Perpisahan Kedua
3 tahun yang lalu. Rio de Janeiro
Di salah satu restoran mewah di kota Rio, telah digelar pesta sederhana untuk merayakan sebuah kemenangan. Puluhan pria bersenjata memenuhi ruangan berukuran luas tersebut. Beberapa wanita cantik dan juga tangguh meramaikan arena pesta.
Beberapa pelayan restoran berlalu lalang menyajikan minuman. Pelayan-pelayan itu tidak ada yang berani menatap sosok pria tampan yang kini duduk sebagai seorang raja di tengah pesta. Bahkan hanya meliriknya saja mereka tidak berani.
Aberzio Guineno. Pria yang menjadi ketua dari segala ketua di malam itu duduk dengan angkuh di sebuah sofa tunggal. Kedua kakinya terbuka dan dia duduk bersandar sambil mengamati orang-orang yang kini sedang bersenang-senang. Tersenyum tipis memandang semua anak buahnya.
Di depannya ada meja yang tersusun rapi aneka minuman beralkohol. Sebuah pistol dan ponsel tergeletak begitu saja. Tidak jauh dari posisi Aberzio berada, ada Strike yang berdiri kokoh menjaga Aberzio dengan teliti. Sorot mata elangnya yang tajam mengamati setiap langkah kaki manusia yang ingin mendekati Aberzio.
Jam masih menunjukkan pukul 9 malam. Rasanya masih terlalu sore untuk mengakhiri sebuah pesta. Tapi Aberzio seperti sudah bosan ada di dalam ruangan luas itu. Perlahan dia merubah posisi duduknya.
Memandang ke pintu masuk. Perhatiannya kembali teralihkan ke arah lain. Dia mendesah dan kembali bersandar.
Seorang wanita bergaun merah baru saja muncul di lokasi. Dia berjalan dengan penuh percaya diri. Bibirnya yang merah tersenyum lebar. Belahan gaun sampai ke paha memamerkan kaki jenjangnya yang mulus dan seksi. Setiap kali dia melangkah, di balik pahanya terlihat belatih yang terselip dengan rapi. High heels setinggi 11 cm membuatnya terlihat tinggi.
Sorot matanya begitu tajam saat beberapa pelayan wanita berpapasan dengannya. Bahkan satu pelayan sampai menjatuhkan gelas yang dia bawa bersama nampannya karena terlalu takut.
"Maafkan saya, Nona," ucap pelayan dengan wajah memohon.
"Pergilah. Jangan muncul di depanku lagi dengan pakaianmu yang menjijikkan itu!"
"Ba ... Baik, Nona." Pelayan itu mengutip nampan dan berlari pergi. Membiarkan gelas yang berserak karena tidak lagi berani berada di dekat wanita berambut panjang itu.
"Bos, perlu saya bereskan?" tawar seorang wanita yang kini ada di dekatnya.
"Tidak perlu. Malam ini suasana hatiku lagi bagus," tolaknya. Dia kembali melangkah dengan wajah angkuh. Sombong. Melirik setiap wanita yang ada di pesta. Memastikan tidak ada orang luar di sana. Hanya anggotanya dan juga King Tiger.
Semua orang yang berpapasan dengannya menunduk hormat. Entah itu laki-laki atau perempuan. Semua pria tidak ada yang berani melirik kecantikannya.
Seorang wanita tangguh kembali berjalan menghampirinya. "Anda cantik sekali, Bos."
Wanita itu memandang ke depan. Memperhatikan pria tangguh yang kini duduk tanpa tersentuh oleh wanita manapun. Dia memberikan tas yang di bawa kepada anak buahnya. Melihat Aberzio duduk dengan gelisah membuatnya mengukir senyum tipis.
"Apa dia menungguku?"
"Hanya Bos Clara yang bisa duduk di samping Bos Aberzio. Silahkan, Bos." Seorang pria menyambut Clara dengan senyuman ramah.
"Hanya aku yang pantas ada di sisinya," ungkap Clara dengan penuh kesombongan.
Kedua kakinya melangkah menuju ke tempat Aberzio berada. Semua orang memberinya jalan untuk lewat. Memuji kecantikannya dan pastinya tersenyum ramah.
Siapa yang tidak kenal dengan Clara?
Sepupu kesayangan seorang Aberzio Guineno. Satu-satunya wanita yang dijaga dengan baik oleh Aberzio sejak dia lahir. Tidak pernah dibiarkan meneteskan air mata.
Semua orang akan berpikir dua kali jika ingin menyakiti Clara. Bahkan karena tidak mau mendapat masalah dengan Aberzio, di usia Clara yang sudah menginjak 24 tahun ini ia belum memiliki pacar. Tidak satu pria pun yang berhasil menyentuhnya. Aberzio menjaganya dengan baik.
