Suara ledakan yang mengguncang rumah kecil itu masih bergema di udara ketika dua sosok berlari tergopoh-gopoh masuk ke dalam. Tian Hao, seorang petani dengan tubuh kekar yang sudah dihiasi garis-garis keras kehidupan, wajahnya dipenuhi kepanikan. Di belakangnya, Yan Qingshi, istrinya, napasnya tersengal-sengal, matanya langsung mencari sumber suara.
"Ada apa? Apa yang terjadi?" teriak Tian Hao sambil menatap sekeliling ruangan. Matanya menangkap lubang besar di dinding kayu, seolah ditembus oleh sesuatu yang sangat panas.
Yan Qingshi segera berlari ke arah Tian Yuqing yang masih berdiri kaku, menggendong Tian Hu dengan erat. "Qing'er! Kau tidak apa-apa?"
Tian Yuqing baru tersadar dari keterpanaannya. Alih-alih ketakutan, wajahnya justru bersinar dengan kegembiraan yang meluap-luap.
"Lihat! Lihat!" teriaknya sambil mengangkat Tian Hu tinggi-tinggi, seolah memamerkan harta karun. "Adik punya Anugerah Langit!"
Tian Hao dan Yan Qingshi saling memandang, kebingungan.
"Apa maksudmu?" tanya Tian Hao, mendekat dengan hati-hati.
"Itu tadi!" Tian Yuqing melompat-lompat kecil, tidak bisa menahan semangatnya. "Adik mengeluarkan cahaya dari jarinya! Lalu—Boom! Dindingnya bolong!"
Yan Qingshi segera mengambil Tian Hu dari tangan kakaknya, memeriksa bayi itu dengan cemas. "Dia tidak terluka, kan?"
Tian Hu, yang masih mencerna situasi, hanya bisa memandang wajah ibunya yang penuh kekhawatiran. Ughh.. Aku... tidak sengaja.
Tian Hao mendekati lubang di dinding, jarinya menyentuh tepian yang hangus. "Ini... bekas serangan energi murni," gumamnya pelan. Matanya membelalak. "Tapi bagaimana mungkin seorang bayi—"
Tian Yuqing tidak sabar. "Aku lihat sendiri! Adik mengangkat tangannya, lalu—" Dia menirukan gerakan Tian Hu, mengacungkan jari telunjuknya ke depan. "Zzzzt! Langsung meledak!"
Tian Hao dan Yan Qingshi kembali bertukar pandang. Kali ini, ada kilatan ketakutan di mata mereka.
"Suamiku..." bisik Yan Qingshi, suaranya gemetar. "Jika ini benar... kita tidak bisa membiarkan orang lain tahu."
Tian Hao mengangguk pelan, wajahnya menjadi serius. "Kau benar. Anugerah seperti ini... akan menarik perhatian yang tidak kita inginkan."
Di luar, angin tiba-tiba berhembus lebih kencang, seolah alam sendiri merespon kekuatan yang baru saja terlepas. Tian Hu merasakan sesuatu—energi asing yang berdenyut di sekelilingnya, seakan dunia sedang mengamatinya.
Tian Yuqing, yang masih terlalu muda untuk memahami bahaya, hanya tertawa riang. "Adikku akan jadi kultivator terhebat! Lebih kuat dari siapapun!"
Tian Hao segera menutup mulut anaknya dengan lembut. "Cukup, Qing'er. Ini bukan hal yang bisa kita pamerkan."
Sementara itu, di gendongan ibunya, Tian Hu menggerakkan jarinya lagi—kali ini dengan sengaja. Sepercik api kecil muncul di ujung jarinya, lalu padam seketika.
Kekuatanku... masih ada.
Hahaha... Ternyata para dewa mendengarkan keinginanku!
***
Medan perang yang sunyi seketika berubah menjadi hiruk-pikuk. Para prajurit manusia saling memandang dengan mata berbinar, sementara barisan iblis mulai goyah.
"Utusan Kekaisaran!" seru seorang prajurit tua dengan suara parau. "Pasti mereka yang membantu kita!"
Luo Yunshang mengamati situasi dengan cermat. Jari-jarinya erat menggenggam gagang pedangnya yang sudah berlumuran darah. Dalam hatinya, dia tahu permintaan bantuan yang dikirim ke Kekaisaran Han seminggu lalu seharusnya belum mungkin mendapat jawaban secepat ini.
