🌸
🌸
Aleandra menghentikan langkah di tengah-tengah tangga ketika mendapati keberadaan seorang wanita di dapurnya. Tempat masak itu memang dapat diakses secara langsung karena berada di satu area dengan ruang santai yang cukup luas. Dan meja makan besar yang berada di sana sudah berisi beberapa jenis makanan. Harum aroma masakan pun sudah menguar ke mana-mana.
“Ehm ….” Dia berdeham untuk memberitahukan keberadaannya, yang membuat wanita itu menoleh dan segera memutar tubuh.
“Selamat pagi, Pak?” sapa perempuan yang rambutnya diikat ke belakang itu.
Aleandra tak menjawab tetapi dia meneruskan langkah menuruni tangga lalu duduk di salah satu kursi.
“Maaf, Pak?” Asyla memberanikan diri untuk mendekat.
“Ya?” Dan pria itu segera mendongak, mendapati tatapannya yang takut-takut sedikit menunduk.
“Bapak mau kopinya sekarang atau bagaimana?” tanya Asyla dengan kedua tangan saling bertautan, mencoba menetralisir kegugupan karena untuk pertama kalinya dia berhadapan dengan pemilik tempatnya bekerja. Dia takut membuat kesalahan sehingga pemilik rumah kecewa dan memberhentikannya, dan itu artinya dia tidak punya jalan untuk melepaskan diri dari keluarga suaminya.
“Boleh,” jawab Aleandra, lalu dia kembali pada layar ponsel yang menyala.
Dengan sigap Asyla menuangkan air yang memang sudah dia didihkan beberapa menit sebelumnya. Mengisi gelas di mana kopi hitam dan kental manis yang sudah lebih dulu disiapkannya. Pak Pardi memang sudah memberitahunya banyak hal tadi subuh termasuk apa-apa yang perlu dia siapkan untuk Aleandra. Makanan kesukaan, minuman favoritnya dan segala yang tidak pria itu sukai.
“Silahkan, Pak. Tapi hati-hati masih panas,” ucap Asyla sambil meletakkan cangkir kopi yang mengepul di hadapan pria itu.
“Terima kasih.” Sedangkan Aleandra menjawabnya tanpa memalingkan lagi pandangan.
“Umm … saya nggak tau Bapak mau sarapannya apa makanya bikin ini dari pagi.” Wanita itu masih berada di sana dan menunggu sementara Aleandra mulai meminum kopinya.
“Rotinya mau dipanggang dulu apa gimana? Atau Bapak mau nasi goreng?” tanya Asyla lagi namun pria di depannya tak lekas menjawab.
Asyla terdiam sementara Aleandra melirik makanan yang disebutkan tadi.
“Maaf, Pak sebelumnya. Saya harus ngerjain apa dulu setelah ini? Kalau beres-beres kemarin sudah, apa perlu saya bereskan lagi vilanya?” Lagi, Asyla bersuara dan itu membuat Aleandra mendengus keras.
“Kalau boleh saya mau ke belakang dulu, mau —”
“Kamu berisik.” Akhirnya pria itu bersuara.
“Maaf, Pak?” Asyla memiringkan kepala.
“Saya sedang menikmati kopinya tapi kenapa kamu bicara terus? Kamu tau, kopi itu bisa dinikmati dalam suasana hening.”
“Umm ….” Asyla meremat ujung pakaiannya.
“Nasi goreng saja,” ucap pria itu setelah puas menyesap kopi panasnya.
“Maaf, Pak?”
“Saya mau nasi goreng saja yang sudah ada.” Dan Aleandra baru saja mengulurkan tangan hendak meraih centong untuk mengambil nasi goreng, namun secepat kilat Asyla sudah melakukannya. Dia mengambilkan piring kemudian mengisi benda itu dengan makanan yang dimaksud.
Aleandra tertegun.
“Segini cukup, Pak?” tanya Asyla sambil meletakkan piring yang sudah berisi nasi goreng dan ceplok telor. Juga menggeser toples kerupuk lebih dekat agar sang majikan bisa menjangkaunya. Segala yang pak Pardi ucapkan langsung dia hafal dengan cepat.
“Ya ….” jawab Aleandra yang tiba-tiba saja mengingat Silvia. Bukan orangnya, tapi kebiasaannya. Seingatnya, selama pernikahan wanita itu terhitung jarang melayaninya seperti itu. Bahkan bisa dibilang tidak pernah. Karena kesibukan mereka terkadang untuk sarapan bersama saja tidak sempat.
Ah, kenapa jadi ingat Silvia? Batinnya yang lagi-lagi mendengus kemudian memulai sarapannya.
“Kamu mau apa lagi?” Lalu dia menoleh saat didapatinya Asyla masih berada di sana.
“Ee … siapa tau Bapak butuh yang lainnya?”
