Hai!!
Selamat datang di cerita terbaruku, maaf jika masih suka menye-menye. Terima kasih banyak sudah mampir,love sekebon kesemek!?
"Ziqiesa!! Jangan lupa belikan Ibu daun Jeruk di pasar. Kue Ibu butuh bumbu pewangi biar lebih harum." Kansa berteriak nyaring dari balik bingkai jendela.
"Akan Zi belikan, Ibu tunggulah dengan tenang. Jangan berteriak, nanti Ibu keselek." Sahut Zi yang kini telah berlalu lebih jauh.
"Anak itu.. minta di omelin kalau sudah pulang nanti." Sungut Kansa yang kembali berjalan ke arah dapur untuk menyiapkan bumbu kue yang masih tersisa, untuk membuat kue panggang pagi ini.
"Jangan cemberut,Bu..? Bukankah Zi sudah pergi ke pasar untuk membelikannya?" Alger berseru saat Kansa melewatinya yang tengah duduk sambil membaca surat-surat kabar terbaru dari kota.
Kansa hentikan langkahnya,menoleh, menatap tajam, dahinya berkerut,kening berlipat, lalu tersenyum kecut. "Ayah,sama anak sama saja,suka sekali membuat Ibu mengomel!" Sahut Kansa dengan ekspresi berubah-ubah.
Alger tertawa pandangi istrinya yang menatapnya dengan tatapan tidak dapat di ungkapkan. "Memang sudah dari sananya Bu,kamu memang cerewet. Tapi..tetap seorang Ibu,dan istriku yang sangat cantik!" Ulasnya dengan lembut, wajah garangnya hilang seketika. Tidak mau membuat istrinya semakin larut dengan omelannya, Alger,berdiri,dan membawa Kansa ke dalam pelukannya.
•••
Zi, menitipkan kudanya pada tuan,Takur. Orang yang sudah lama Zi jadikan sebagai tempat penitip kuda jika ke pasar.
"Sendirian,nak? Ayahmu kemana? Biasanya kalian datang berdua." Hanya merasa ada yang kurang saja jika melihat Zi yang datang seorang diri.
Zi, terkekeh kecil mendengar ucapan tuan Takur. Seperti dirinya mesti harus datang berdua dengan Ayahnya jika ke pasar,memang sih, mereka selalu berdua kalau ke pasar,tapi itu biasanya.
"Ayah,lagi kurang enak badan,Paman. Dia,juga sedang membantu Ibu untuk membuat pesanan kue hari ini, lumayan banyak soalnya. Maaf Paman Zi buru-buru, takut Ibu mengamuk." Zi, menunduk pendek. "Ya, berhati-hatilah!" setelah tuan Takur menjawab Zi segera pergi,dan masuk ke pasar, berbaur dengan keramaian hingga badannya tidak terlihat lagi.
"Yah, catatannya tertinggal. Gawat!" Zi menggaruk pipinya pelan, bagaimana ia akan berbelanja jika catatan pembukuan perbelanjaan yang sudah susah payah Ibunya tuliskan agar tidak lupa. Kini tertinggal,atau mungkin saja jatuh di perjalanan.
"Aku butuh saat ini. Tidak ada pilihan lain, semoga saja bisa,ya?" Zi mengucek matanya, seketika bacaan yang tadi sempat di pegang dan di bacanya langsung terlihat, Zi punya kekuatan seperti ini sudah dari ia lahir, saat umurnya satu tahun lima bulan Zi kerap kali menangis, apalagi jika dirinya yang lucu sering di gendong kerabat-kerabat Ayah dan Ibunya. Gadis itu dapat melihat apa yang terjadi dari dua hari belakangan. Itu adalah keberuntungannya.
"Akhirnya, selesai. Ternyata mempunyai kekuatan juga cukup menyenangkan. Aku bisa memanfaatkannya dengan baik." Zi, melangkah,mulai membeli apa yang di suruh Ibunya. Bahan persediaan kue sudah menipis jadi sekali dalam dua Minggu, Zi,harus ke pasar untuk berbelanja bahan-bahan, biasanya Zi datang dengan Alger. Namun, hari ini Alger merasa kurang enak badan dan tidak bisa pergi menemani,Zi.
"Totalnya jadi 2 tael,Nona." Perempuan paruh baya itu memberikan sekantong besar per bumbuan dan bahan kue.
"Terima kasih,Bibi."
Zi,kembali ke kudanya untuk segera kembali ke rumah,"Paman Takur? Ini bayarannya,Zi,harus cepat kembali karena Ibu pasti sudah menunggu." Zi,membayar tuan Takur. "Berhati-hatilah di jalan,nak. Terima kasih atas bayarannya." Lagi-lagi hanya itu yang bisa di ucapkan oleh tuan Takur. "Sama-sama ,Paman. Semoga bermanfaat,"dan setelah itu Zi segera pergi dari pasar. Perjalanan menuju rumah cukup melelahkan sebenarnya,namun Zi memilih tidak mengeluh karena berkuda adalah salah satu kesukaannya.
"Ayah,Ibu! Zi,pulang.."
Sesampainya di depan rumah Zi berteriak dengan kencang. Buru-buru Alger beranjak dari duduknya dan keluar untuk membantu gadis kecilnya.
"Bisa tidak usah berteriak,Zi? Kepala Ayah jadi semakin pusing,belum lagi Ibu yang baru saja selesai mengomel, sekarang kamu,heh.." Alger membuang napas panjang. Mulutnya monyong ke kanan sambil memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.
"Aih..Ayah. Aku hanya mengatakan jika aku sudah kembali dari pasar,apa itu salah?" Dengan wajah menggembung, cemberut,Zi,turun dari atas punggung kuda dan berjalan lewati Ayahnya yang masih sibuk dengan keranjang belanja.
"Ada apa,Yah? Kenapa melamun terus?" Kansa datang dengan terburu-buru. Menghampiri Alger yang masih terdiam sambil pandangi keranjang belanja. "Ayo,biar Ibu bantu, sebentar lagi orang yang pesan kuenya bakalan datang, mereka sudah ngasih kabar barusan." Ulas Kansa , mengangkat satu keranjang yang paling ringan menurutnya, sedangkan yang berat biar Alger saja yang mengangkat.
"Ini,Bu. Kepala Ayah tiba-tiba pusing,gak tau saja hari ini Ayah harus membantu Ibu buat adonan,tapi..kepala ini mendadak sakit." Jawab Alger,berjalan di belakang tubuh Kansa. Dia, tidak marah jika istrinya mengomel,'biarkan saja, karena dengan begitu Kansa bisa membuang rasa lelah dalam tubuhnya,' itu yang sering di ucapkan Alger pada putri satu-satunya itu,Zi.
Zi,sudah masuk ke dalam rumah, melewati pintu dapur di bagian belakang. Kediaman mereka seperti persegi lima dan lantai duanya mengikuti bentuk dasar bangunan yang pertama. Tidak begitu besar,tapi cukup luas untuk ukuran tiga orang. Mereka hanya punya dua pelayan tetap untuk mengurus rumah, sedangkan untuk membuat kue,ada beberapa karyawan,dan itu di toko, letaknya di keramaian kota yang cukup jauh dari rumah segi lima ini. Rumah yang mereka tinggali masih di kota **Desilia**,namun paling pinggirannya,dan sudah dekat dari hutan-hutan,dan juga ada pegunungan di belakang hutan tersebut.
"Nona. Anda sudah kembali?" Lis berseru saat Zi berdiri di sampingnya. Gadis itu mengambil sepotong kue yang baru selesai di panggang. "Iya, bukannya Ibu bilang tidak ada bahan untuk membuat kue? Ini kenapa bisa ada yang sudah matang..?" Dengan mulut penuh Zi menjawabnya. Gadis itu langsung mengambil satu potong lagi dan duduk di kursi terdekat dari meja panjang tempat penampungan kue yang sudah selesai di panggang.
Lis, tertawa kecil. "Bukan berarti habis semua kan, Nona Zi? Ngomong-ngomong, apakah Nona tidak takut pergi ke pasar seorang diri?" Cetus Lis yang tangannya sibuk memotong-motong kue yang baru di keluarkan dari pemanggang oleh teman kerjanya,Naya.
"Tidak. Untuk apa takut, Zi lebih takut lagi jika Ibu marah,mengomel dari pagi sampai malam,dan memotong jatah belanja bulanan. Sangat ngeri.." Zi, mengekspresikan dengan kepala menggeleng dan tubuh menggigil takut.
Lis,dan Naya sontak tertawa bersama. "Nona Zi, sangat pemberani jika begitu. Tapi dengan Nyonya? Sepertinya Nona Zi begitu takut." Kali ini Naya yang menimpali obralan Zi dan Lis. Mereka kembali tertawa hingga sebuah suara membuat tawa ketiganya terhenti secara tiba-tiba.
"Zi..! Tolong Ibu mengambil air dari sumur? Ayah lagi tidak enak badan!" Suara alarm berbahaya dari garda terkuat di rumah persegi lima kembali berbunyi,jika suara alarm sudah berdering, tidak ada yang berani membantah satu orang pun,baik pun itu Alger.
Naya,Lis, kembali diam saat Zi mengeluarkan napas panjang. "Iya,Ibu. Zi, segera bertindak.." Sahutnya juga ikutan berteriak. Jika di adakan ajang lomba berteriak, keduanya sangat antusias untuk ikut,ada yang mau mengadakan lomba berteriak?
"Kakak Lis, Kakak Naya,Zi duluan ya, nanti malam kita sambung lagi obrolannya." Zi, buru-buru menghabiskan sisa gigitan kue terakhir, beranjak,dan berlari ke arah sumber mata air,atau mereka menyebutnya sebagai sumur.
Di ruangan tempat Kansa mengadon kue, Alger, celingukan mencari keberadaan putrinya karena tidak terlihat di sana. "Nyariin siapa,Yah?" Seru Kansa bertanya, tangannya masih sibuk mengadon kue, namun matanya melirik pada Alger, yang berdiri di bingkai pintu. "Zi. Kemana anak itu,Bu?" Alger memutuskan untuk segera bertanya dari pada berlama-lama berdiam diri, bisa-bisa istrinya akan mengamuk. 'Kalau sakit,ya istirahat,Yah. Jangan mondar-mandir ke sana kemari! Seperti setrikaan saja,' Kata-kata manis seperti itu sering kali muncul di antara keduanya.
"Oh,Zi..? Zi,lagi mengambil air dari sumur. Ibu,butuh air untuk mengadon kue selanjutnya,Yah." Jawab Kansa tanpa melihat ke arah, Alger. Alger, manggut-manggut, Dia,tidak lagi bersuara. Beranjak dari bingkai pintu dan pergi untuk istirahat di kamarnya.
Zi, mengangkat banyak sekali Gerabah berbentuk baskom untuk penampungan air. Mengangkut,satu demi satu dari sumber mata air,ke dalam rumah persegi lima. "Ibu. Zi,sudah selesai mengambil airnya, bolehkah Zi untuk istirahat di samping, Ayah?" Seraya menyeka tetesan air bercampur keringat yang berjatuhan dari kepalanya.
"Jangan ganggu Ayah,Zi! Kalau mau beristirahat di kamarmu saja. Jangan tidur sebelum bebersih diri!" Kansa berkata dengan suara rendah,namun penuh penekanan. "Iya,Ibu." Angguk Ziqiesa yang kemudian berkelebat dari hadapan Ibunya.
Bukan Zi namanya jika tidak jahil. Gadis itu melihat ke belakang dimana Ibunya sedang mengadon kue. Dengan tersenyum senang Zi masuk ke dalam kamar untuk menemui Ayahnya, Alger.
"Ayah,benaran sakit?" Zi, menepuk pantat Ayahnya seraya berseru dengan tidak percaya sepenuh jiwanya. "Jangan bilang Ayah sedang menghindari Ibu untuk membantu mengadon kue..?" Selidik Zi yang kini sudah berada di dekat kepala, Alger. Tangannya mengelus lembut kepala Ayahnya, sesekali menariknya karena gemas.
"Ayah,benaran lagi kurang sehat. Kalau tidak percaya periksa saja sendiri." Alger, memutar bola matanya malas,anak perempuan satu ini sangat sulit percaya padanya. Ini tidak sekali, dua kali,tapi sering sekali seperti itu.
"Tapi, kenapa kepala Ayah tidak ada panas-panasnya? Ayah, berbohong,ya..? Ayo, ngaku pada Zi,kalau Ayah ngaku nanti Zi belikan anak panah baru kesukaan,Ayah. Bagaimana..?" Zi, mengedipkan matanya beberapa kali, sangat cantik dan terlihat lucu, teramat sangat menggemaskan, hingga Alger tidak tahan, untuk tidak menyentil dahi gadis kecilnya.
"Aduh..Ayah! Kenapa di sentil,sih? Sakit Zi,tau.." Zi,memasang wajah cemberut,sambil jemari mungilnya mengelus lembut dahinya sendiri,pandangi Alger dengan wajah sebal.
"Lagian Zi banyak bicara. Ayah, tidak sakit, ataupun demam, jadi tidak panas. Ayah hanya pusing,dan ini pusingnya sudah gawat darurat." Alger, tertawa. Wajahnya yang garang seperti kerupuk sayur yang melempem jika berhadapan dengan Zi,dan Kansa. Mleyot (Meleleh)!!
"Nah kan, benar. Ayah tidak sakit.. bagaimana kalau Zi adukan pada Ibu?" Alger menahan tubuh Zi yang hendak berdiri dan berlari ke arah Ibunya. "Ibu..!!!" Hup.. Alger dengan cepat menutup mulut Zi dengan telapak tangan lebarnya. "Jangan macam-macam,Zi!" Gertaknya dengan candaan, sebenarnya Alger ingin tertawa,namun sebisa mungkin Dia menahannya.
"Aa.hah Le..p..san.." Zi berontak dengan mulut yang tersumpal oleh telapak tangan Ayahnya. "Jangan berteriak pada Ibu,kalau mau Ayah lepaskan!?" Ancam Alger, Zi, mengangguk,"yasudah, kembali ke kamar, Zi! Ayah mau istirahat." Ulas Alger melepaskan tangannya dari mulut,Zi. Mendorong tubuh gadis itu agar segera keluar dari dalam kamarnya.
"Ibu..Ayah pura-pura sakit!!" Teriaknya,dan langsung berlari tunggang langgang ke kamarnya yang berada di lantai dua.
"Haduh..Tuhan. Anak ini,titisan siapa??" Pasrah Alger yang kembali merebahkan tubuhnya dengan layu.
•••
Selesai membersihkan tubuhnya, Zi, segera berbaring di ranjang tidurnya dengan tangan menyangga kepalanya. Matahari di luar cukup terik,dengan awan indah berwarna biru laut. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, lewati gorden yang menari manja,dan hampiri Zi yang menatap ke arah luar jendela kamarnya.
"Tuhan? Apakah hidup akan begini-begini saja? Bekerja,tidur,makan, bekerja lagi, lalu mati. Tidak adakah hal yang lebih menyenangkan dari pada hidup yang monoton seperti ini?" Zi, menghela napas panjang kemudian membuangnya secara perlahan. Tiba-tiba matanya yang tersapu angin berhembus lembut, pelan-pelan menutup dengan sendirinya.
Tidak tau lagi apa yang terjadi selanjutnya,Zi,sudah terbang bebas ke alam mimpi. Sedangkan Ibunya tengah sibuk berkutat dengan tepung-tepung yang lama kelamaan menutupi pakaiannya seperti debu.
"Nyonya..? Apakah pesanan Tuan Goher sudah selesai?" Suara datar itu menyembul dari bingkai jendela yang terbuka. Kansa, segera berdiri, menepuk pakaiannya yang di selimuti tepung dengan pelan,dan berjalan hampiri bingkai jendela.
"Ah,Sudah. Sebentar, Saya ambilkan dulu, silahkan tunggu di kursi depan,ya!" Tuturnya lembut, sangat jauh berbeda dengan caranya berbicara dengan anak dan suaminya,suka ngelantur tidak beraturan. Memang sih, mulutnya tidak gampang di atur..!
"Baik, Nyonya." Pria berseragam hitam seperti balok kering itu, segera melangkah dan menunggu di kursi kayu yang di sediakan khusus untuk tamu dadakan.
Tidak lama,Kansa keluar dari pintu dengan menenteng dua kantong besar,penuh,di tangan kiri dan kanannya. Di susul oleh Naya,dan juga Lis, yang ikut membantu.
"Semuanya jadi 10 Tael.Terima kasih." Ucap Kansa, menerima bayaran kuenya dan tersenyum. "Terima kasih, Nyonya. Kalau begitu Permisi." Pria itu menunduk hormat dan segera berbalik untuk pergi setelah mendapatkan anggukan dari, Kansa. "Sama-sama." Jawab Kansa yang masih dapat di dengar oleh pria berseragam tersebut.
"Naya? Tolong panggilkan Zi karena sebentar lagi mau mengantarkan pesanan kue di desa sebelah!" Kansa berseru sambil berjalan masuk ke dalam rumah. "Baik, Nyonya Kansa." Naya, menunduk hormat dan segera berjalan menuju lantai dua.
"Lis,kamu sendirian dulu beberes dapurnya sebelum Naya kembali,ya! Saya mau melihat Alger,mana tau pria itu sudah tidak bernapas." Kansa, berjalan ringan untuk menghampiri kamarnya dan Alger. Ucapannya membuat,Lis tertawa, sambil ikut mengambil langkah menuju dapur,Lis masih menyisakan sedikit senyuman di bibirnya. "Nyonya,pemarah. Tapi baik hatinya. Kata-katanya tidak ada rem,tapi masih bisa berhenti dengan mulus." Lirih Lis tertawa kecil teringat ucapan Kansa barusan terhadap Alger.
Kansa, menempelkan punggung tangannya di kening Alger,"tidak panas..?" lirihnya saat dapati kening Alger baik-baik saja. Namun, Kansa tidak mau berkomentar apa-apa,ia, lebih memilih untuk mengambil baju ganti dan pergi ke sungai untuk berenang. "Siang-siang begini, enaknya berenang sambil menikmati sisa hidup yang tidak tau kapan habisnya." Berseru saat tangannya menutup bingkai pintu kamar dengan perlahan.
Kansa,keluar bertepatan dengan Naya yang turun dari lantai dua. Wanita itu tersenyum kecil. "Bagaimana dengan anak itu? Apakah Dia sudah bangun,Naya?" Tanyanya sambil menatap langkah kaki Naya menuruni tangga, diam-diam Kansa ikut menghitung langkah kaki pelayannya. Aneh!!
"Ah, itu..sudah Nyonya Kansa. Nona Zi,sudah bangun dan segera bersiap untuk turun." Jawabnya Naya gugup karena Kansa tidak mengalihkan pandangannya dari kaki wanita itu.
Naya, sampai di lantai satu,dengan jemari tangannya yang saling bertautan, menunduk pendek, kemudian segera berlari menuju ruangan dapur,'Apa yang terjadi dengan, Nyonya Kansa? Janga bilang kalau Nyonya menginginkan tubuhku, karena Tuan Alger tengah sakit,dan tidak dapat menuntaskan nafsunya..i..'Batinnya. Naya bergidik sendiri. Hampiri Lis yang kini menatapnya dengan mulut terbuka tidak mengerti.
"Kenapa anak itu, berlari seperti ketakutan melihatku. Jangan-jangan ada sesuatu yang dilihatnya di belakangku!" Kansa,juga berlari,bahkan lebih cepat dari pada Naya barusan, menutup pintu samping dengan kuat dan segera pergi menuju sungai yang mengalir di belakang rumah persegi lima.
Lis, mengatupkan bibirnya saat Naya menepuk pundaknya. "Kenapa?" pertanyaan Naya yang juga tidak di balas oleh,Lis. "Kenapa, Lis? Apakah ada yang menarik dari tubuhku, sehingga kalian menatapku tanpa berkedip?" Naya lewati Lis yang masih mencerna kejadian barusan.
Cukup lama terdiam hingga kini Zi sudah berdiri di hadapan keduanya. "Kakak Naya, Kakak Lis. Kalian berdua, kenapa?" Zi menaikkan alisnya bertanya dengan penasaran.