Seorang kapten berlari mendekat, wajahnya penuh harapan. "Yang Mulia, tidak ada yang lain yang bisa melenyapkan Naga Darah kecuali utusan dari Kekaisaran Han!"
Di seberang lapangan, barisan iblis mulai kacau. Beberapa makhluk bertanduk itu saling berbisik dengan panik.
"Kekaisaran Han ikut campur?"
"Kita harus mundur!"
Luo Yunshang mengambil kesempatan ini. Dengan suara lantang dia berseru, "Pasukan Luo! Kekaisaran Han telah mengirim bantuan! Sekarang saatnya kita balas semua kekejaman mereka!"
Terompet perang berbunyi nyaring. Para prajurit yang tadinya lesu tiba-tiba bersemangat, senjata mereka teracung tinggi. Serangan balik dimulai.
Sementara pertempuran berkecamuk, Luo Yunshang tetap waspada. Matanya terus menyapu medan perang, mencari tanda-tanda sang utusan yang tak kunjung muncul.
"Jika benar utusan Kekaisaran Han," bisiknya pada diri sendiri, "mengapa tidak menampakkan diri?"
Di tengah riuhnya pertempuran, pertanyaan itu tetap menggantung di udara seperti kabut pagi yang tak kunjung hilang.
Dentuman terompet perang menggema di seluruh medan pertempuran. Pasukan Kerajaan Luo yang tadinya terdesak kini bangkit dengan semangat membara, mata mereka menyala-nyala dengan tekad yang baru.
"Untuk Kerajaan Luo!" teriak Luo Yunshang, pedangnya berkilat diterpa sinar matahari.
Barisan infantri maju dengan perisai terkunci, membentuk formasi baja yang tak tertembus. Tombak-tombak mereka menusuk ke depan, menebas tubuh para iblis yang mulai panik. Darah ungu mengalir deras, membasahi tanah yang sudah retak oleh pertempuran.
Para pemanah di atas tembok kota melepaskan hujan anak panah. Setiap busur berdengung, setiap anak panah menemukan sasaran di antara barisan iblis yang kacau balau.
"Jangan beri mereka kesempatan!" pekik seorang komandan.
Pasukan kavaleri bergerak cepat, mengitari sayap pertahanan iblis yang sudah rapuh. Kuda-kuda perang mereka menginjak-injak makhluk-makhluk kegelapan itu tanpa ampun. Pedang-pedang mereka menari, memotong kepala dan anggota badan iblis yang mencoba melarikan diri.
Di tengah kekacauan itu, Luo Yunshang maju sendiri ke garis depan. Pedang peraknya berputar seperti angin puyuh, memotong tiga iblis sekaligus dalam satu sabetan. Darah menyembur ketika tubuh mereka roboh ke tanah.
Para iblis yang tersisa mulai lari tunggang langgang. Beberapa mencoba melawan balik, tapi semangat mereka sudah hancur. Seorang iblis bertanduk besar mengayunkan kapaknya dengan putus asa, tapi dengan mudah dielakkan oleh Luo Yunshang sebelum pedangnya menembus jantung makhluk itu.
"Kalian pikir bisa menginvasi kerajaan kami?" geram Luo Yunshang sambil mencabut pedangnya dari tubuh iblis terakhir yang masih bertahan.
Hutan Guran yang tadinya sunyi kini bergema dengan jeritan kesakitan para iblis yang sekarat. Bau darah dan besi menusuk hidung, tapi bagi pasukan Luo, itu adalah bau kemenangan.
Satu per satu, para iblis tumbang. Yang mencoba lari dikejar dan dibantai tanpa ampun. Tak ada yang lolos.
Ketika senja mulai tiba, medan perang sudah sunyi kembali. Mayat-mayat iblis berserakan di tanah, darah mereka membentuk genangan ungu gelap di antara rumput yang terinjak-injak.
Luo Yunshang berdiri di tengah kehancuran itu, dadanya naik turun oleh nafas yang berat. Pedangnya masih meneteskan darah, tapi matanya sudah memandang ke arah barat.
"Sang Utusan..." gumamnya pelan. "Kenapa dia masih belum menampakkan diri?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
4wied
andai mereka tau siapa yang telah meluncurkan serangan tsb, bagaimana jadinya si anak tsb
2025-07-18
0
Indah Hidayat
unik hanya krn ada harapan muncul semangat yg bisa meruntuhkan musuh.
2025-07-20
0
Mamat Stone
/Tongue//Tongue/
2025-08-14
0