Penguntit

Satu jam sudah Milan duduk di coffeshop yang ada di sebrang jalan dekat dengan gedung pencakar langit tempat Arutala berada. Wanita itu hampir setiap hari berada di sana. Memperhatikan dari jauh. Hal yang ia dapat adalah melihat Arutala yang pulang kerja.

"Denger-denger, Pak Aru lagi cari asisten pribadi? Emang iya?" percakapan dari pengunjung yang duduk di belakangnya cukup mencuri perhatian Milan.

"Iya. Kenapa? Kamu mau coba daftar? Duh, mending jangan deh. Pak Aru itu orangnya super killer. Gimana yaa ngomongnya, asistennya yang kemarin itu ga kuat kerja sama dia. Katanya jadi PA-nya Pak Aru tuh lebih kayak semacam jadi pembantunya. Jam kerjanya ngikutin jam kerja pak Aru. Harus selalu standby."

"Tapi bukannya gajinya gede yaa?"

"Iya sih gede. Tapi buat apa punya gaji gede, kalau hampir ga punya jam bebas."

"Bener juga."

Milan meminum sisa kopi yang ada di gelasnya. Setelahnya ia menatap keluar. Kearah pintu utama gedung sebrang. Jalan yang akan ia lalui nantinya. Segera ia mengirim pesan pada sahabatnya. Ia terlalu fokus pada gawainya, sampai ia melewatkan satu keajaiban yang melintas di depannya.

"Eh, itukan Pak Aru! Gila ganteng banget dia." Pekikan itu membuat pandangan Milan terangkat.

Arutala memasuki coffeshop bersama sahabatnya. Kedua pria itu cukup mencolok sehingga mampu memancing atensi di ruangan itu.

"Sekali-kali kau harus mampir kesini. Dissert di sini sangat enak." Ujar Kavin.

Wajah Arutala jelas sekali terpaksa. "Pesankan apapun untukku. Aku sudah terlalu lelah hanya untuk sekedar memilih menu." Lalu setelah itu, Arutala memilih duduk di meja yang berhadapan dengan Milan.

Dengan gamblang Milan tak mengalihkan pandangannya. Jadi secara tidak sengaja, pandangan Milan dan Arutala bertemu.

Arutala juga tidak berniat mengalihkan pandangan saat matanya menangkap seorang wanita berkaca mata dengan mimik muka tenang dan tatapan tajam. Ada yang aneh dengan wanita itu. Dan Arutala menyadarinya.

"Aru, kau suka macaron kan? Aku harap kau menyukainya. Karena aku memesan itu untuk kita berdua." Kavin menyusul duduk di depan Arutala. Membuat tatapannya terhadap wanita itu terhalang.

Menyadari kecurigaan Arutala. Milan berdiri dan berjalan keluar. Lagi pula hari ini cukup memuaskan. Apalagi dia sampai bisa menatap muka Arutala secara langsung.

Arutala mencoba mengenyahkan pikiran negatifnya terhadap wanita yang baru ia lihat barusan. Toh wanita itu juga sudah pergi.

"Gimana? Kau sudah dapat PA baru?"

Arutala diam. Dan Kavin sudah tau jawabannya.

"Mau aku carikan? Aku tau persis dengan seleramu? Bagaimana?"

Tawaran Kavin barusan sangat menarik. "Baiklah, carikan dalam waktu dua hari. Jika tidak jangan pernah menemui ku lagi."

Kening Kavin berkerut. "Kenapa begitu? Kita itu bestie. Jadi paling tidak kita harus bertemu setiap hari."

Arutala memutar bola matanya, jengah dengan sifat Kavin yang satu ini. "Kau bukan kekasih ku Kavin. Jadi aku muak jika harus bertemu denganmu setiap hari."

"Ayolah.. aku baru saja putus dengan Victoria. Jadi aku butuh teman." Rengek Kavin seperti remaja puber yang baru putus cinta.

"Kalau begitu kenapa kau tidak cari wanita lain saja? Mencari wanita bukanlah hal yang sulit bagimu."

"Yaa. Tapi aku malas dengan wanita cerewet. Hanya Victoria yang tidak cerewet dan tidak manja padaku."

"Semua wanita memang seperti itu. Terimalah kenyataannya."

Mereka berdua masih berdebat hal sepele. Bagi Arutala, wanita dan cinta adalah hal yang tidak penting.

Jadi ia memilih melajang untuk menghindari semua keriwehan yang disebabkan wanita dan cinta.

\~*\~

"Apa? Kamu mau melamar kerja jadi PA-nya Arutala? are u sure?" Lyra hampir tidak mengerti dengan jalan pikiran Milan. Buat apa juga Milan sampai rela menjadi kacungnya Arutala di saat Milan dapat kemewahan dari kedua orang tua wanita itu.

"Yaa. Tidak ada salahnya bukan? Aku bosan hanya melihatnya dari kejauhan." Milan menatap foto-foto Arutala yang berhasil ia dapatkan dari jepretannya sendiri. Mencetak hasil fotonya lalu menempelkan pada papan putih.

Milan dan Lyra memiliki kamar rahasia. Tempat itu digunakan Lyra untuk melakukan hacking. Sedangkan Milan menggunakan kamar itu untuk menyimpan fakta-fakta tentang Arutala. Hidup Milan hanya berputar pada Arutala.

"Oke. Kalau itu mau mu. Akan segera ku kirim cv mu ke tempat Arutala bekerja." Lyra memutar kursinya. Kembali berkutat pada komputernya. "Kau mau pakai latar belakang aslimu apa tidak?"

Milan yang duduk di sofa sambil menghadap Lyra, diam sejenak. "Menurutmu?"

"Kita pakai data palsu saja. Aku tidak mau mendapat omelan jika kedua orang tua mu tau. Kalau anaknya bekerja sebagai kacung Arutala." sindir Lyra.

"Hei! Bukan kacung. Tapi PA. personal asisten." Koreksi Milan.

"What ever." Lyra kembali melanjutkan pekerjaannya.

Kegilaan Milan terhadap Arutala tidak hanya menguntit pria itu di tempat kerja. Milan bahkan tinggal di penthouse yang sama dengan Arutala. Dan Lyra sebagai orang kepercayaan orang tua Milan, selalu berada di sisi wanita itu. Mereka bedua memiliki masa lalu yang panjang.

Hanya butuh waktu dua hari untuk Milan dapat panggilan kerja. Dan pagi ini, Milan tengah bersiap untuk hari pertamanya.

Dia tengah bersiap-siap di walk in closet. Milan memilih mengenakan rok selutut dengan atasan blazer.

Di tengah-tengah memilih High heels yang hendak ia gunakan, Lyra masuk menghampirinya.

"Heels mana yang akan kau gunakan?"

"Ini." Milan menunjuk salah satu high heelsnya.

"Kau serius? Kau mau pakai heels dari jimmy choo? Jangan. Latar belakang yang kau gunakan saat ini, kau hanya wanita biasa. Pakai punyaku saja."

Milan mengangguk. Tidak banyak protes.

"Lalu, kendaraan apa yang ingin kau pakai?"

"Mobilku seperti biasa."

Lyra menepuk jidatnya. "Sepertinya aku harus mengajarimu hidup miskin. Aku akan mengantarmu saja."

"Kau mau mengantarku dengan pakaian seperti itu?" Milan menunjuk Lyra yang tampak brantakan.

Saat berada di dalam, Lyra memang selalu terlihat berantakan. Dia tidak terlalu peduli pada penampilan.

"Oke. Aku ganti baju sebentar." Setelah Lyra menghilang dari pandangannya, Milan tersenyum membayangkan ia akan bekerja di samping Arutala.

Tak butuh waktu lama bagi Lyra bersiap.

Lyra menghentikan mobilnya di depan gedung milik Arutala. sebelum membiarkan Milan, Lyra terlebih dulu menasehatinya.

"Ingat Milan, jangan melakukan hal gila. Jika kau merasa ga sanggup, aku akan ada di café sebrang. Kapanpun kau mau kabur. Aku siap membawamu."

Milan menghela napas. "Aku tidak akan kabur."

Ya, Lyra sendiri juga tidak yakin dengan itu. Malah Lyra takut Milan akan nyaman sebagai personal asisten Arutala.

Memasuki gedung dengan wajah lempengnya. Ia menekan tombol lift setelah mendapat arahan dari sang resepsionis. Alangkah terkejutnya Milan ketika pintu lift itu terbuka. Di sana sepasang manusia kini tengah berciuman cukup panas. Bahkan mereka terlihat tidak terganggu.

Milan dapat mengenali pria yang sedang bercumbu itu adalah Arutala. karena posisinya sang wanita yang lebih mendominasi. Arutala yang bersandar menaikkan pandangannya. Dan di saat itulah pandangannya dengan Milan bertemu. Bukannya menghentikan cumbuannya, Arutala justru semakin menarik pinggang wanitanya. Tatapan Milan menggelap. Dia tidak suka apa yang barusan ia lihat. Arutala hanya boleh di sentuh olehnya.

Kedua tangan Milan terkepal kuat. Pintu lift kembali tertutup dengan Milan yang masih berdiri di luar.

Terpopuler

Comments

Sun Seto

Sun Seto

Terselip kebijaksanaan

2025-01-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!