Seluruh penghuni kini tengah berkumpul di ruang tamu, terkecuali Reihan yang membawa barang cukup banyak. Sehingga proses membersihkan menjadi lebih lambat dari pada yang lain.
"Tadi, waktu beres -beres. Gue telepon orang yang punya asrama, nanyain besok kita sekolahnya gimana. Terus katanya kita harus jalan, jaraknya juga ga terlalu jauh." jelas Marvel di tengah keheningan.
"Jalan? Yah, cape dong?" balas Aji. Marvel mengangguk singkat.
"Mau gimana lagi? Masih mending cuma waktu sekolah kita jalan. Di bawah gue liat ada minimarket, jadinya gampang kalau kita mau masak," ungkap Hanif.
"Ini Reihan kemana? Dia bawa semua barang dirumahnya apa gimana? Perasaan lama banget beresinnya. Tadi bilang mau masak bareng." gerutu Nando yang kesal karena Reihan tak kunjung keluar dari kamarnya.
"Sabar, emang tadi barangnya dia paling banyak. Kopernya tiga." sontak semuanya tertawa mendengar ucapan Noah. Memang dari semuanya, hanya Reihan yang membawa koper paling banyak.
"Disini yang bisa masak siapa aja selain Reihan sama Cakra, Kalo gue jelas nggak bisa, masak telur aja gosong."
"Bang Marv? Lo serius? Masak telur segampang itu nggak bisa? Gue bisa masak sih tapi ya kalau rasa tergantung menurut kalian gimana. Gue sih ngerasa masakan gue selalu enak." puji Nando kepada dirinya sendiri.
"Pede buset, gue bisa masak. Ga semua masakan bisa tapi, ya beberapa." cibir Hanif.
****
Di sisi Reihan, pria itu kini masih sibuk menata pakaian yang ia bawa ke lemari. Ia menolehkan pandangannya saat Cakra, memasuki kamar dan duduk di ranjangnya sendiri.
"Loh Cak? Udah pada masuk? Di luar masih ramai itu gue denger." tanya Reihan heran, yang ditanya justru menatap ke arahnya. Ia nampak kebingungan.
"Rei, percaya apa enggak tapi gue liat diri gue sendiri lagi ngumpul sama yang lain di ruang tamu." Reihan mengernyit.
"Ngaco! Halu lo. Dari mana sih lo emangnya?"
"Gue dari kamar mandi yang di samping kamar bang Hanif sama bang Nando. Waktu mau masuk kesini justru ngeliat diri gue sendiri lagi nimbrung sama yang lain, gue beneran bang! Ga halusinasi!" tegas Cakra.
Reihan menggaruk rambutnya yang tidak gatal, bingung harus menanggapi bagaimana kepada teman sekamarnya ini.
"Yaudah, gini aja. Kita keluar bareng, oke? Gue mau liat di ruang tamu." ajak Reihan.
"Takut." lirih Cakra.
Reihan menghela napas. "Yaudah, lo di belakang gue, ya" Cakra mengangguk.
Saat membuka pintu, Reihan mematung melihat Cakra yang ada disana. Bahkan tersenyum melihatnya saat ia baru saja keluar dari kamar. Tatapannya tajam mengarah pada Cakra yang tengah duduk bersama teman - temannya.
"Rei? Ngapain berdiri disana?" tanya Cakra yang tengah duduk di samping Hanif.
Reihan menghampiri mereka. "Lo, siapa?" tanyanya. semuanya mengerutkan kening, ada apa dengan teman mereka yang satu ini?
"Maksud lo apa? Ini Cakra." tanya Noah bingung. Kini justru Reihan yang nampak mengerutkan keningnya.
"Gausah bohong! Lo setan yang nyamar jadi Cakra kan? Ini anaknya di belakang gu-" Reihan melotot saat mendapati tak ada seorang pun di belakangnya. Ia mengerutkan keningnya.
"Apaan anjir? Gue beneran ngeliat ada Cakra di belakang, bahkan tadi dia ngadu kalo liat dirinya sendiri di ruang tamu. Kok sekarang jadi dia yang ga ada? Ini gimana sih? Yang asli tuh Cakra yang mana?" batin Reihan kebingungan.
"Nah kan bingung, lo lihat apa bang? Dari tadi si Cakra ya di sini. Nggak ada pergi kemana - mana." tanya Aji yang ikut kebingungan saat melihat Reihan.
"Gini, tadi waktu beres beres Cakra masuk ke kamar. Bilang kalo dia habis dari toilet, terus pas masuk ke kamar dia bilang kalo ngelihat dirinya sendiri lagi nimbrung sama kalian. Awalnya gue ga percaya, tapi dia ceritanya serius banget. Bener - bener kata Cakra, tapi ini? Anaknya malah di sini bukan di belakang gue." jelas Reihan.
"Mana ada gue bilang gitu ke lo bang? Dari tadi gue disini bareng yang lain, lo halu ya."
"Rei, dari tadi Cakra di sini. Lo kayanya lagi cape, jadinya ngelantur. Istirahat bentar di sini baru lanjut beresin barang lo. Oke?" Pria itu mengangguk lalu duduk di samping Aji.
"Bang, gue mau bilang yang ngalamin hal itu bukan cuma Reihan. Gue juga. Ta-"
"Yang tadi? Na, kan gue udah bilang lo halusinasi." potong Hanif.
"Nif, kalo gue halusinasi masa Reihan juga ngalamin hal aneh? Ini bukan halusinasi! Gue yakin ada yang ga bener sama asrama ini. lo nggak ngerti, soalnya ga ngalamin!" seru Nando.
"Na, kalau emang ada yang salah sama asrama ini, pastinya yang ngalamin keanehan bukan cuma lo sama Reihan doang. Harusnya yang lain juga!"
"Hei! Udah jangan berantem, oke? Lo ngalamin apa emang, Na?" tanya Marvel berusaha menghindari pertengkaran antara Nando dan Hanif.
"Waktu mandi, gue ngerasa ada orang yang ngomong 'pembunuh' gue nggak tahu siapa. Tapi habis itu gue ngerasa ada yang megang pundak gue dan gue yakin kalau itu bukan halusinasi gue! Karena emang semuanya kerasa nyata!" jelas Nando.
"Gini, kita emang nggak tahu kebenarannya karena kita nggak ngalamin. Tapi kita juga nggak bisa bilang mereka bohong, Nif. Mereka yang ngalamin dan pasti mereka tahu jelas kronologi nya gimana. Tapi kita juga nggak bisa percaya gitu aja karena bener kata Hanif, bisa aja ini halusinasi." ujar Marvel.
"Intinya, nggak ada yang salah disini. Untuk omongan Hanif ada benarnya, kalau emang asrama ini nggak bener harusnya kita juga dapet gangguan. Tapi gue nggak mau bilang kalau Reihan sama Nando halusinasi, karena mereka yang ngalamin." lanjutnya.
"Kalian satu kamar, jangan sampe ribut karena hal sepele. Kalian bakal jadi teman sekamar nggak dalam satu sampai dua hari. Tapi ada yang tinggal disini sampai satu tahun lebih, jadi tolong jaga pertemanan. Ya?" tambah Marvel, keduanya mengangguk.
"Yaudah mending sekarang kita masuk kamar nggak sih bang? Biarin istirahat dulu, nanti waktu jam makan malam aja baru ngumpul lagi." usul Noah. Mendengar itu Marvel mengangguk lalu mengajak para anggotanya untuk memasuki kamar masing - masing.
****
Di kamar Hanif dan Nando keduanya masih sama - sama diam. Tak ada niat sama sekali untuk saling berbicara, keduanya masih meninggikan ego.
Hanif yang merasa dirinya perlu meminta maaf pun menghampiri Nando yang masih asik bermain ponselnya diatas ranjang. "Sorry, gue nyadar gue salah."
Nando mengalihkan pandangannya dari ponsel yang ia genggam. "Gue juga minta maaf udah marah bahkan sampe teriak ke lo tadi. Tapi beneran, Nif. Gue ga bohong, gue ngalamin itu semua."
"Yaudah, untuk kali ini gue percaya. Tapi kalau sampe gue nggak ngalamin apapun selama disini berarti kita anggap kalau lo, cuma halusinasi. Deal?" Hanif menjulurkan tangannya.
"Deal!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments