Bab 4: Kedatangan Sang Raja

Mereka akhirnya memberi beberapa mantel dan kembali ke kediaman Corvin. Di sana, Alice langsung dibawa ke kamar tanpa diperbolehkan berkeliaran.

Merasa terpenjara? Sudah pasti. Namun, pada dasarnya Alice memang seorang tahanan Kerajaan karena dirinya adalah putri dari raja yang mereka taklukkan.

Demi dapat menyelamatkan nyawa para sandera, Alice memang memilih untuk menyerahkan diri pada sang raja. Namun bukan tanpa persiapan, dia ingin memberontak. Namun, kedatangan Iris, calon Saintes, akhirnya menyudahi rencananya.

Begitulah kisah dalam novelnya. Namun sayang, Alice yang sekarang tidak sesedih itu. Sudah dijadikan tumbal untuk menyelamatkan banyak nyawa? Apakah dia juga harus melakukan hal yang kembali membahayakan nyawanya?

Tentu saja rasa patriotisme dalam diri Alice juga ingin kembali mendirikan kerajaan yang sudah hancur berantakan, namun bukan berarti dirinya harus mengorbankan nyawanya dengan sia-sia.

“Lucian, apa saya boleh ke taman?” tanya Alice setelah empat hari lamanya dia terkurung di dalam kamar.

“Tidak,” jawab Lucian. Alice menghela napas pasrah. Dia kembali duduk di atas ranjangnya, memperhatikan Lucian yang tengah berfokus pada pekerjaannya di meja kerja.

“Apa ada yang bisa saya bantu?” tanya lagi Alice. Sekarang dia bahkan menjadi sosok yang buta aksara di sana. Dia sama sekali tidak dapat membaca tulisan orang-orang.

“Tidak ada,” jawab lagi Lucian. Alice merasa amat bosan dan ingin sekali kabur dari sana. Namun percuma saja, bila dia kabur, ending-nya akan sama saja dengan membuka gerbang neraka untuk dirinya sendiri.

“Lucian, ayo kita ke taman!” ajak lagi Alice. Lucian terdengar menghela napas kasar dan bangkit dari duduknya.

“Kemarilah.” Lucian mengulurkan tangannya dan membawa Alice berjalan-jalan di taman.

Bunga-bunga yang bermekaran indah, Alice menyukainya. Alice mengambil satu tangkai mawar dan menghirupnya dengan lembut.

“Lucian, apa bunga ini cantik?” tanya lagi Alice berbasa-basi. Lucian nampak mengangguk.

“Sebagai manusia, rupanya Anda juga menyukai keindahan,” tutur Alice dan mengambil beberapa tangkai bunga lainnya.

“Saya merasa pernah melihat vas bunga kosong di dekat jendela kamar. Saya ingin menaruh ini di sana,” ucap Alice dengan senyum yang merekah.

Alice sejenak berlari menghampiri sebuah bunga yang baru pertama kali dia lihat. Dia terkesima dengan kecantikan bunga itu dan akan menyentuhnya.

“Hentikan, itu bukan bunga,” ucap Lucian menghentikan tangan Alice. Alice akhirnya mengangguk patuh dan terus berlari dari bunga satu ke bunga lainnya.

Saat menyaksikan Alice berlari, perasaan yang sulit dijabarkan itu kembali datang. Perasaan yang membuat Lucian seolah takut akan langkah anggun Alice.

“Alice?” Lucian akhirnya kembali berbicara. Alice diam di tempat dan berbalik.

“Ya, Lucian?” tanya balik Alice dan melangkah maju mendekati Lucian.

“Jangan tinggalkan saya.”

Wusss...

Seketika angin berhembus kencang, membuat rambut Alice melambai indah dan serbuk sari bunga menyebar memberikan aroma mewangi.

‘Perasaan macam apa ini? Mengapa aku seakan menjadi sesuatu yang bahkan sulit dijabarkan? Kenapa jadi begini? Dilema apa ini?’ Alice berontak akan perasaannya sendiri. Ada perasaan aneh yang muncul tiba-tiba dan membuatnya merasa amat tidak nyaman.

“Alice, menikahlah dengan saya,” pinta Lucian lagi. Alice membelalakkan matanya saking syoknya.

‘Gila! Ini beneran gila! Apa yang harus aku lakukan sekarang?’ teriak Alice dalam hatinya.

“Bukankah sejak awal saya adalah milik Anda?” jawab Alice gugup. Jujur, ini pertama kalinya dari dua kehidupannya dia dilamar.

Mungkin banyak orang yang pernah mengungkapkan perasaan cinta padanya, dan Alice juga beberapa kali pernah menjalin hubungan baik itu settingan hanya untuk sekadar memberi bantuan atau memang berdasarkan perasaannya sendiri.

Namun selama dia berhubungan dengan siapa pun, dia tak pernah sekalipun dilamar atau diajak menikah dengan sangat berani seperti sekarang.

“Tidak. Saya menginginkan hal lainnya. Meski Anda adalah tawanan perang, namun Anda juga manusia,” ucap lagi Lucian. Alice meneguk salivanya sendiri saking bingung dan syoknya.

“Kesediaan saya bukanlah hal yang penting, Lucian. Saat ini saya hanya ingin bisa hidup dengan tenang.” Alice tersenyum tulus, mengungkapkan perasaannya sendiri yang tak ingin berkoar-koar dan membuang energinya.

“Kita memiliki tujuan yang sama. Namun, terkadang ketenangan tak datang begitu mudahnya,” ucap lagi Lucian. Alice mengangguk setuju.

“Tuan, Raja datang berkunjung!” panik seorang pelayan yang nampak berlari ke arah Lucian.

“Apa? Mengapa tak ada pemberitahuan?” tanya Lucian. Dia menarik lengan Alice masuk ke dalam kediamannya dan di ruang tamu nampak Sang Raja tengah duduk, di pangkuannya ada seorang wanita cantik.

“Lucian, apa Anda sudah cukup bersenang-senang dengan wanita itu?” tanya Raja, menatap Alice dari ujung kepala sampai ujung kaki. Merinding sudah tubuh Alice merasakannya.

“Hormat saya pada Baginda Raja. Semoga kemakmuran menyertai Anda. Maafkan saya, Baginda. Saya tidak mengerti maksud ucapan Anda?” Lucian mengangguk pada Alice, meminta Alice untuk masuk ke dalam kamarnya.

Alice tak ingin masuk. Dia juga ingin tahu apa yang akan diperbincangkan oleh mereka dan menatap Lucian dengan mata berbinar. Lucian akhirnya menarik lengan Alice dan mendudukkan Alice di atas pangkuannya, sama seperti apa yang dilakukan oleh sang Raja.

“Lucian, dia hanya seorang budak!” pekik sang Raja. Alice merinding mendengarnya. Namun dengan cepat, dia melingkarkan tangannya di leher Lucian.

“Saya sudah mengajukan surat pernikahan pada kuil. Kami akan melangsungkan pernikahan sebelum saya kembali ke wilayah Utara,” ucap Lucian tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu.

Dalam ucapannya menekankan seolah apa pun yang terjadi, Raja sendiri tak akan bisa menghalangi dirinya melakukan apa yang dia inginkan.

“Berani sekali! Kau tahu dia ini seorang tawanan perang. Dalam darahnya mengalir darah musuh kerajaan kita. Kau sudah gila!” bentak sang Raja. Lucian menatap Alice dengan perlahan.

“Sejak dia menginjakkan kaki di kediaman ini, saya sudah memutuskan bila dia akan tetap bersama saya. Dan kini dia adalah wanita saya, Yang Mulia.” Ungkapan itu menegaskan posisi Alice bagi Lucian.

Raja terkekeh sinis mendengarnya. “Jadi, kau juga akan membawa wanita ini ke Utara? Lucian, dia mantan putri dari sebuah kerajaan. Apa dia akan bertahan di wilayah utaramu itu?” sindir lagi Raja dengan nada angkuhnya.

“Terlepas dari penilaian Anda, bukankah kami sendiri yang akan menjalaninya? Dan terlepas dari semua hal tentang status wanita saya, dia akan tetap berada di samping saya,” ucap lagi Lucian tegas, tak ingin membuat Raja memiliki celah untuk menentang keinginannya.

“Dasar keras kepala! Aku jamin wanita itu tidak akan bertahan kurang dari satu bulan di Corvin,” ucap Raja sinis. Alice mengepalkan tangannya mendengar ucapan sang Raja.

“Bertaruhlah pada Raja,” bisik Alice pada Lucian. Lucian tertegun.

“Apa Anda berani bertaruh dengan saya?” Lucian berbicara dengan cukup percaya diri.

“Bertaruh, denganmu? Aku bahkan berani memberikan jutaan keping emas untuk taruhan ini. Dan bila kau kalah, maka wanita itu jadi milikku!” ucap sang Raja, mengutarakan langsung niat hatinya.

“Ambil,” bisik Alice pada Lucian. Lucian tersenyum pada sang Raja.

“Tidak sampai banyak. Saya hanya membutuhkan tiga juta keping emas. Itu sudah cukup. Dan Anda harus menepati janji Anda,” ucap Lucian, mengecup pipi Alice di hadapan sang Raja, seolah menegaskan milik siapa Alice saat ini.

Terpopuler

Comments

Eka Putri Handayani

Eka Putri Handayani

suka bngt ceritanya, stlh mrk nikah jd kan mrk pasangan hebat thor dan buat wilayah utara mnjd wilayah terkaya

2025-04-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!