"Clara, kau sudah tiba." Aberzio beranjak dari duduknya. Dia berjalan menghampiri Clara. Tersenyum ramah.
"Kakak, selamat." Clara memeluk Aberzio dengan erat. Menenggelamkan kepalanya di dada bidangnya yang kokoh. Memejamkan matanya. Berharap waktu segera berhenti.
Clara merasa menjadi wanita paling spesial. Hanya dia yang bisa sedekat ini dengan Aberzio. Memeluknya. Bahkan sudah tidak terhitung lagi berapa kali Aberzio menggendongnya. Melindunginya.
Saat tangan kekar Aberzio melingkupi tubuhnya. Clara merasa sebuah kehangatan dan kenyamanan yang tiada tara.
Senyumnya mengembang indah. Dia ingin diperlakukan seperti ini setiap saatnya. Oleh Aberzio. Sosok pria yang sudah menemaninya sejak kecil. Sosok kakak. Bahkan Clara berharap hubungannya dengan Aberzio lebih dari itu.
Malam ini dia akan mengungkapkan perasaannya di depan semua orang. Anggotanya dan anggota Aberzio telah berkumpul. Melihat dari perhatian Aberzio selama ini. Sudah bisa dipastikan pria tangguh itu akan membalas perasaannya.
"Aku merindukan kakak."
"Aku juga sangat merindukanmu." Aberzio mengusap rambut panjang Clara.
"Ada yang ingin aku katakan." Clara merasa debaran jantungnya berdetak semakin cepat. Tapi dia bahagia. Setelah Aberzio membalas perasaannya, mereka akan menikah dan hidup bahagia.
"Ada apa, Clara?"
Clara memandang anak buahnya. Mereka tersenyum dan segera mematikan musik. Hanya suara Clara yang bisa di dengar. Suasana yang semula begitu berisik kini berubah tenang.
"Sebenarnya aku.... " Clara mendongakkan kepalanya memandang Aberzio.
Suara sepatu high heels yang kini baru saja terdengar mengalihkan perhatian semua orang. Aberzio segera melepas pelukannya. Memandang ke arah wanita yang baru saja tiba. Tatapannya begitu posesif. Penuh gairah dan kerinduan.
Aberzio memperhatikan kaki jenjang wanita bergaun hitam sepaha tersebut dengan saksama. Memastikan setiap langkahnya tidak ada kesalahan. Tidak boleh sampai terjatuh, terluka ataupun tersentuh oleh siapapun.
Rambut pendeknya memberi kesan tangguh dan juga keangkuhan. Bibirnya yang merah membuat Aberzio menelan salivanya hingga jakunnya turun naik. Tatapan Aberzio berhenti di leher jenjangnya. Rasanya Aberzio ingin sekali menariknya dan mengigitnya karena gemas.
Clara memutar tubuhnya. Mengernyitkan dahi melihat sosok wanita asing yang sudah berani muncul di pesta mereka. Dalam hitungan detik saja dia tersenyum menghina. Paling sebentar lagi wanita asing itu akan ditangkap oleh Strike dan berakhir dengan kata kematian. Seperti itu yang kini memenuhi pikiran Clara.
Aberzio melangkah maju untuk menyambutnya. Semua orang masih memandang serius ke arah wanita asing tersebut. Termasuk anak buah Clara yang juga berkumpul di sana.
Sebagian besar pria di sana mulai membandingkan penampilan Clara dan wanita asing yang baru pertama kali mereka lihat. Bahkan semua pria setuju jika wanita asing itu lebih cantik dibandingkan Clara. Matanya yang indah menghipnotis semua pria hingga berdecak kagum setelah memandangnya.
"Sudah bangun, Helena?"
Helena tersenyum lebar. Dia menunduk dan menyembunyikan pipi meronanya karena malu. Sambutan Aberzio membuatnya salah tingkah.
Bisa-bisanya dia tertidur di mobil dan Aberzio tidak membangunkannya. Hanya ada dua penjaga di parkiran. Memastikan Helena tidur dengan nyenyak tanpa diganggu oleh seorangpun.
"Kau meninggalkanku," protes Helena dengan suara lembut. "Bagaimana kalau tadi aku diculik?"
"Aku tidak meninggalkanmu." Aberzio berjalan semakin dekat. Melekatkan bibirnya di dekat telinga Helena. Pria itu memejamkan matanya sejenak. Menghirup aroma tubuh Helena yang membuatnya semakin gila. "Tidak ada juga yang berani menculikmu," bisiknya mesra.
Helena tersenyum lagi mendengarnya. "Benarkah? Bagaimana penampilanku?"
Aberzio mendaratkan kecupan cintanya di pipi Helena. "Kau cantik sekali. Kau satu-satunya wanita paling cantik malam ini."
