Alea berjalan menyusuri lorong kampus yang gelap dan lengang. Pagi tadi, suasana kampus terasa biasa saja, tetapi kini, setelah kejadian aneh yang terjadi di ruang kelas, perasaan tidak nyaman itu semakin menggerogoti pikirannya. Tidak ada seorang pun di sekitar; lorong-lorong itu terasa kosong, hanya dihiasi oleh bayang-bayang panjang yang terbentuk dari cahaya lampu yang redup.
Alea menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Nara sudah pergi lebih dulu setelah kelas selesai, dan Alea memilih untuk tidak pulang langsung. Ia merasa ada yang tidak beres, dan entah mengapa, rasa penasaran itu mengalahkan keinginannya untuk meninggalkan kampus ini.
Suasana yang hening dan sepi membuatnya semakin tidak tenang. Saat langkahnya bergema di lantai, ia merasa seolah suara itu terlalu keras di tengah keheningan. Semua yang ada di sekelilingnya tampak begitu sunyi, bahkan udara pun terasa begitu berat, seolah ada sesuatu yang menunggu.
Tiba-tiba, sebuah suara terdengar samar-samar. Alea berhenti.
Suara Bisikan: "Jangan pergi..."
Alea menoleh dengan cepat, namun tidak ada siapa-siapa. Hanya dinding-dinding yang suram dan lantai yang berkilauan di bawah cahaya lampu yang sedikit redup. Ia merasa darahnya membeku sejenak.
Alea Dwi Salsabila
(dalam hati) Apa itu?
Alea menatap sekelilingnya, berharap suara itu hanya halusinasi. Tetapi, sesuatu di dalam hatinya mengatakan bahwa ini bukan hanya imajinasinya. Suara itu nyata, meskipun samar. Mungkin dari balik pintu ruang kelas yang tertutup, atau dari balik tangga yang menuju lantai atas.
Ia memutuskan untuk mencari sumber suara itu. Dengan hati-hati, ia melangkah maju, mendekati lorong yang lebih sempit dan gelap. Langkahnya terdengar keras, berulang-ulang di dinding-dinding lorong yang panjang ini. Setiap langkah membuat perasaan cemasnya semakin besar.
Tiba-tiba, suara itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas.
Suara Bisikan: "Jangan buka..."
Alea terhenti. Bisikan itu terdengar sangat dekat, seolah berbisik langsung di telinganya. Namun, tidak ada seorang pun di dekatnya. Semua pintu ruangan di sekitar tertutup rapat, dan tidak ada gerakan di mana pun.
Alea Dwi Salsabila
(berbisik) Siapa itu?!
Namun, suara itu tidak menjawab. Tidak ada yang menjawab. Hanya kesunyian yang semakin menekan. Alea merasakan ketegangan yang semakin besar. Matanya mulai berkeliling, mencari-cari sesuatu yang bisa memberi petunjuk. Apa yang sedang terjadi di sini? Kenapa kampus ini terasa begitu mengerikan?
Ia melanjutkan langkahnya, memutuskan untuk mendekati pintu yang terletak di ujung lorong. Pintu itu tidak seperti pintu ruangan lainnya. Pintu ini lebih tua, tampak usang dengan gagang pintu yang tergores-gores, seolah sudah lama tidak pernah dibuka. Ada sesuatu yang ganjil tentang pintu itu, seperti ia menyembunyikan sesuatu yang sangat berbahaya.
Saat ia mendekatkan tangan untuk memegang gagang pintu, sebuah bisikan terdengar kembali, kali ini lebih keras, hampir memekakkan telinga.
Suara Bisikan: "Jangan buka pintu itu..."
Alea terkejut dan mundur sedikit. Suara itu terdengar sangat jelas, dan kali ini ada rasa urgensi yang menggetarkan tubuhnya. Pintu itu... Apa yang ada di baliknya? Mengapa suara itu begitu mengancam?
Alea Dwi Salsabila
(dalam hati) Apa yang harus aku lakukan?
Namun, rasa ingin tahu yang kuat mengalahkan rasa takutnya. Alea meraih gagang pintu dan menariknya. Pintu itu berderit keras, seakan menahan kekuatan yang ingin membuka jalan. Begitu pintu terbuka sedikit, Alea merasa udara dingin menyapu wajahnya.
Di balik pintu, hanya ada kegelapan. Tidak ada cahaya, hanya ruang kosong yang tampaknya sangat luas, lebih besar dari yang bisa dibayangkan oleh Alea. Ada bau lembap dan basi yang menyengat, menciptakan suasana mencekam di ruang itu.
Alea Dwi Salsabila
(berbisik) Ini... ruang apa?
Namun, suara bisikan itu tidak lagi terdengar. Keheningan yang mencekam menggantikan bisikan yang sebelumnya terdengar mengganggu. Alea merasa seperti ada sesuatu yang mengawasinya dari dalam kegelapan itu. Suara langkah kaki yang pelan, hampir tak terdengar, mulai terdengar di ruang yang gelap.
Alea cepat menutup pintu itu kembali, tubuhnya bergetar. Ia merasa ada sesuatu yang sangat salah dengan tempat itu. Seakan ada sesuatu yang sudah lama terkunci di baliknya, menunggu saat yang tepat untuk keluar.
Alea Dwi Salsabila
(dalam hati) Aku harus keluar dari sini.
Ia berbalik, dan saat itu, suara bisikan terdengar sekali lagi, kali ini lebih dekat dari sebelumnya.
Suara Bisikan: "Jangan biarkan mereka tahu..."
Alea berlari meninggalkan lorong itu. Langkah-langkahnya cepat dan panik, dan ia merasa semakin terperangkap. Suara langkah kakinya yang terburu-buru bergema keras, seolah mengganggu kedamaian yang telah lama hilang dari tempat itu. Setiap sudut seolah memantulkan bisikan-bisikan yang semakin menggema.
Tiba-tiba, langkahnya terhenti saat ia melihat sosok di ujung lorong.
Sosok itu tampak seperti seorang wanita muda, berdiri dengan wajah tertunduk. Rambutnya panjang, terurai, menutupi sebagian wajahnya, dan tubuhnya tampak sedikit menggoyang, seolah ia sedang terhanyut oleh angin yang tidak ada.
Alea menelan ludah, dan dengan perlahan melangkah maju. Ia ingin bertanya, ingin mengetahui siapa sosok itu, namun seiring langkahnya, wanita itu mulai menghilang. Ia tidak bergerak ke samping, tidak berjalan pergi—wanita itu hanya... menghilang begitu saja, seperti dibawa oleh kegelapan.
Alea Dwi Salsabila
(terkejut) Siapa itu?
Hatinya berdegup kencang. Suasana semakin aneh. Ia merasa seolah berada di dunia yang terpisah, di mana waktu dan ruang tidak berlaku seperti biasanya. Semua terasa sangat salah.
Tanpa pikir panjang, Alea berbalik dan berlari menuju keluar, keluar dari lorong yang mencekam itu. Namun, begitu ia mencapai pintu keluar, suara bisikan itu kembali terdengar, kali ini lebih keras dan lebih jelas.
Suara Bisikan: "Kau tidak akan bisa pergi."
Alea menoleh, tubuhnya gemetar hebat.
Di ujung lorong, tempat wanita itu menghilang, kini ada sosok lain. Lebih besar, lebih gelap, dan semakin mendekat.
Alea merasakan ketakutan yang tak terlukiskan, namun ia tahu satu hal—apapun yang ada di dalam kampus ini, ia tidak bisa menghindarinya. Apa pun itu, ia terjebak di dalamnya.
Dengan langkah tergesa-gesa, Alea berlari ke luar, meninggalkan lorong yang sepi dan gelap itu, namun perasaan takutnya tidak pernah hilang. Suara bisikan itu terus mengikuti, menambah ketegangan yang semakin memuncak. Alea tahu, apa pun yang ada di dalam kampus ini, ia tidak akan bisa keluar begitu saja.
Comments