Haekyung mengerang. Penglihatannya berkabut. Butuh waktu lama baginya untuk membiasakan diri. Sampai akhirnya kabut penghalang itu lenyap dari pandangan. Sekarang dia bisa melihat garis-garis kasar berwarna coklat.
Garis-garis kasar?
Haekyung mengangkat kepala. Berkedip sebentar untuk melihat lebih jelas.
Oh, akar pohon rupanya.
"Shit!" umpat Haekyung sambil memegangi dahinya yang berdenyut-denyut. Sejurus kemudian dia mengamati telapak tangannya, ada darah tercetak disana.
Sakit sekali. Sakitnya begitu menusuk sampai ke seluruh sendi-sendi tulangnya. Kepalanya berasa retak menjadi dua.
Pelan-pelan Haekyung menggerakkan engsel-engsel lehernya yang kaku. Tak hanya kepala, kini seluruh badannya seperti habis ditimpa dua ratus ton beban berat. Sakit minta ampun. Dia memandang berkeliling. Mendadak teringat sesuatu.
Taera?
Dimana Taera?
"Tae..." bisik Haekyung, suaranya parau. "...Taera? Taera!" dia berteriak, tetap dengan suara yang lebih serak daripada kodok. "Aw..." Haekyung berguling menjauh dari akar pohon. Demi Tuhan, dia belum pernah merasa sekacau ini sebelumnya.
Insting Haekyung menyuruhnya mengambil pisau lipat di kantong celana. Dia berjuang keras untuk berdiri. Langsung tergelincir dan kehilangan keseimbangan saat mencoba untuk mengangkat kaki, tapi pantang menyerah mencoba untuk bangkit lagi dan mendaki terseok-seok menyusuri lereng.
Terlalu gelap dibawah sini. Haekyung setengah merangkak menaiki lereng yang posisinya agak terjal. Beruntung banyak tanaman rambat dan akar-akar pohon yang bisa dijadikan pegangan.
Begitu sampai di sisi mobil, hatinya mencelos melihat jok penumpang kosong melompong.
Dia celingukan kesana-kemari. Tidak melihat Taera dimana-mana.
Haekyung membuka-buka laci mobil, diperiksa satu-persatu, Dongwon ssaem tidak menyimpan apa-apa, untungnya ada senter. Tetap bermanfaat.
Terhuyung-huyung Haekyung berjalan kembali. Bergerak selambat kukang. Saat mencoba untuk turun dari pijakan batu terakhir, Haekyung terbanting ke tanah dalam posisi yang salah. Pergelangan kaki kirinya malah terkilir dan cowok itu mengerang tersiksa.
Sial! Sial! Sial! Mati-matian diabangkit berdiri lagi, menyeret kakinya sambil meringis kesakitan.
Bagi Haekyung, segalanya terjadi dalam sekali kedipan. Otaknya belum sempat memproses dengan baik apa yang sedang terjadi ketika terdengar teriakan Taera memecah kesunyian.
Haekyung menerobos hutan, menyusuri area yang semakin menurun. Ditengah-tengah tarikan napas putus asa, dia mendengar sayup-sayup suara Taera berteriak minta tolong. Patokannya hanya suara Taera yang masih terdengar dari kejauhan. Tidak perduli ranting dan daun melecuti pakaiannya. Sekuat tenaga menyusuri jalur yang semakin menurun, secepat kemampuan kedua kakinya yang sudah sangat lelah menanggung rasa sakit.
Sejauh mata memandang, hanya ada hutan dan bayang-bayang maut menghantui. Begitulah yang dirasakan Haekyung, seluruh tulangnya terasa remuk dan menyakitkan. Tapi dia memaksakan kedua kakinya bergerak.
Terhuyung-huyung Haekyung memasuki hutan semakin jauh. Tidak peduli rasa sakit. Pokoknya dia harus segera menemukan Taera. Atau perasaan bersalah akan terus menerornya seumur hidup. Kalau sampai Taera mati...
Tidak. Tidak.
Haekyung menyemangati dirinya sendiri, karena siapa lagi yang bisa melakukannya?
Segala sesuatunya seakan-akan miring dan bergoyang. Semuanya tampak kabur seperti siluet. Kepalanya masih sakit.
Dia mendongak tiba-tiba, mendengar seseorang berbisik.
Haekyung menunggu suara itu menampilkan pemiliknya. Dia menunggu sesuatu tanpa mengetahui apa yang dia tunggu. Dahan-dahan gundul di belakangnya berdesir, pergesekannya menimbulkan gema yang memantulkan gaung aneh di belakang leher. Merambat dengan cara yang tidak biasa ke dalam telinga.
Seekor rusa baru saja berlari menembus semak-semak dengan cepat.
Dari sanalah asalnya, Haekyung meyakinkan diri sendiri.
Terdengar suara gemeretak samar di bagian lain hutan ini. Seolah-olah ada yang baru saja menginjak ranting kering kemudian berhenti bergerak. Siapapun pelakunya, pasti sengaja menginjak ranting. Untuk menakut-nakuti. Yang membuat Haekyung makin sebal karena dia terjebak dalam kondisi lemah dan buta. Bukan buta secara harfiah. Tapi dia merasa setingkat lebih rendah dari orang buta yang tidak melihat apa-apa, hanya bisa membayangkan sesuatu dan mendengar sesuatu bergerak di sekelilingnya. Berusaha mengelabui seluruh indera tubuhnya.
Haekyung menolehkan kepala ke segala penjuru. Mengecek setiap sudut, tidak ingin melewatkan titik terkecil. Namun suara itu terus terdengar, menembus dunia nyata dengan jelas. Suara-suara yang terus berbisik tanpa pemilik.
Mungkin ini pengaruh kepalanya yang nyut-nyutan. Bisa jadi. Otaknya kacau lalu memproyeksikan suara-suara aneh. Padahal itu hanya gesekan semak-semak.
Mungkin...
Ini kondisi yang memuakkan. Sungguh! Dipaksa menebak-nebak.
"Siapapun kau... kumohon berhenti. Tinggalkan aku sendiri," Haekyung tidak tahu kepada siapa dia membisikkan permohonan putus asa itu. Kepada peri-peri hutan yang jahil, mungkin?
Halo, peri-peri hutan?
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments