awal teror

Para warga menuduh nenek dyah sebagai pengabdi setan bukan tanpa alasan. Kejadian kehilangan ternak beberapa waktu silam di desa wanara itu, mereka yakini bahwa itu adalah perbuatan neneknya dyah. Sebab beberapa jejak hewan dan padungon atau sesaji yang mereka temukan di pojok rumah dyah.

Salah satu warga memprovokasi bahwa hilangnya ternak mereka karena di jadikan makanan jin yang di pelihara neneknya dyah.

Setelah sampai di rumah, dyah dengan segala kemampuan yang dia punya, memandikan, mengkafani, sampai menggali lubang untuk neneknya seorang diri.

Tidak perduli air mata yang terus tumpah sepanjang dia melakukan semua itu. Dyah tetap melaksanakannya dengan wajah yang menahan amarah.

Hingga tiba pada sesi terakhir dimana dyah memakamkan neneknya, dyah menurunkan jasad neneknya seorang diri.

Menidurkan jasad neneknya di liang lahat dengan begitu lembutnya. Tangannya membelai lembut wajah sang nenek, dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir.

"Nenek... maafkan dyah. Maafkan dyah kalau tidak membiarkan nenek pergi dengan tenang. Tapi dyah juga yakin, kalau nenek tidak akan bisa pergi dengan tenang, apa bila dalam keadaan yang seperti ini! Maka bantulah dyah nek!" Lirih dyah dengan suara parau, kemudian tangan dyah meraih kain kafan di atas kepala neneknya. Lalu mengikatnya dengan tali kain kafan itu juga.

Dyah mengikatkan tali itu di atas kepala neneknya, dengan sumpah agar neneknya membantu dirinya membalaskan dendam.

***

Waktu berjalan cepat, malam telah berganti, desa wanara masih berlagak seolah tidak memiliki kesalahan apa-apa. Setelah meninggalnya nenek saroh atau neneknya dyah, mereka masih melaksanakan kegiatan ronda sesuai dengan jadwal, bergilir seperti biasa.

Yang berbeda dari malam ini adalah, malam ini tidak turun hujan seperti malam ketika neneknya dyah meningal. Tetapi hanya angin yang lumayan kencang bertiup, membuat pohon-pohon dan rumput-rumput menari-nari.

"Jo, kamu ngerasa ada yang anek ndak, tah?" Tanya aceng pada tejo.

"Iyo, eh. Kok baunya kayak kapur barus menyengat sekali, yo!" Jawab tejo sambil mengusap tengkuknya yang terasa meremang.

Hembusan angin yang tertiup lirih tetapi terus menerus, membuat bulu kuduk kedua pria itu meremang.

"Ceng, kok punggungku terasa berat ceng!" Ucap tejo yang membuat aceng melihat ke arah belakang temannya itu.

Mata aceng terpaku dengan lidah yang kelu tidak bisa mengatakan sepatah katapun. Kaki dan tangannya bergetar hebat dengan bibir yang menggigil seolah di sengat listrik.

"Kamu kenapa, toh ceng? Kok melihat ke arah belakangku seperti itu?" Tanya tejo yang mulai merasa tidak tenang dengan tatapan aceng.

Aceng bergeming, tangannya berusaha terangkat dan menunjuk ke arah punggung tejo.

Sedangkan tejo mulai merasa bahw ada sesuatu yang melingkar di lehernya. Dengan jantung yang mulai berdegup tidak beraturan, tejo memberanikan diri untuk melihat ke belakang.

"Aaaaaarggggghhh...!!!!" Teriak mereka berdua secara bersamaan, ketika melihat nenek-nenek berambut putih awut-awutan, dengan wajah hancur dan mata sebesar telur melotot tajam ke arah mereka berdua. Kulitnya yang mengelupas, mengeluarkan cairan lendir yang menetes ke tubuh tejo yang menggigil hebat.

Aceng dan tejo lari tunggang langgang, hingga beberapa kali terjatuh tersandung kerikil di jalanan.

Mereka terus berlari hingga tiba di belokan desa mereka menabrak seorang nenek-nenek penjual jamu keliling di desa wanara itu.

"Aaaaarghhh..!!!" Teriak mereka berdua secara bersamaan.

"Tolong!"

Tung!

Tung!

Tongkat kayu yang menjadi tumpuan nenek itu berjalan mendarat di kepala aceng dan tejo.

"Kalian ini kenapa? Malam-malam begini lari-lari, teriak-teriak lagi.." tanya nenek tua itu.

"Lah, mbah tuti. Ngagetin aja!" Ucap aceng yang tadi sangat ketakutan.

"Kalian ini kenapa? Kenapa seperti baru saja melihat hantu?" Tanya nenek penjual jamu yang bernama tuti itu.

"Iya bener! Kami memang baru saja melohat hantu!" Sahut tejo dengan wajah raut wajah pucat.

Mereka berdua ngos-ngosan karena sehabis berlari, tidak memperhatikan ke arah nenek tuti yang berdiri di hadapan mereka.

"Apa hantunya seperti ini?" Suara cempreng nenek tuti tiba-tiba berubah serak.

Baik aceng dan maman terdiam. Dengusan nafas mereka yang tadinya terdengar riuh, tiba-tiba senyap tidak terdengar ketika mendengar suara khas nenek yang sudah sangat tua itu.

"Kamu hapal ndak, sama suaranya?" Tanya tejo yang tengah bertumpu pada lututnya. Tejo menatap ke arah aceng yang ada di sebelahnya.

"Hapal jo, kayanya itu suaranya.."

"Nenek cuma minta gendong cu, untuk bisa pulang ke makam umum!" Suara serak khas wanita itu kembali terdengar.

Aceng dan tejo memberanikan diri untuk berdiri dari jongkok panjang mereka. Melihat dari ujung kaki mbah tuti yang tengah berdiri di hadapan mereka berdua.

Terlihat kaki pucat, sedikit mengelupas kemerahan dan tidak menapak tanah, tepat berada di hadapan mereka.

Tejo dan aceng secara perlahan menggerakan kedua bola mata mereka ke atas, dan semakin terlihat siapa pemilik kaki itu.

"Aaaaarggghh! Setannn minta gendong!" Teriak mereka berdua secara bersamaan.

Aceng dan tejo kembali berlari seperti orang yang kesetanan. Nafas dan keringat mereka benar-benar berseteru membuat nadi mereka tidak beraturan.

Bruakkk!

Mereka berdua berlari hingga menabrak uwak yanto, selaku petua desa wanara. Ia tengah berjalan bersama beberapa warga lainnya yang kebetulan keluar rumah untuk membeli sate di ujung jalan besar.

"Hey! Kalian ini kenapa? Lari-lari seperti orang di kejar rentenir!" Ucap yanto kesal karena merasa pundaknya sakit, akibat di tabrak aceng dan tejo.

Tejo memasang wajah pucat kemudian ia berucap, "Ma... maaf wak, saya tidak sengaja. Tadi itu kami di kejar-kejar sama hantu nenek saroh, wak. Mengerikan sekali!" Jelas tejo dengan suara bergetar hebat.

Alis yanto bertaut karena penuturan dari tejo.

"Nenek saroh? Neneknya dyah?" Tanya yanto yang masih belum mengerti.

"Iya wak, dia gentayangan, mengerikan sekali!" Sahut aceng tidak kalah pucat dari tejo, bahkan keringat-keringat sebesar biji jangung menetes-netes dari pelipis aceng dan tejo.

"Ah tidak mungkin, kalian pasti halusinasi.." ucap yanto sambil memasang wajah santai.

"Kami serius wak, kami tidak bohong!" Timpal aceng lagi.

Terpopuler

Comments

Nike Raswanto

Nike Raswanto

mulai terorrr

2025-04-25

0

lihat semua
Episodes
1 sumpah!
2 awal teror
3 awal kematian
4 menghakimi dyah
5 rizky dan dewi
6 kematian tejo
7 yanto?
8 dyah?
9 jasad dandi
10 siapa dia?
11 ada apa dengan dyah?
12 sosok yang menyerupai dyah
13 bingung
14 gadis penuh misteri
15 pesan nenek saroh
16 organ menggantung
17 sosok dendam dan kebencian
18 darso ayah siska
19 transformasi dyah
20 menemui mbah rasimah
21 mencintaimu dengan tulus
22 kabur
23 tegang
24 malam yang hangat
25 ada yang mengintai
26 kerasukan
27 masa lalu dyah
28 dayu
29 ayunina
30 sakit
31 cerita masa lalu
32 ayunina yang cemas
33 ayunina, pandega tiba di desa wanara
34 ayunina bertemu dengan mbah rasimah
35 perjuangan ayunina
36 pertolongan dari bibi dan mbah buyut
37 kembalinya teror, nenek minta gendong!
38 ayunina mendapatkan izin
39 kegeraman ayunina
40 keputusan
41 hendak mencari kebenaran tentang fitnah masalalu
42 cerita
43 sebuah rencana
44 gaun pengantin
45 gaun pengantin setan
46 misteri gaun
47 pernikahan dan teror
48 bab 48
49 bab 49
50 bab 50
51 bab 51
52 bab 52
53 bab 53
54 bab 54
55 bab 55
56 bab 56
57 bab 57
58 bab 58
59 bab 59
60 bab 60
61 bab 61
62 bab 62
63 bab 63
64 bab 64
65 bab 65
66 bab 66
67 bab 67
68 bab 68
69 bab 69
70 bab 70
71 bab 71
72 bab 72
73 bab 73
74 TAMAT
Episodes

Updated 74 Episodes

1
sumpah!
2
awal teror
3
awal kematian
4
menghakimi dyah
5
rizky dan dewi
6
kematian tejo
7
yanto?
8
dyah?
9
jasad dandi
10
siapa dia?
11
ada apa dengan dyah?
12
sosok yang menyerupai dyah
13
bingung
14
gadis penuh misteri
15
pesan nenek saroh
16
organ menggantung
17
sosok dendam dan kebencian
18
darso ayah siska
19
transformasi dyah
20
menemui mbah rasimah
21
mencintaimu dengan tulus
22
kabur
23
tegang
24
malam yang hangat
25
ada yang mengintai
26
kerasukan
27
masa lalu dyah
28
dayu
29
ayunina
30
sakit
31
cerita masa lalu
32
ayunina yang cemas
33
ayunina, pandega tiba di desa wanara
34
ayunina bertemu dengan mbah rasimah
35
perjuangan ayunina
36
pertolongan dari bibi dan mbah buyut
37
kembalinya teror, nenek minta gendong!
38
ayunina mendapatkan izin
39
kegeraman ayunina
40
keputusan
41
hendak mencari kebenaran tentang fitnah masalalu
42
cerita
43
sebuah rencana
44
gaun pengantin
45
gaun pengantin setan
46
misteri gaun
47
pernikahan dan teror
48
bab 48
49
bab 49
50
bab 50
51
bab 51
52
bab 52
53
bab 53
54
bab 54
55
bab 55
56
bab 56
57
bab 57
58
bab 58
59
bab 59
60
bab 60
61
bab 61
62
bab 62
63
bab 63
64
bab 64
65
bab 65
66
bab 66
67
bab 67
68
bab 68
69
bab 69
70
bab 70
71
bab 71
72
bab 72
73
bab 73
74
TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!