Aleandra mengerutkan dahi. Ini aneh sekali.
“Kalau nggak saya mau ke belakang.” Asyla mundur.
“Di belakang ngerjain apa?” Namun pria itu lantas bertanya sehingga langkah Asyla terhenti.
“Apa ya? Mungkin siram bunga sama rumput.”
“Kalau begitu ke kamar saya dulu.”
“Hah?” Asyla tampak terkejut.
“Pakaian saya masih di koper. Jadi tolong bereskan ke dalam lemari.”
“Oh ….” Lalu Asyla beralih ke arah tangga.
***
Aleandra keluar dari ruang kerja dengan membawa cangkir kosong bekas kopi. Dia bermaksud meminta diisi kembali sambil memeriksa keadaan karena villa terasa begitu hening, padahal ada penghuni lain selain dirinya. Namun lagi-lagi dia tertegun saat mendapati asisten rumah tangganya itu tengah sibuk membereskan banyak hal.
Mengepel lantai hingga mengkilap, mengelap perabotan, memindahkan barang yang bisa dia pindahkan, lalu merapikan hal-hal kecil yang bahkan dia tak tau jika benda itu ada di sana. Dan semuanya wanita itu kerjakan dalam keheningan.
Tanpa suara, tanpa keluhan. Padahal Aleandra yakin semua pekerjaan itu cukup melelahkan. Dia tau karena dulu, sesekali suka mengerjakannya jika libur bekerja atau asisten rumah tangganya tidak datang. Meski dirinya lahir dari keluarga yang cukup berada, tapi ayah ibunya mendidiknya untuk bisa mengerjakan semuanya sendiri termasuk urusan domestik. Dan antara anak lelaki juga perempuan tidak dibedakan sama sekali. Semua anggota keluarga memiliki tanggung jawab yang sama.
Sesekali Asyla menyeka keringat di dahi dan wajah saat berhenti, lalu melanjutkan pekerjaannya hingga tak terasa waktu sudah beranjak siang.
“Maaf, Pak?” Asyla buru-buru menghampirinya saat menyadari Aleandra turun ke lantai bawah.
“Ya?”
“Saya mau izin pulang dulu sebentar, boleh?”
“Pulang?”
“Iya, Pak. Sebentar kok. Rumah saya di bawah.”
“Mau apa?”
“Menyusui anak dulu.”
“Hum?” Entah kenapa Aleandra sedikit merasa terkejut.
“Umm … saya harus menyusui anak dulu, kasihan. Tadi lupa nggak dipompa karena perginya subuh-subuh. Sekarang pasti lagi nunggu. Soalnya kalau nggak menyusu dulu dia nggak mau makan.” Asyla melirik jam dinding di dekat tangga.
“Kamu punya bayi?” Aleandra malah bertanya.
“Iya. Eh, nggak bayi juga sih. Bulan depan dia umurnya pas satu tahun.”
“Balita?”
“Iya.”
Pria itu terdiam.
“Boleh, Pak? Nggak lama kok. Tadi saya bilang sama pak Pardi dan katanya suruh minta izin sama Bapak.”
“Pergilah.”
“Boleh?”
“Ya. Hanya sebentar, kan?”
Wanita itu menganggukkan kepala.
“Baik, tapi ….”
“Apa, Pak?”
“Saya minta kopinya lagi. Seperti tadi.” Pria itu menyodorkan cangkir yang segera Asyla terima. Lalu dibuatkannya permintaan sang majikan dengan cekatan.
“Ini, Pak. Saya tinggal dulu sebentar.”
Aleandra menganggukkan kepala kemudian membiarkan Asyla berlalu. Tapi sebelumnya dia kembali memanggil wanita itu.
“Hey, Mbak?”
“Ya, Pak?” Asyla memutar tubuh.
“Siapa namamu tadi?”
“Umm … Asyla. Tapi Bapak bisa panggil saya Syla.”
“Oh, baik.”
“Permisi, Pak?” ucap Asyla lagi yang kini benar-benar pergi.
🌸
🌸
Kenalannya telat, Pak🤣🤣
Ayo like komen sama gift nya dikirim gaess biar novel ini naik. Siapa tau bisa crazy up.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
AGENCY²ᵗʰ🍀👙⃝ʀsᴍ
ya ampun pak kenalan setelah mau pergi orangnya 😂😂 kayaknya kopi semakin mendekatkan kalian deh ingat le jgn ingat Silvia lagi enyahkannn mending sama syla meskipun jendes
2025-04-27
2
Annie Gustava
kayanya si bp baru merasakan kopi buatan syila enak makanya dia baru tanya nama/Smile/.dah lah jgn d inget2 mantan lg toh km dah pisah ini ma silvia
2025-05-14
0
rahmalia maricar
udah semua tehcan tinggal crazy up nya yg blm,, diantos 😂😂
2025-04-26
3