ya sebiasa aja itulah

Panggilan masih berlangsung, namun Yohan masih duduk dengan linglung, menatap nomor ponsel yang tertera disana. Dahinya berkerut, alisnya terpaut. Ia berpikir keras mengingat nomor asing itu.

“Kamu siapa?” ucap Yohan merasa putus asa karena tak mengingat apapun tentang deretan angka itu.

“Aku Silla, aku nggak tahu harus memanggilmu bagaimana, wajahmu ….”

“Hm? Silla?” Reaksi aneh ditunjukkan Yohan, ia malah melihat ke sekeliling, bahkan melongok keluar jendela kamarnya. “Wajahku kenapa? Kamu lihat wajahku dimana? Silla siapa?!”

Tanpa sadar Yohan meninggikan suaranya, pertanyaan yang bagi Silla justru terasa sangat aneh. ‘Aneh, apa dia nggak ingat kemarin nongkrong bareng di cafe?’ batinnya.

Entah kenapa sahutan Yohan justru terdengar tak menyenangkan baginya, rasa kesal tiba-tiba menghampiri batinnya. “Muka Jimin, otak dongo!” ucap Silla tanpa sadar terdengar oleh Yohan dari seberang.

“Apasih, dasar aneh … sorry gue nggak kenal sama llu, salah sambung pagi-pagi.”

Yohan menutup panggilan itu secara sepihak. Tentu saja membuat Silla semakin merasa kesal dan nggak terima. Ada rasa canggung dan nggak nyaman juga mengikuti batinnya. “Aku harus keluar ajalah dari grub chat itu, nggak ada gunanya juga.” monolognya seraya menatap layar pipih terang ditangannya itu.

Dengan percaya diri, Silla mulai mengetik kata-kata indah sebagai ucapan permintaan maaf karena tak ingin lagi bergabung dengan ruang percakapan para pria itu. "Setidaknya aku masih sopan dan pamitan, daripada orang aneh itu, sumpah ngeselin!’" batinnya lalu menekan tombol kirim pesan.

---Maaf ya semua, ternyata aku menimbulkan ketidaknyamanan pada salah satu anggota kalian, sepertinya kalian sudah bersahabat baik dalam waktu lama, maaf ya lebih baik aku nggak gabung lagi aja, aku nggak mau merusak persahabatan kalian. Terimakasih, kalian para pria ganteng yang ramah dan baik hati. Kita ketemu saja di kesempatan lain, mungkin di acara-acara lain.---

Pagi itu, tak ada satupun balasan dari para anggota grub. Setelah menunggu beberapa menit tak ada tanggapan satupun, Silla memutuskan untuk segera meninggalkan ruang chat dan menghapus grub itu dari ponselnya.

Pagi kembali tenang bagi semua orang. Meski masih ada rasa kesal yang tertinggal, Silla berusaha untuk tak menganggapnya, ia berjalan menuju dapur mendekati sang Tante yang sibuk dengan rutinitas memasaknya. Sementara di kamarnya, Yohan masih kembali memejamkan mata untuk beberapa saat.

.

.

.

Siang yang sibuk bagi Silla, ia berkutat dengan pengiriman yang begitu banyak. Di jalanan yang lumayan padat, ia bertarung melawan matahari yang begitu terik, bahkan belum juga mencapai setengah hari perputaran bumi. Namun ia harus mengantar semua paket-paket itu sendiri ke cabang kurir terdekat, sebagai bentuk pelayanan cepat pada pelanggan-pelanggannya.

“Terimakasih, Mbak!” seru Silla menerima segepok tanda terima bukti pengiriman dari kantor kurir siang itu disertai senyum yang merekah menandakan betapa puasnya ia hari itu.

Silla kembali duduk diatas sepeda motornya, mengenakan helm dan bersiap kembali berkendara menuju rumah sang paman. Namun matanya tertuju pada kedai es krim tepat di seberang kantor kurir itu.

“Hmm … pas sih sama cuaca!” gumamnya lirih, dan memutuskan untuk memberi sedikit gift pada dirinya sendiri dengan menikmati segarnya es krim di cuaca terik itu.

“Es krim di sini memang nggak pernah gagal bikin capek langsung ikutan meleleh,” monolognya seraya menikmati suapan demi suapan desert dingin yang memiliki cita rasa khas yang tidak akan mudah bagi seseorang untuk menolaknya.

“Selamat datang ….” Sapaan khas pegawai kedai saat satu per satu pengunjung melewati pintu kaca otomatis itu.

Tanpa sadar, Silla sering reflek menatap tanpa tujuan pada siapa saja yang datang, kebetulan ia duduk tepat menghadap pintu masuk kedai yang tak begitu luas itu.

Wajah puasnya akan kenikmatan dan kesegaran lelehan es krim dimulutnya, tiba-tiba berubah. Senyum yang tadinya terkembang tiba-tiba berganti dengan gertakan gigi dan hembusan napas kesal.

“Ah … dasar mata! Kenapa juga harus reflek lihat kesana! Merusak mood beneran dah!” gerutunya berusaha sekuat tenaga mengusir rasa kesal yang justru semakin menjalar.

“Aku mau rasa strawberry!” seru riang seorang anak kecil.

“Aku coklat mix vanilla aja!” sahut anak yang sedikit lebih besar.

“Take away, Mbak.”

Silla yang duduk di meja terdekat dengan kasir, membuatnya bisa mendengar jelas semua percakapan para pelanggan dengan pegawai kedai. Rasa kesalnya semakin bertumpuk tatkala mendengar nada datar dari pria yang tengah berdiri bersama dua anak itu.

“Kasihan anaknya, punya bapak sedingin itu, entah bagaimana dengan istrinya, serasa hidup di kutub Utara kali ya.” Silla kembali bermonolog dalam hati seraya menyendok kasar es krim di depannya.

“Aku nggak mau dibawa pulang, makan di sini aja ya Om?” ujar si bocah laki-laki.

“Iya loh Om, nanti kena omel Mamah kalau dibawa pulang. ya Om? Please ….”

Si pria tampak menghela napas, namun tak menolak permintaan dua bocah yang ternyata adalah keponakannya. Silla meringis terkikih kemudian setelah menyadari kesalahan penafsirannya. "Oh, Om ternyata ... kirain anaknya, xixixi!"

Dua bocah itu menarik lengan si pria setelah mereka mendapatkan pesanan yang mereka inginkan.

‘Duh! Kenapa duduk di situ, ya Allah … ganggu mood gue aja! Dek- adek manis, please … ajak Om mu pindah menjauh napa!’ umpat kesal Silla dalam hati saat mereka mengambil meja tepat disebelahnya.

Silla semakin meradang, tatkala mereka sempat bertatap pandang meski hanya sekilas, namun pria itu tampak tak menyadari bahwa wanita yang duduk menahan kesal itu adalah Silla.

Semakin ditahan, rasa kesal dan marah itu semakin membuat Silla tak tahan, pasalnya akar masalah tepat ada di hadapannya. Bahkan saat ia melampiaskan kesalnya dengan beringas melemparkan suapan-suapan besar dan kasar ke mulutnya pun, hanya membuatnya semakin marah dan lidah yang mati rasa karena dinginnya es krim itu.

"Samperin nggak ya? Harus banget marah-marah sih ini, sumpah kesel banget, bisa-bisanya habis menyudutkan gue di posisi yang canggung, sekarang pura-pura nggak lihat gue segede ini ngejongkrok di depannya. Dia ini rabun apa emang ngeselin sih?! Gara-gara dia gue harus repot membalas semua pesan-pesan teman-temannya, sumpah! Nggak enak banget! Tapi ….”

...****************...

Bersambung....

Terpopuler

Comments

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻

Bersiaplah Yohan,pasti di marahin teman" nya 🤣🤣

2025-04-20

0

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻

kan kemarin udah kenalan,cuci muka dulu gih 🤣🤣🤣

2025-04-20

0

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻

keluarin aja Silla ntar jadi jerawat 🤣🤣🤣

2025-04-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!