"Ah.. tidak ada apa-apa, Nona Zi." Lis dan Naya menjawab dengan kompak, kemudian menggaruk tengkuknya merasa keliru dengan pikirannya masing-masing.
Zi, manggut-manggut kecil. Tidak menghiraukan jawaban kompak Naya dan Lis. Zi justru melirik ke atas meja panjang, dimana kue pesanan tetangga desa sebelah sudah selesai di susun di keranjangnya,siap untuk di antar. Tapi..sebelum mengantarkan kue, Zi,mengambil sisa-sisa kue yang masih bagus di samping keranjang itu,dalam piring gerabah yang cantik.
"Ini, boleh di makan, kakak?" Zi, mengangkat piring gerabah cantik tersebut dan memperlihatkan kepada Naya,dan Lis. Mereka kembali kompak mengangguk, tiba-tiba suasana hening, canggung, berkolaborasi dalam bentuk kegugupan.
"Kalian pada kenapa,sih? Sedari tadi bertingkah aneh, seperti Ayah dan Ibu jika lagi sayang-sayangan." Celetuk Zi tanpa ada saringannya. "Ekhm..kami hanya sedikit banyak makan kue hari ini Nona Zi, jadi tenggorokan terasa tercekat,kering." Lis, berseru dengan senyuman mengambang,tidak tau harus mengatakan apapun. Otak, keduanya buntu, sekarang!
"Ya sudah,Zi berangkat dulu,kakak Naya, Kakak Lis. Minta tolong katakan pada Ibu,Zi,sudah berangkat." Zi tersenyum kemudian berjalan ringan di ikuti oleh Lis,dan Naya yang menjinjing keranjang sampai Zi naik ke atas punggung kuda.
"Berhati-hatilah di jalan,Nona Zi. Semoga anda selamat sampai tujuan dan sampai kembali ke rumah." Naya berseru kecil sambil mengulurkan keranjangnya pada, Zi.
"Terima kasih, Kakak Naya." Sahutnya, yang kini mengambil keranjang satunya lagi dari tangan,Lis. "Jangan ngebut,Nona Zi. Jalanan berdebu karena sudah seminggu lebih tidak ada hujan yang turun." Ucap Lis, mundur beberapa langkah ke belakang. "Baik, kakak Lis, terima kasih nasihatmu." Mereka melihat kepergian Zi di depan rumah sampai Zi benar-benar menghilang dari pandangan mereka.
•••
Zi, menarik tali kekang kuda dan menghentikannya setelah sampai di depan rumah dengan bangunan sederhana,itu adalah kedai kecil-kecilan,dan karena pembelinya yang cukup ramai, nyonya pemilik rumah itu sering memesan kue buatan Kansa untuk di jual belikannya di kedainya.
"Semuanya Lima Tael, Nyonya." Ucap Zi setelah kue itu berpindah tangan ke Nyonya pemilik kedai. "Tunggu sebentar ya,nak. Saya ambilkan uangnya dulu." Berlalu dari hadapan Zi dan masuk ke dalam kedai.
Suasana masih damai dan asri, jalanan yang masih dari tanah itu sedikit berdebu,tapi tidak terbang-terbangan karena selalu di siram oleh pemilik kedai. Pepohonan rimbun juga di tanam beberapa titik, sehingga panas terik matahari tidak langsung menembus pada rumah-rumah dan juga jalanan.
Zi, yang masih berdiri sambil kepalanya celingukan melihat ke sekeliling,di kejutkan oleh kehadiran pemilik kedai. "Ini,nak uangnya. Katakan pada Nyonya besar, terima kasih kuenya untuk hari ini, semoga selalu laris manis,dan saya bisa kembali untuk memesannya." Seru pemilik kedai dengan tersenyum senang, wajahnya yang gembul terlihat masih cantik, tubuhnya sedikit besar, namun juga tinggi. "Baik, Nyonya. Nanti Zi sampaikan kepada,Ibu. Kalau begitu, Zi pamit undur diri." Zi, membungkuk sebagai tanda hormat dan sopan santun. Setelah diangguki oleh pemilik kedai, Zi, segera melangkah ringan dan hampiri kudanya yang di ikat pada salah satu pohon.
Setelah Zi pergi, pemilik kedai langsung mengambil alih dua keranjang kue,ia,akan menyusunnya pada rak dan etalase kedai yang tertutup,agar para lalat-lalat yang suka jelalatan tidak datang dan menempel di kuenya. Kue buatan Kansa yang harum dan manis, menjadi ciri khas tersendiri. Tidak heran jika dalam hitungan jam kue-kue itu sudah habis terjual.
"Hai..Zi."
"Hai..Luc."
"Apa yang kamu lakukan disini,Zi?" Lucio mendekatkan kudanya dengan kuda Zi dan tersenyum ramah.
"Mengantarkan Kue pesanan pelanggan, Ibuku. Kamu,apa yang kamu lakukan disini,Luc?" Zi,membalas senyuman manis Lucio yang tidak kunjung luntur dari bibir merahnya.
Lucio tertawa pendek. "Seperti biasa, Zi,selain berkeliling di pinggiran kota dekat rumahmu,aku suka berkeliling menghabiskan waktu siang menjelang sore tiba di desa ini,selain jalannya yang sejuk matahari juga tidak langsung menusuk kulit." Ujar Lucio menjelaskan. "Aku pikir ini tempat yang bagus untuk di kitari setiap hari." Ulas Zi, yang kini mereka berkuda melewati jalanan penuh pepohonan rimbun,'pohon beringin,' yang di tanam di dua sisi jalan,kanan dan kiri.
"Kamu tidak pulang dulu, Zi? Apa Paman tidak akan mencarimu? Ngomong-ngomong soal Paman. Paman Alger kemana? Biasanya Dia akan selalu bersama denganmu jika keluar dari rumah." Lucio bertanya seraya menepikan kuda karena ada orang lain yang juga melewati jalanan tersebut dengan kereta kuda. Zi,juga menepikan kudanya di depan,Lucio. Setelah kereta kuda berlalu Lucio kembali mensejajarkan kudanya dengan kuda Zi.
"Ayahku,lagi kurang enak badan, Dia, bilang lagi pusing tujuh keliling, jadi apa-apa hari ini aku sendirian." Kekeh Zi, mereka melewati banyak rumah penduduk desa. Lucio, tertawa mendengar jawaban Zi, tanpa menambah kecepatan laju kuda yang berjalan santai.
"Miky kemana? Kenapa tidak ikut untuk berkeliling denganmu,Luc?" Zi, menoleh sebentar pada Luc, kemudian kembali fokus pada jalan.
"Miky,ke luar kota. Ada acara pacuan kuda di sana." Jawabnya,"lalu.. kenapa kamu tidak ikut, bukankah itu hal yang selalu di nantikan?" Heran Zi dengan dahi yang berlipat. Lagi-lagi mereka berdua harus menepikan kuda masing-masing, karena ada kereta kuda yang mau lewat.
"Miky bilang hanya untuk anak-anak saja,dan Miky di minta sebagai salah satunya pembimbing acara tersebut. Aku rasa mereka sedang mencari anak-anak yang berbakat." Imbuh Lucio, yang telah kembali mensejajarkan kudanya dengan kuda Zi.
"Hem. Kalau di pinggiran kota di adakan juga pasti akan sangat seru. Aku ingin melihat acara seperti itu,tapi Ibu tidak akan membolehkan jika perginya tanpa adanya Ayah." Zi membuang napas panjang. Jantungnya berdebar kencang karena kuda yang berjalan turun naik.
"Jika ada, nanti biar aku yang bilang kepada Bibi Kansa. Aku pastikan untuk menjaga putrinya dengan baik." Zi, tertawa pelan mendengar jawaban dari Lucio. "Kamu bisa saja,tapi Ibuku bukan seseorang yang pemurah hati." Seru Zi ketika mengingat betapa sulitnya mencari cara agar mendapatkan kepercayaan dari Ibunya.
Mereka tidak lagi mengobrol, menambah laju kudanya masing-masing dan fokus pada jalanan di depannya. Mereka terlihat sangat cantik dan tampan,pedang yang tergantung di pinggang, dan panah yang tergantung di punggung, persis seperti Kesatria yang tengah berkeliling untuk memantau suasana desa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!