Zera terlihat terkejut saat melihat calon suami kakaknya. Dia berdiri termenung di tempat, tubuhnya terasa kaku bahkan tangannya terlihat gemetar.
"kenapa kamu malah ngelamun Zera, ayo sapa keluarga calon kakak iparmu" ucap Farida pada putri bungsunya itu.
"I... iya ma" jawab Zera dengan terbata. perempuan itu menjawab iya tapi tak kunjung berjalan mendekat.
"Pak Hendra, Bu kharisma kenalkan ini putri bungsu saya adiknya Zahra" ucap Zulhan memperkenalkan Zera pada keluarga Samudera. Samudera sendiri yang berdiri di antara kedua orang tuanya hanya tersenyum sinis berbeda dengan kedua orang tuanya yang terlihat tersenyum tulus.
Saat Zera memperkenalkan diri pada Samudera, Samudera mencengkram kuat telapak tangan Zera bahkan terkesan menusuk dengan kukunya membuat Zera sedikit merintih sakit. Tapi dia berusaha menyembunyikan nya.
Tatapan tajam Samudera begitu mengerikan saat ini.
"Kau secara tak sengaja sudah membunuh dan mempermainkan diriku dan kakakku lihat apa yang akan aku lakukan" Batin Samudera sambil menatap tajam Zera.
Kharisma melihat ada yang aneh dengan putranya langsung menyenggol sang putra agar segera melepaskan tangannya dari Zera. Samudera langsung melepaskan tangannya itu.
Kedua orang tua Zahra sebenarnya juga merasa ada yang aneh tapi mereka berusaha tidak menanggapi hal itu.
"Mari masuk semuanya, " akhirnya Zulhan mempersilahkan tamunya untuk masuk
Samudera dan keluarganya berjalan masuk, sedangkan tatapan Samudera sekilas melihat Zera tajam.
Zahra yang sudah menunggu di dalam terlihat cemas, karena ini bukan pernikahan yang ia inginkan melainkan ini pernikahan yang penuh kesepakatan dimana dia di Bayar oleh Samudera untuk menjadi istri dari pria itu.
Zera masih berdiri di ambang pintu, hatinya berdegup tak karuan. Jantungnya seolah tak mampu mengikuti ritme normal setelah tatapan dan genggaman Samudera yang menyeramkan itu. Gadis itu menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah menyusul yang lain.
Di ruang tamu, suasana terlihat hangat begitu hangat obrolan seputar pernikahan terjadi di antara kedua orang tua.
Zera menatap kakaknya yang tampak cantik dalam balutan kebaya pastel. Tapi di balik riasan wajahnya, sorot matanya kosong. Zahra menoleh sesaat, mata mereka bertemu, dan seakan berbicara dalam diam. Zera bisa merasakan ada sesuatu yang disembunyikan oleh kakaknya.
Samudera duduk di sebelah Zahra, tapi tidak sekali pun menatapnya. Justru pandangan tajamnya terus sesekali mengarah ke Zera, seolah ingin menyampaikan ancaman yang hanya mereka berdua yang paham.
Farida yang melihat anak bungsunya duduk gelisah di pojok sofa mendekatinya.
"Kamu kenapa, Ze? Sakit?" bisiknya pelan.
Zera menggeleng. "Enggak, bu. Cuma... capek aja. Semalam aku habis begadang," jawab Zera, berbohong. Padahal semalam anaknya tidak rewel dan dia tidur dengan pulas.
Sementara itu, Zahra berusaha bersikap biasa meskipun hatinya terasa tak begitu ikhlas dengan semua ini. Tapi mau bagaimana lagi ini demi keluarganya. Tangan Zahra sempat bergetar saat Samudera menyentuh membisikkan dengan pelan yang cukup membuatnya menggigil,
“Setelah ini, tidak ada lagi tempat untuk menyesal.” bisik Samudera tepat di telinga Zahra.
Zahra menunduk, tidak berani membalas. Dia tahu Samudera tidak main-main. Pria itu punya sesuatu yang bisa menghancurkan hidupnya…
Zera tiba-tiba pamit ke dapur, mencari alasan untuk menjauh sejenak. Saat di dapur sebuah suara mengejutkan dirinya..
“Jangan coba-coba bilang siapa pun soal ini. Kau tahu apa akibatnya.”
Zera menoleh. Samudera berdiri tepat di belakangnya, hanya beberapa langkah dari pintu. Mata pria itu menatap dingin, menakutkan.
“Apa maksudmu?” suara Zera nyaris tak terdengar.
Samudera hanya menyeringai kecil, “Kita lihat nanti… seberapa jauh kau akan menyesal dan kakakmu yang akan menerima balasannya.”
"Jangan bawa-bawa kakakku, dia tidak tahu apa-apa" ucap Zera sedikit keras.
"tsusstt, kau diam.. " Samudera menaruh jarinya di depan bibir Zera menyuruh perempuan itu diam dan tidak bicara keras.
Samudera tersenyum sinis sebelum dia berjalan pergi meninggalkan Zera yang semakin ketakutan. Perempuan itu menggigit kukunya, dia sedikit takut karena ia tahu Samudera bukan orang sembarangan.
......................
Saat rombongan keluarga Samudera sudah pergi Zera langsung menemui kakaknya yang masih didepan dia menarik kakaknya mengajak sang kakak untuk masuk kedalam kamar.
"ada apa Zera, kenapa kau buru-buru ngajak mbak ke kamar? " tanya Zahra bingung dengan sikap adiknya tersebut.
"mbak, mbak Zahra yakin mau nikah dengan pria itu" tanya Zera dengan panik.
Zahra diam saja tak kunjung menjawab, dia hanya menatap adiknya dan tatapannya saat ini berubah dingin.
"kenapa? kamu nggak senang mbak dapat calon suami kaya. Kamu kurang puas sudah ngerebut pacar mbak, dan sekarang nggak Terima kalau mbak nikah dengan pria yang lebih baik" Suara Zahra berubah gemetar meskipun ucapannya terdengar pedas tapi sesekali Zahra menghela nafas saat bicara mengatur ritme suaranya.
Zera terdiam menatap kakaknya.
"bu.. bukan begitu mbak. Maaf kalau dulu aku salah ngerebut pacar mbak yang sekarang jadi suamiku. Tapi a.. aku.. aku tanya soal mbak yakin atau tidak nikah dengan pria tadi? "
"memang kenapa kau bertanya begitu? "
"Samudera bukan orang baik mbak, aku mengenalnya mbak. Dia nikahin mbak cuman karena balas dendam sama aku mbak" ucap Zera akhirnya jujur.
Zahra terdiam mencerna kembali ucapan adiknya.
"apa maksud kamu Zera, jangan asal kamu. Memang dia dulu pacar kamu" tanya Zahra penasaran jujur dia kaget. Bagaimana tidak kenapa semua pria harus berhubungan dengan adiknya.
Zera malah diam, dia terlihat bingung menjawab nya.
"bu.. bukan mbak. aku.. aku cuman mengenalnya saja. Ta.. tapi dia ada kekesalan padaku" ucap Zera dengan terbata.
"Kamu lebih baik nggak usah ngurusin mbak Zera, urus saja rumah tangga kamu. Jadilah keluarga bahagia setelah mengambil apa yang menjadi milik mbak sebelumnya" ucap Zahra penuh luka dalam setiap ucapannya.
"Zahra.. apa-apa kamu bicara begitu sama adik kamu" Terdengar suara marah dengan langkah kaki yang cepat
dan..
PLAKKK
sebuah tamparan mendarat di pipi Zahra.
Zahra terlihat kaget, ia memegangi pipinya. Begitu juga Zera yang terpaku di tempat melihat ayah mereka menampar Zahra.
"ayah nampar aku lagi, apa nggak puas ayah bersikap begini padaku. " lirih Zahra sambil menahan tangisnya. Dia terluka lagi oleh sikap ayahnya yang terlihat jelas tak pernah berpihak padanya dan hanya berpihak pada adiknya saja.
"makanya mulut kamu itu di jaga, bisa-bisanya kau bicara begitu pada adikmu sendiri"
"yah udah yah, ini bukan salah mbak Zahra tapi salahku sendiri" ucap Zera berusaha menenangkan ayahnya.
"Lihat adikmu yang kamu katakan buruk tadi, dia membe.. "
belum sempat Zulhan selesai bicara Zahra memilih pergi. Bukan ingin tidak sopan tapi dia tidak mau lebih sakit lagi mendengar ucapan sang ayah, sudah cukup dia selalu mendapat perlakuan tidak adil di keluarganya sendiri. Kekasihnya direbut adiknya dan apa yang di salahkan tetap dirinya,..
Dengan menahan tangis Zahra masuk kedalam kamarnya dengan membanting pintu cukup keras.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments