Kedatangan Evan.

Seperti rencana awal, Evan akan melanjutkan kuliahnya di kota xxx. Kota tersebut adalah kota dimana dewi tinggal dengan keluarganya, usul Evan yang akan tinggal di kontrakkan terpaksa batal karena tidak adanya persetujuan dari Eros dan Emi.

Dengan memasukkan segala keperluannya di dalam koper, evan kembali meneliti barang bawaannya. Dia tidak ingin tertinggal satupun barang pentingnya, seperti hand set dan power bank serta iPad dan juga laptop miliknya yang selalu menemani dia untuk menyalurkan hobinya.

Evan adalah seorang programmer game tanpa Eros dan Emi ketahui, dia sudah mengeluti bidang itu sejak awal masuk SMA. Sampai Evan mempunyai uang sendiri dari membuat salah satu game yang sekarang di minati oleh beberapa orang, tapi kedua orang tuanya tidak mengetahui kemampuan tersembunyi Evan.

“Semua sudah siap van, kita berangkat sekarang.” Eros berdiri di depan kamar Evan yang terbuka, dia menatap Evan yang sedang mengangkat koper milik Evan.

“Sudah pa, oh sebentar pa hampir lupa.” Evan segera menggambil tiket pesawat yang dia letakkan di atas meja nakasnya.

“Untung kamu ingat, jika tidak batal perjalanan kamu naik pesawat.” Gerutu Eros melihat kebiasaan putranya yang selalu lupa.

“Santai pa… aman kog aman.” Evan menggeret kopernya keluar dari kamar.

“Makanya jangan kebanyakan main game, jadi pelupa kan.” Gerutu Eros meningkatkan kebiasaan Evan.

Evan hanya tersenyum mendengar ucapan Eros, sedangkan Emi yang sudah menunggu di samping mobil untuk mengantarkan Evan ke bandara.

“Mama kelihatannya senang aku akan pergi dari rumah ini.” goda Evan melihat Emi.

“Iya mama senang, karena tidak akan ada yang buat mama marah marah lagi.” Ucap asal Emi sambil masuk ke dalam mobil setelah melihat Evan keluar bersama Eros.

“Kalian ini kebiasaan, kalau dekat kayak kucing dan anjing. Tapi kalau jauh saling merindukan.” Sindir Eros melihat anak dan istrinya.

Eros segera melajukan mobilnya menuju ke bandara, setelah sampai di depan pintu masuk bandara. Eros menurunkan Evan dan juga Emi terlebih dahulu, dia ingin memarkirkan mobilnya.

“Ingat, kalau sudah sampai di rumah om kamu jangan bikin ulah. Jadi anak baik dan penurut, jangan usilin adik kamu dewi. Ingat itu…” Emi mengingatkan kebiasaan Evan dulu, yang selalu membuat dewi menangis karena ulah Evan.

“Baik Kanjeng ratu.” Evan membungkukkan setenagh badannya setelah mendengar amanat dari Emi.

Melihat Eros yang berjalan ke arah anak dan istrinya yang sudah menunggu kedatangannya, segera Evan menggambil tiket pesawat di dalam tas ranselnya.

“Van kamu lihat para gadis gadis yang ngelihatin kamu dari tadi di pojok sana.” Ucap Eros menghentikan gerakkan anaknya, sedang Emi reflek melihat ke tempat rombongan beberapa gadis di yang berada di pojokkan tempat yang di maksud Eros.

“Memang kenapa pa…? Mungkin saja mereka tidak melihat ke arahku, mungkin mereka menatap ke arah lain.”

“Ah… kamu sok cuek, papa lihat dari tadi mereka melihat ke arah kamu.” Ucap Eros yang ingin Evan menyadarinya.

Sebenarnya evan tahu jika para gadis cantik itu curi curi pandang ke arahnya, tapi sudah menjadi kebiasaan Evan tidak mempedulikan tatapan para kaum hawa yang mengagumi ketampanannya, dia sudah terbiasa dengan pandangan kagum dari orang orang di sekitarnya.

“Iya van, lihat tuh.” Emi mengkompori ucapan Eros agar Evan menatap para gadis yang terlihat histeris dengan menatap Evan.

“Ayo kita masuk ma, pa…” Evan mengeret kopernya masuk kedalam meninggalkan kedua orang tuanya.

Dengan kesal Emi mengikuti Evan di belakang bersama Eros, memang Evan yang mempunyai rasa cuek terhadap lawan jenisnya membuat Eros dan Emi menjadi takut sendiri. Apalagi sekarang banyak kaum pelangi bermunculan, bukannya menolak keberadaan mereka.

Tapi Emi dan Eros ingin agar Evan meneruskan keturunan keluarga Alexander, apalagi Evan adalah anak satu satunya di keluarga.

Melihat kepergian Evan membuat kesedihan di perasaan Emi dan Eros, selama beberapa tahun Evan tidak pernah lepas ataupun jauh dari pantauan Emi dan Eros.

Setelah menempuh satu jam perjalanan udara, Evan akhirnya sampai di kota xxx. Tempat di mana dia akan melanjut akan pendidikannya, dengan memakai kaca mata hitam dan jaket baseballnya yang bertuliskan angka empat belas di punggungnya.

Evan berjalan dengan sangat keren sambil menggeret troli, gaya Evan yang cool dan tinggi badan seratus delapan puluh tiga serta kulit putihnya. Membuat pandangan mata para kaum hawa tak bosan menatap Evan, topi baseball berwarna hitam menghiasai kepala Evan dari teriknya sinar matahari.

Evan melihat kembali alamat yang di kirimkan papanya di handphonenya, tapi gerakkan Evan terhenti saat terdengar suara seorang laki laki yang Evan kenal.

“Evan…” ucap laki laki tersebut yang memanggil Evan yang tak lain adalah Deri.

Perlahan Evan mengangkat kepalanya melihat Deri yang berada di sampingnya, wajah yang terlihat masih tampan dan hanya terlihat sedikit berisi membuat Evan dapat langsung mengenali laki laki yang memanggilnya.

“Om Deri…” dengan segera Evan memeluk Deri dengan sangat erat, sudah delapan tahun lebih mereka tidak pernah bertemu tapi deri masih dapat mengenali Evan.

“Wah… sudah besar kamu ya… tampan pula, pasti sudah punya kekasih kamu ya van.” Deri menepuk nepuk lengan Evan dengan keras, dia merasa bangga melihat Evan yang tampak gagah dan tinggi.

“Aku masih sama kog om, bagaimana om bisa langsung menemukan aku. Sedangkan kita sudah lama tidak pernah bertemu.” Ucap Evan penasaran bagaimana bisa Deri dengan cepat menemukan Evan.

“Tiap hari papa kami selalu mengirimkan foto kamu ke om, dia merasa bangga dengan anak tampannya.”

Mereka mengobrol banyak hal selama berjalan menuju ke parkiran, sengaja mobil Deri tidak dia parkirkan di depan bandara. Karena dia takut akan lama mencari Evan, jadi sekarang Evan dan Deri berjalan bersama ke arah parkiran yang letaknya lumayan jauh dari pintu keluar bandara.

“Kamu capek setelah jauh berjalan van.” Tanya Deri dengan nafas sedikit ngos ngosan.

“Aku atau om yang capek,hahaha…” pecah sudah tawa Evan melihat Deri yang menyandarkan tubuhnya di bod mobil.

“Maklum aja om sudah tua, jadi om gampang capek.” Ucap Deri beralasan.

“Biar Evan yang mengemudikan mobil kalau gitu om, mana kuncinya.” Evan meminta kunci ke arah Deri, dengan cepat deri menyerahkan kunci mobilnya.

“Kita jalan ya om, saya pakai navigasi aja biar om istrirahat.” Evan menghidupkan navigasi di dalam mobil Deri, dengan segera Deri menekan dimana letak rumahnya.

Evan mengikuti arahan dari seorang wanita di navigasi tersebut, dengan perlahan dia mengeluarkan mobil Deri dari parkiran bandara.

“Nyaman juga ya kamu mengemudikan mobilnya, om jadi bisa istirahat kalau gini.” Dengan santainya Deri merebahkan tubuhnya yang terlihat lelah, karena Deri yang baru saja pulang kerja dan langsung menjemput Evan di bandara.

Evan tersenyum melihat Deri yang terlihat terlelap di sampingnya, dia membayangkan melihat papanya yang baru pulang kerja dan sama lelahnya dengan Deri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!