak penting. Panggilan Honey terdengar begitu berlebihan. Dia ketua mafia yang memiliki kuasa. Dipandang sebagai pria yang sangar juga. Kali ini Helena pasti kalah.

"Siapa takut," sahut Helena.

Clara tersenyum mendengarnya. "Kebetulan sekali. Kak Aberzio baru saja kehilangan. Ada pencuri yang berhasil mengambil emasnya. Emosinya pasti tidak terkendali. Jika Helena muncul di saat seperti ini, dia pasti hanya akan mendapat amukan dari Kak Aberzio," gumam Clara di dalam hati.

"Ayo kita temui Aberzio. Dia ada di halaman belakang sedang latihan," ucap Helena. Dia menarik tangan Clara dan menggandengnya. "Bersiaplah menuruti semua permintaanku selama satu minggu, Clara."

"Bagaimana kalau aku yang menang?"

"Kau boleh minta apapun dariku."

"Apapun?"

"Ya," sahut Helena. "Tapi kau akan kalah. Jadi jangan langsung memikirkan sesuatu yang kau inginkan. Karena itu semua akan sia-sia saja."

"Kakak terlalu percaya diri. Pasti aku yang menang. Kak Aberzio tidak akan mau memanggil kakak dengan sebutan Honey. Apa lagi di depan King Tiger. Bersiaplah menemaniku di salon seharian." Clara tersenyum puas. Setelah tiba di salon, Helena akan bertemu dengan musuhnya.

"Kita buktikan." Helena kembali tersenyum. Baginya mau menang atau kalah, itu akan sama saja. Helena sendiri juga tidak berharap banyak sama Aberzio. Semua dia lakukan hanya untuk bersenang-senang saja dengan Clara.

***

Aberzio terlihat mengumpat dengan emosi yang meledak-ledak. Dia terus saja menyalahkan anggota Strike. Wajahnya sampai memerah. Bahkan Strike sendiri tidak berani bersuara saat itu.

"Honey," teriak Helena dari kejauhan. Dia muncul bersama dengan Clara. Melambaikan tangannya.

"Apa katanya? Honey?" tanya Aberzio kepada Strike.

"Ya, Bos. Honey," perjelas Strike.

Aberzio mengernyitkan dahinya. Memandang ke depan sejenak sebelum mendengus kesal. Dia tidak bisa melanjutkan hukumannya karena sudah ada Helena di sana.

"Aberzio, kenapa kau tidak menjawabku?" protes Helena. Dia tertawa bersama dengan Clara.

"Kak, bersiaplah untuk kalah," ledek Clara.

"Kita baru mulai. Aku belum kalah," sangkal Helena.

"Helena, apa yang kau inginkan? Kenapa tiba-tiba muncul di sini?"

Helena melepas tangan Clara. Dia berjalan mendekati Aberzio. "Aku mau kau memanggilku dengan sebutan Honey. Cepat."

Aberzio menaikan satu alisnya. Dia memandang Strike dan meminta pertolongan pria tangguh itu.

"Nona, apa maksudnya? Honey untuk apa?" Strike berusaha membujuk agar Helena tidak semakin keterlaluan.

Helena memajukan bibirnya. "Honey itu artinya kesayangan. Aku ingin menjadi kesayangan Aberzio," jelas Helena. Dia memandang ke arah Clara. Kini wanita itu tertawa meledeknya.

"Kau menang. Aku kalah," ungkap Helena. Dia menyerah. Tidak mau juga memaksa Aberzio.

"Kalian sedang taruhan?" Aberzio mulai menyimpulkan.

"Ya. Aku kalah karena kau tidak mau memanggilku Honey," protes Helena.

Aberzio menjauhkan kepalanya. Bisa-bisanya istrinya taruhan. Bukan karena keinginan dari hatinya. Padahal tadi Aberzio sempat tersanjung mendengar penjelasan Helena. Hatinya jadi kecewa ketika tahu kalau semua itu hanya lelucon semata.

"Tapi, bukankah Honey terdengar manis? Aku akan memanggilmu Honey." Helena mencubit pipi Aberzio dengan gemas. "Kau adalah Honeyku. Suamiku."

Helena segera menghampiri Clara. Merangkul wanita itu dan membawanya pergi. Mereka berdua kembali tertawa setelahnya.

"Kakak harus menemaniku ke salon."

"Buruk sekali. Aku tidak suka salon sebenarnya. Untuk apa?" protes Helena.

"Kakak sudah kalah."

"Ya ya."

Aberzio memandang ke arah Strike. "Honey?"

Strike menunduk dengan tawa tertahan.

"Strike, dengar dulu. Honey.... Honey?" Aberzio mengulang-ulang kata Honey untuk menemukan nada yang pas.

Anggota King Tiger juga ikut manahan tawa mendengarnya. "Ah, lupakan. Kalian semua. Sana pergilah. Aku tidak akan menghukum kalian malam ini."

"Baik, Bos." Pasukan King Tiger segera pergi. Meninggalkan Aberzio dan Strike berdua di sana.

Strike mengangkat kepalanya dan memandang Aberzio. "Anda yakin bos mau menggunakan kata Honey?" Strike kembali memastikan.

Aberzio mengukir senyum indah di bibirnya. "Aku hanya ingin membuatnya bahagia. Senyumnya membuatku semakin bersemangat. Apapun akan aku lakukan agar Helena bahagia. Apapun itu, Strike."

Strike ikut tersenyum. "Nona Helena pasti bahagia mendengarnya, Bos. Ayo kita latihan lagi. Kita cari nada yang pas. Honey?"

***

Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Helena dan Clara sudah ada di dalam salon. Dua wanita itu sedang manicure dan pedicure. Seseorang juga sedang merawat rambut Helena dan Clara. Sesekali terdengar suara tawa Helena dan Clara. Mereka terlihat begitu menikmati momen sore ini.

"Setelah ini kita akan makan. Aku sudah lama tidak makan steak," ucap Helena.

"Ya. Aku juga lapar," sahut Clara malas. Dia melirik anak buahnya. Mereka sudah memberi kode kalau semua rencana sudah di susun rapi.

Tidak lama setelahnya Helena dan Clara sudah keluar dari salon. Dua wanita itu terlihat segar dan jauh lebih cantik. Karena salon yang mereka masukin ada di salah satu mall. Kini Helena dan Clara tidak perlu pergi jauh saat ingin makan. Restoran steak juga sudah ada di dalam mall tersebut.

"Kak, aku mau ke toilet sebentar. Kakak tunggu di sini ya," pinta Clara.

Helena hanya mengangguk saja. Dengan tenang berjalan ke arah pinggir. Dia ingin melihat pemandangan di bawah dari sana.

"Helena. Apa yang kau lakukan di sini?"

Helena memutar tubuhnya. Bibirnya tersenyum melihat sosok yang sangat dia kenali juga ada di sana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!