Doris Hart 2
Sinar matahari di ufuk timur telah lebih dari satu tombak. Namun awan keabu-abuan menutupi sinar itu, hingga hari pun masih terasa seperti berkabut. Meski begitu penduduk Oak Park, Illinois. Yang memeluk Islam tahu dimana saat subuh dan dimana saat duha.
Perlahan kaki orang menuruni anak tangga itu, kedua mata tajamnya memicing, menatap curiga ke angkasa yang tak menyilaukan mata itu. Dan dalam hati dia bergeming,
"Mengapa dua hari terakhir ini langit terlihat berduka? itu membuatku seolah kau mengerti akan keadaan ku dua bulan terakhir ini...."
Lalu langkah kakinya pun menuju ke arah kiri masjid megah yang di datanginya, berjalan santai dan perlahan dia ucapkan doa, "Assalamualaikum...." sambil mengetuk pintu.
Krek! "Waalaikumsalam...." pintu terbuka bersamaan dengan terdengarnya jawaban salam dari seorang tengah baya yang kini sambil memegang sebuah kitab suci, bukan lagi sebuah buku-buku bacaan yang tebal.
"Kau baru pulang?" tanya nya kemudian.
Sambil duduk di kursi ruang tamu rumahnya, dia pun menjawab dengan senyuman. "Ya, ayah. Adakah hal yang ingin ayah bicarakan, yang membuat ayah bertanya seolah baru tahu akan kebiasaan ku?"
Dengan sedikit mengerutkan kening, Thorn pun mulai menyunggingkan senyumnya. "Hem.... Sungguh, anakku! sepertinya kau terlalu merindukan kehadiran dia, yang membuatmu kini berkata seolah kau benar-benar telah amnesia...." ucap Thorn, sambil mulai membuka kitab suci kesayangannya itu.
Doris pun langsung terdiam mendengar ucapan ayahnya, dia memang benar-benar seolah tersihir, menjadikan dia serba salah di setiap apa yang dia lakukan.
Thorn sesekali melirik Doris yang duduk berhadapan dengannya itu, dengan tetap melantunkan ayat-ayat Nya. Doris tetap berpikir, dan tanpa dia sadari suara yang melantun merdu itu pun membuatnya semakin tercengang, karena seketika itu pula hatinya membenarkan.
"Kau benar, ayah. Tapi, apakah benar hanya karena dia aku seolah menjadi amnesia?"
Dan sekali lagi Thorn pun menyunggingkan senyum. "Shodaqollohul adzim..." Thorn menyudahi bacaan Al-Qur'an nya.
"Aku tahu apa yang kau rasakan, Doris.... ceritakan lah apa yang kau pikirkan yang sampai membuatmu sendiri tak tahu jawabannya, ceritakan lah!" ucap Thorn, sambil membenarkan duduknya.
"Entahlah, ayah. Saat fajar mulai datang dan lagu syurga ku lantunkan. Seketika itu tiba-tiba ada serpihan-serpihan kabut seolah itulah bayangan dia. Dan serpihan itu berbisik padaku, "Aku datang dan bersemayam di hatimu...." aku pun percaya bahwa dia akan datang, aku percaya...." ucap Doris, sambil memijat kening menundukkan kepala.
Kembali Thorn menyingsingkan senyuman, "Lebih baik kau terus meminta petunjukNya." ucap Thorn, sambil berdiri dari duduknya. Lalu bersiap untuk pergi kerja.
...****************...
Tangannya sibuk membuka tiap lembaran buku yang kini ada di tangannya. Buku yang telah selesai dibaca Thorn. Buku tentang sejarah, termasuk salah satu buku kesukaan ayahnya itu. Berkali-kali dia menyunggingkan senyum membaca isi dari buku itu. Dan berkali-kali pula dia menggeleng.
"Hem! Mana mungkin ada kisah cinta yang begitu sejatinya seperti itu! tidak mungkin!" pekik Doris, sambil meletakkan kembali buku milik ayahnya itu.
Lalu berjalan ke dekat jendela, hatinya mulai gelisah bila kedua matanya terus melihat ke apartemen Uzda. Ingin rasanya dia menjerit sekeras mungkin, bukti akan penderitaan nya di siksa oleh kerinduan akan sosok seorang muslimah.
Kedua matanya menatap sayu nanar, bila dia membandingkan akan cintanya dulu pada Aivrle dengan Uzda. Perlahan dia pun menggeleng, dia baru menyadari akan perbedaan Aivrle dengan Uzda. Padahal sebelumnya dia selalu menganggap sama antara cinta keduanya.
Terlebih dulu dia lebih mencintai Aivrle daripada Uzda, karena dia menganggap Aivrle adalah seorang perempuan pertama yang membuatnya mendapatkan jati diri di mata masyarakat. Tapi ternyata semua itu salah, kini dia benar-benar tak menyangka dengan semua kenyataan akan cintanya.
"Mengapa aku seperti ini? mengapa kau begitu membuatku terpuruk, Uzda? Mengapa kau begitu berpengaruh dalam hidupku? Bukankah kau hanyalah perempuan sederhana yang selalu berlalu lalang ke masjid Al-'Alam? Tapi mengapa kau begitu menyiksaku bila tidak ada kau di sudut kota ini?! Mengapa kau berbeda?" ucap Doris lirih, sambil mengusap air matanya yang tanpa terasa membasahi pipinya.
Lama dia hanya berdiri menunduk, tangannya juga terus memijat kening, dia berpikir.
"Masjid?!" pekiknya tiba-tiba.
"Ya mungkin benar kata ayah. Dan... Bukankah bila aku berada di dalam masjid aku selalu tenang, meski Uzda tak kunjung pergi dari bayanganku? Dan.... Bukankah biasanya jam seperti ini aku masih berada di dalam masjid? Ya, mungkin karena aku terus melihat ke apartemen nya yang membuatku semakin merasa tersiksa! Sebaiknya sekarang juga aku pergi!" ucapnya, lalu masuk ke dalam kamar, berganti pakaian yang sedikit tebal, karena di luar dia melihat cuaca mulai menusuk kulit, meski tak turun salju. Setelah itu pun, dia langsung pergi.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Sholahuddin Bara
sangat bagus author 👍👍
2025-03-05
0
𝑩𝒆𝒓𝒍𝒊𝒂𝒏 𝑷𝒆𝒓𝒎𝒂𝒕𝒂
bagus author 👍🏻👍🏻
2025-03-03
0