Dari kejauhan, Clara mengepal kuat tangannya. Untuk pertama kalinya dia melihat seorang Aberzio mencium pipi seorang wanita. Siapa wanita itu? Berani sekali. Hanya Clara yang boleh mendapat perlakuan manis dari Aberzio.
"Bos, tenanglah. Anda tidak boleh bertindak di luar batas." Bawahan Clara berusaha memperingati. Clara harus tetap terlihat anggun dan elegan malam ini. Jangan sampai kalah dengan sosok wanita asing yang baru saja tiba.
"Kau sudah berjanji untuk tidak menyentuh wanita manapun. Tapi tadi aku lihat kau memeluknya," sahut Helena.
Kedua matanya melirik sinis ke arah Clara. Dia bisa melihat jelas saat tubuh wanita bergaun merah itu ada di dalam pelukan Aberzio. Meskipun tidak lama. Tapi pelukan itu tidak bisa diterima oleh Helena.
Aberzio menaikan satu alisnya. "Cemburu, Sayang?"
Helena hanya diam. Tatapannya tertuju lagi ke arah Clara. Mereka berdua saling memandang. Clara kini memandangnya dengan tatapan membunuh. Helena bisa merasakan kejengkelan di dalam hati Clara.
Bukan takut justru Helena semakin menjadi. Dia segera merangkul lengan kekar Aberzio. Di depan semua orang. Mengklaim kalau Aberzio adalah miliknya. Tidak seorangpun boleh menyentuhnya.
"Kau tidak mau memperkenalkanku di depan mereka?" Helena kembali memperhatikan semua orang yang ada di sana. Mengingat setiap wajahnya. Memastikan mereka belum pernah bertemu sebelum malam ini.
"Malam ini aku mengadakan pesta karena ingin memperkenalkanmu kepada mereka semua. Ayo." Aberzio membawa Helena ke tengah ruangan. Bahkan saat berpapasan dengan Clara, pria itu tidak lagi meliriknya. Dia hanya fokus untuk menjaga perasaan Helena.
Helena melepas tangan Aberzio. Dia memandang ke arah Strike sejenak sebelum ke arah lain. Wajah angkuhnya terlihat begitu menjengkelkan. Dia berdiri dengan penuh kesombongan.
Helena berjalan ke kursi yang tadi sempat diduduki Aberzio. Suasana semakin hening. Apa lagi sekarang musik telah dimatikan. Helena mengambil senjata api yang ada di meja. Memperhatikannya dan duduk dengan santai di kursi. Melipat kakinya dengan anggun.
"Apa benda ini boleh menjadi milikku?"
"Kau boleh mengambil apapun yang kau inginkan," sahut Aberzio dengan lantang.
Lagi. Perhatian semua orang hanya tertuju ke arah Helena. Pistol kesayangan Aberzio diminta oleh seorang wanita? Lancang sekali. Lalu, kenapa Aberzio mengizinkannya. Apa setelah ini akan ada drama yang begitu mengerikan? Aberzio akan menyiksa wanita yang sudah lancang di depannya.
"Aku tidak menginginkannya lagi. Seseorang tidak menyukaiku saat menyentuhnya." Helena beranjak dari kursi. Dia berjalan menghampiri Aberzio. Berdiri di sampingnya dengan tangan terlipat di depan dada.
"Bisa mulai sekarang pidatonya, Bos," ungkap Helena.
Aberzio tertawa mendengarnya. Hanya Aberzio yang berani tertawa senyaring itu. "Malam ini kita berkumpul di sini untuk merayakan kemenangan King Tiger. Kota Rio sudah berhasil kita kuasai. Sekarang Rio milik King Tiger. Rumah kita." Aberzio mengambil dua gelas wine dan membawanya mendekati Helena.
"Selain pesta kemenangan. Ada satu informasi penting yang ingin aku sampaikan kepada kalian semua." Aberzio memberi satu gelas kepada Helena. Helena menerimanya.
"Perkenalkan. Helena. Mulai sekarang Helena bagian dari King Tiger. Kalian semua wajib melindunginya dengan satu-satunya nyawa yang kalian miliki. Seperti selama ini kalian melindungiku. Perintahnya adalah perintahku. Hartaku adalah hartanya. Nyawaku miliknya."
Aberzio memandang Helena dengan tatapan yang tajam. Kedua mata birunya berkedip sekali. Memperhatikan respon semua orang yang kini memperhatikannya dengan tatapan penuh tanya.
Hening. Belum ada yang berani bersuara meskipun kini sebenarnya semua orang ingin bertanya. Sepenting apa seorang Helena sampai-sampai posisinya setinggi itu di mata Aberzio Guineno. Bahkan mengalahkan posisi Clara.
"Helena adalah istriku. Kami sudah menikah dua hari yang lalu."
Prangg
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments