NovelToon NovelToon

Ace Disciple

Chapter 1

“Mulai sekarang jangan mencari ku lagi, bilang sama anak itu, jangan sembarangan menyapaku di muka umum,” teriak seorang pria sambil menujuk seorang anak kecil berusia sekitar 5 tahun.

“Ke..kenapa ? wajar saja kan dia menyapa papanya, memang kenapa,” teriak sang wanita sambil memeluk sang anak.

“Diam, jangan banyak tanya, rasakan ini,” teriak sang pria bertambah geram.

Tangannya yang menggenggam ikat pinggang terangkat ke atas dan dia mulai menyabetkan kepala ikat pinggang yang terbuat dari besi itu ke punggung sang wanita, tiba tiba tubuh sang anak bergerak dan langsung melepaskan pelukan sang wanita, dia melompat berdiri di depan sang pria dan “craaaas,” anak itu terkena sabetan ikat pinggang tepat di wajahnya, namun walau meringis kesakitan, dia menatap pria di depannya,

“Jangan pukul mama,” teriaknya.

“Evan,” teriak sang wanita yang berbalik dan kembali memeluk Evan yang masih merentangkan tangannya dengan air mata bercucuran dan darah yang keluar dari luka panjang di keningnya. Sang pria semakin naik pitam, dia mengambil gelas besar di meja dan langsung menghantamkannya ke kepala Evan sampai Evan tersungkur jatuh, sebelum pingsan, Evan sempat mendengar teriakan mamanya dan suara mamanya yang memukul pria di depannya entah menggunakan apa sampai terdengar dengan jelas suara nya.

******

“Huaaaah,”

Evan yang kini berusia 15 tahun terbangun kaget dan langsung duduk di ranjang kamar nya. Nafasnya memburu dan seluruh tubuhnya di banjiri keringat dingin, wajahnya nampak pucat, mulut nya menganga dan matanya membulat, dia memegang separuh wajahnya, jarinya menyentuh bekas luka horisontal yang memanjang dari kiri sampai kanan di kening nya.

“Mimpi itu lagi,” ujarnya dalam hati.

Kenangan masa kecilnya mulai mengisi benaknya, dua tahun setelah kejadian itu, sang ibu di temukan gantung diri di ruang tengah ketika Evan pulang sekolah. Sejak itu, Evan tinggal dan di besarkan oleh nenek nya. Namun ketika dia baru masuk ke sma, sang nenek meninggal karena sakit dan tidak memiliki biaya untuk berobat.

Sesaat sebelum meninggal, sang nenek masih sempat memberikan sebuah buku kepada Evan yang sudah di wariskan di keluarganya sejak turun temurun.

Kehilangan nenek nya benar benar membuat Evan terpuruk di dalam kesedihan, sekarang dia sendirian di dunia ini tanpa ada saudara satu orang pun. Kembali ke masa kini,

“Sudah tiga bulan sejak nenek meninggal, gue masih bermimpi yang sama (mendadak menjadi geram) semua gara gara orang itu, lo masih hidup kan sekarang ? tunggu gue, gue pasti akan mencari lo dan menghancurkan lo,” ujar Evan dalam hati karena geram.

Evan menoleh, dia membuka laci meja belajar yang berada tepat di sebelah ranjangnya, dia mengambil sebuah buku kuno yang nampak indah.

Sampul buku itu terbuat dari kulit berwarna coklat sehingga nampak seperti sebuah kitab, dia membuka halaman pertama dan membaca judul yang tertera di tengah halaman.

“The book of mentors,”

Tapi ketika membuka halaman berikutnya, ternyata halaman itu kosong dan nampak seperti buku tulis yang bergaris garis. Dengan tersenyum, dia membuka satu persatu lembaran nya sampai ke belakang dan membaca tulisan yang tertulis di bagian dalam sampul belakangnya menggunakan tulisan tangan. Isi tulisan itu adalah,

“Sekarang giliran mu, berbahagialah,”

Evan menutup bukunya dan kemudian memeluk buku itu, bagi dirinya buku itu lebih berharga dari apapun di dunia karena di berikan oleh neneknya sesaat sebelum meninggal, walau isi buku itu kosong seperti buku tulis biasa, dia terus membuka nya setiap dia bangun tidur di pagi hari sebelum berangkat ke sekolah setelah nenek nya meninggal 3 bulan lalu.

“Ok ayo berangkat ke sekolah,” gumam Evan dalam hati.

Dia berdiri dan berjalan ke depan lemari untuk mengambil handuk yang tergantung di daun pintunya, dia melihat dirinya sendiri di cermin, tubuhnya nampak sangat kurus walau tinggi, rambutnya terlihat lucu seperti di potong menggunakan mangkuk dengan poni yang panjang untuk menutupi bekas luka di keningnya, wajahnya tirus dan terlihat sangat tidak segar dan dia memakai kacamata yang tebal.

Walau begitu, dia tetap tersenyum dan menarik handuknya kemudian keluar kamar untuk ke kamar mandi. Rumah yang di tinggali Evan dan warisan nenek nya adalah rumah sederhana berukuran 60 meter dan hanya memiliki satu lantai, berlokasi di dalam gang sempit dekat sekolah nya. Ada dua kamar kecil di dalam rumah yang menembus satu sama lain dan sebuah kamar mandi.

Selesai mandi, dia kembali ke kamarnya dan mengenakan seragam sma nya, lalu dia berjalan kembali keluar kamar menuju ke pintu keluar, sebelum keluar dia menoleh melihat rumahnya,

“Aku pergi ya nek,” ujarnya.

Walau tidak ada yang menyahut, bagi Evan salam itu penting karena dia masih bisa merasakan kehadiran nenek nya yang biasa duduk di ruang tengah pagi pagi sambil menonton televisi dan menyeruput teh nya.

"Klek,” setelah membuka pintu, ada bayangan yang menutupi Evan, dia menengadah melihat seorang siswa senior yang bertubuh besar, berseragam urakan, berambut cepak dan memakai kalung rantai, tersenyum sinis melihat dirinya.

“Sini lo,”

Siswa itu menarik Evan keluar dan menyeretnya tanpa menutup pintu rumahnya, dia membawa Evan ke lapangan di depan gang nya yang biasa di gunakan untuk parkir mobil bagi pemilik rumah di dalam gang.

“Buk,” langsung saja siswa itu memukul perut Evan di tengah lapangan, “ohok,” Evan memuntahkan air yang baru saja di minumnya di rumah sambil memegang perutnya yang sakit.

“Blugh,” Evan jatuh berlutut di tanah, siswa itu tidak diam saja, dia menarik kerah Evan sekali lagi dan membuatnya berdiri, “buaak,” tinju besarnya kembali mendarat kencang di perut Evan, “ohoook,” sekali lagi Evan muntah dan berlutut.

“Ke..kenapa ?” tanya Evan terbata sambil menahan sakit.

“Lo tanya kenapa ? gue udah bilang ama lo, jangan pernah ngomong ama Bella kan, tapi gue liat lo pulang bareng dia kemarin,” jawab sang siswa.

“I..itu karena dia mau pinjem buku gue....makanya dia kerumah gue.....so..sori Sur,” ujar Evan terbata.

“Hah sori ? udah telat kalo mau bilang sori, semalem Bella putusin gue, sini lo,” teriak senior bernama Surya.

Tangannya kembali menarik kerah Evan dan “buaaaak,” ketiga kalinya tinju Surya mendarat di titik yang sama di perut Evan, kali ini Evan benar benar tersungkur dan perutnya terasa sangat sakit sampai dia meringkuk di tanah, “buaak,” kali ini kaki Surya yang menendang perut Evan yang masih di tutupi kedua tangannya.

“Dasar cupu, modal codet doang di jidat, mampus aja lo, cuh,”

Surya membuang saliva nya tepat di wajah Evan dan berbalik kemudian dengan santai nya dia pergi, tatapan Evan yang sudah tidak fokus dan berbayang, melihat Surya yang pergi begitu saja tanpa menoleh sama sekali, walau geram, Evan sama sekali tidak berdaya karena faktor perbedaan tubuh nya yang sangat signifikan dengan tubuh Surya yang besar dan padat.

Evan memejamkan matanya, dia menyadari kalau dirinya selalu di kucilkan di sekolah dan di anggap culun, dia juga menyadari kalau dia tidak punya teman satu pun di sekolah, kalau pun ada yang menegur dirinya, hanya seorang siswi bar bar bernama Bella yang mantan pacarnya menghajarnya barusan.

Setiap pagi, dia berusaha menyemangati dirinya sendiri dengan mengatakan tidak apa apa di dalam hatinya agar dia tetap tegar dan semangat pergi ke sekolah, tapi kali ini berbeda, dia benar benar meradang dan sudah muak, di tambah dia mengalami mimpi buruk semalam tentang masa lalu nya yang kelam, dia bertekad ingin mengubah segalanya,

“Emang salah gue apa sih, si Bella bar bar itu cuman minjem buku gue, trus buku gue di robek lagi, catatan nya di bawa dia pulang, sekarang tiba tiba si Surya menghajar gue karena dia putus ama Bella gara gara gue, yang bener aja, Bella ama gue itu bumi dan langit, beda kasta, kenapa gue jadi sasaran pelampiasan nya, gue ga mau begini terus, gue bener bener ga mau,” ujar Evan geram di dalam hatinya.

Dengan susah payah dan menahan sakit di perutnya, Evan berdiri, dia menoleh melihat seragam nya,

“Kayaknya hari ini gue ga masuk, males, seragam juga udah kotor,” ujar Evan dalam hati ketika melihat seragam satu satunya kotor penuh tanah.

Evan mulai melangkah, bukan keluar gang melainkan masuk kembali ke dalam gang. “Klap,” dia masuk ke rumah dan menutup pintunya, “sreek,” Evan langsung merosot duduk bersandar ke pintu. Dia menoleh ke arah sofa yang biasa di pakai nenek nya untuk duduk,

“Maaf ya nek, aku bolos, aku udah ga kuat nek, maaf banget ya nek, cucu yang nenek banggakan ternyata cupu haha...hik,” ujarnya lirih sambil meneteskan air mata.

[Kamu mau berubah ?]

“Huh,” tiba tiba terdengar suara pria yang tegas di kepalanya, Evan berdiri dan memeriksa sekeliling.

[Aku tanya, apa kamu mau berubah ?]

Tanya suara itu sekali lagi di kepalanya, Evan membersihkan air matanya menggunakan lengannya, dia mulai merasa takut,

“Si..siapa ?” tanya nya.

[Aku di kamar mu.]

Dengan langkah perlahan dan hati hati, Evan berjalan menuju ke kamarnya, “kreek,” dia membuka kamar dan melihat laci meja nya terbuka. Cahaya keluar dari dalam laci, Evan yang penasaran mendekat dan menjulurkan kepalanya ke atas laci. Matanya membulat karena melihat buku yang dia peluk setiap hari, mengeluarkan cahaya terang.

Chapter 2

“Blugh,” karena kaget Evan jatuh terduduk, “sreet,” dia langsung bergerak mundur sambil duduk, “jedug,” punggungnya merapat ke pintu namun matanya tidak lepas melihat cahaya yang keluar dari dalam laci.

“A..apa itu ?” tanya nya.

[Kamu kan setiap pagi memeluk kitab para guru itu, kenapa sekarang kamu kaget ?]

“Ki..kitab para guru ?” tanya Evan.

“Blak,” buku yang biasa di peluknya melayang keluar dari laci mejanya dan tetap bercahaya terang, wajah Evan semakin ketakutan, seluruh tubuhnya menjadi lemas dan kepalanya terasa menjadi sangat besar. Buku itu melayang mendekati dirinya, ketika sampai di depan wajahnya, buku itu terbuka dan lembarannya membalik sendiri, ketika sampai di tengah posisi buku itu berubah.

Dua lembaran kosong menghadap ke wajahnya dan “siiing,” buku itu melesat ke dalam wajahnya kemudian menghilang. “Bruk,” Evan pingsan dan terjatuh ke samping ketika buku itu masuk ke dalam wajahnya,

*******

“Huh,”

Evan terbangun di sebuah ruang putih bergaris garis seperti buku tulis, dia menoleh memeriksa sekeliling, ternyata ruang putih itu tidak ada ujungnya dan nampak sangat luas seperti seluruh dunia berubah menjadi putih bergaris seperti buku tulis.

“I..ini dimana ?” tanyanya.

“Kamu sekarang di dalam buku, tenang saja, buku ini sudah menjadi bagian tubuh mu,”

Evan langsung berbalik, dia melihat seorang pemuda bertubuh sangat kekar, berambut panjang, bermata tajam yang menatap ke arah dirinya dan tersenyum tipis. Pemuda itu mengenakan pakaian bela diri lengan buntung hingga lengannya yang penuh otot terlihat jelas. Evan mundur selangkah dan “blugh,” dia terduduk di lantai. Sang pemuda berjalan mendekatinya dan menjulurkan tangannya.

“Si..siapa ?” tanya Evan ketakutan.

“Namaku Zhao Li Tian, aku adalah mentor untuk bela diri dan kekuatan di dalam buku ini, mentor pertama mu,” jawab Li Tian.

“Me..mentor ?” tanya Evan.

“Kamu ingin kuat kan, keinginan mu menggerakkan para mentor di buku ini, ada 7 mentor dari dunia lain yang akan melatih mu dari berbagai bidang dan aku yang pertama,” ujar Li Tian.

Li Tian menarik tangannya, “ctak,” dia menjentikkan jarinya, “bwuuung,” sebuah halaman buku hologram yang bertuliskan profil terbuka di hadapan Evan. Dia langsung membaca tulisan di dalam lembaran buku hologram itu.

******************************************************************

Disciple :

Name                    : Evan Mahendra.

Age                       : 15.

Gender                 : Male.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Mentor list :

1.       Zhao Li Tian, origin : Shenwu, course : inner strength and martial arts.

2.       ???

3.       ???

4.       ???

5.       ???

6.       ???

7.       ???

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Skill book   :

1.       None.

******************************************************************

“Huh...ini apa ?” tanya Evan.

“Ini profil mu, tanda nya, buku ini sudah masuk ke dalam tubuh mu dan menjadi milik mu seutuhnya, para mentor di sini termasuk aku akan membantu mu dalam menempuh kehidupan mu,” jawab Li Tian.

“Membantu ku ?” tanya Evan.

Li Tian jongkok di depan Evan yang masih terduduk, dia menatap mata Evan sambil tersenyum, tangannya naik memegang pundak Evan.

“Aku disini adalah mentor mu, aku akan mengajari ilmu ku kepada mu namun aku tidak memberi mu kemudahan, kamu ingin mengubah segalanya kan ? kamu ingin punya kekuatan, untuk membalas orang orang yang menindas mu, termasuk ayah mu yang menorehkan luka di kening mu, benar ?” tanya Li Tian.

Evan tidak menjawab, namun dia mengangguk dan menatap Li Tian di depannya, kedua alisnya menyatu di tengah dan membuat Li Tian tersenyum semakin lebar,

“Bagus, mari kita mulai,” ujar Li Tian.

“Um...tapi aku tidak tahu siapa kakak,” ujar Evan.

“Ah benar juga, baiklah, aku perlihatkan kehidupan ku ketika aku masih di dunia ku, dunia bernama Shenwu,”

“Ctak,” Li Tian kembali menjentikkan jarinya, “sreek,” halaman buku hologram terbuka dan menampilkan tayangan seperti layar di tengah dua halaman yang kosong bersebelahan.

******

[Story of Li Tian.]

“Wuk....wuk...ctas,” seorang pemuda berlatih jurus jurusnya di depan sebuah air terjun yang berada di atas pegunungan tertinggi di dunia. Walau seluruh gunung tersebut di selimuti es dan salju, namun di sekitarnya terasa hangat dan tidak membeku, semua di akibatkan oleh qi yang di lepaskan sang pemuda.

“Wuk,” sang pemuda menendang lurus ke atas dan keluar percikan api dari ujung telapaknya, kemudian dia berbalik dan memukulkan tapaknya lurus ke depan sampai menimbulkan pecahan es di depan telapaknya. Sang pemuda meneruskan langkahnya dan menhentakkan kecang dengan kakinya, tubuhnya maju miring menghantamkan dua cakar ke depan bersamaan sampai menimbulkan angin yang menggulung seperti tornado.

Setelah itu dia menarik lagi cakarnya dan berbalik kemudian menghantamkan tinjunya ke depan sampai mengeluarkan gelombang akar di tanah. “Haaaaah,” sang pemuda melepaskan nafasnya dan berdiri tegak sambil menarik kedua tinjunya ke pinggang. Tubuhnya yang sebelumnya kekar, semakin terlihat kekar, dia memejamkan matanya merasakan aliran qi yang terkumpul di dalam perut kecilnya. “Swoosh,” tiba tiba dia melompat dan mendarat dengan duduk bersila, kedua telapaknya terbuka di atas kedua kakinya. Dia mengatur nafasnya untuk mengendalikan qi di dalam tubuhnya.

“Groaaaar,” empat bayangan bercahaya berbentuk azure dragon, vermilion bird, black tortoise dan great white tiger keluar dari dalam tubuhnya saling berbenturan. Angin kencang mulai berputar di sekitarnya dan bergulung mengangkat daun daun kering yang semula tertutup salju, melayang terbang berputar di sekitarnya.

Tak lama kemudian, semua bayangan itu kembali masuk ke dalam tubuhnya, “haaaaah,” sang pemuda menghembuskan nafasnya, mendadak pusaran angin di sekelilingnya berhenti dan “krosak,” seluruh daun kering langsung jatuh ke tanah di sekitarnya, sang pemuda membuka matanya,

“Sudah selesai, akhirnya qi ku sudah sampai di tingkat delapan, dua tingkat lagi aku bisa mencapai tingkat dewa,” ujarnya dalam hati sambil melihat telapaknya.

“Li Tian,”

Sang pemuda menoleh karena mendengar namanya di panggil, dia berdiri dan berbalik, dia melihat seorang gadis cantik yang sedang berlari ke arahnya. Li Tian langsung tersenyum melihat gadis itu,

“Kamu kesini Qing Yun ?” tanya Li Tian.

“Huf...huf...jauh ya...iya, aku datang Li Tian,” ujar Qing Yun.

Li Tian melihat Qing Yun yang terengah engah di depannya, Qing Yun adalah seorang pendekar pedang dari klan Qing yang menguasai jurus pedang penakluk naga. Dia adalah pewaris dan murid dari klan nya sendiri, dia juga merupakan teman masa kecil Li Tian sejak mereka berdua baru lahir dan mereka di besarkan bersama.

Ketika Li Tian lahir, klan Qing menampung Li Tian yang sebatang kara karena keluarganya di bantai oleh sekte gelap yang berniat menghabisi seluruh klan Li yang menguasai jurus empat bentuk karena merupakan ancaman bagi mereka. Setelah Li Tian berusia lima tahun, ayah Qing Yun yang bernama Qing Shaoran yang menjadi saudara angkat ayah Li Tian, memberikan empat kitab peninggalkan keluarga saudara angkatnya kepada Li Tian.

Tentu saja Li Tian memilih mempelajari empat kitab peninggalan keluarganya yaitu kitab jurus empat bentuk, kitab kitab itu adalah kitab jurus tapak es utara, kitab tinju bumi timur, kitab tendangan api selatan dan kitab cakar harimau barat. Li Tian terus berkultivasi di bimbing oleh ayah Qing Yun dan seorang pertapa bernama Wang Hui yang juga sebagai ahli obat. Untuk membantu kultivasi qi Li Tian, Wang Hui kadang memberi pil obat yang berguna jika Li Tian terluka akibat qi nya sendiri dan memperbaiki aliran qi nya.

Di usianya yang ke 18, Li Tian sudah menguasai ke empat kitab itu dan tingkat kultivasi qi nya sudah sampai ke tingkat delapan yang dimana empat bentuk binatang mistis penjaga empat arah bermanisfestasi nyata di dalam dirinya dan bisa di lihat dengan mata telanjang. Li Tian membasuh tubuhnya yang berkeringat deras menggunakan handuk dan duduk bersila, Qing Yun duduk di sebelah Li Tian dan memberikan sebuah botol minum labu berisi air untuk Li Tian.

“Terima kasih Qing Yun,” ujar Li Tian sambil mengambil botolnya.

“Sama sama, lagian panggil aku A Yun, jangan Qing Yun, ga usah resmi resmi sama aku,” ujar Qing Yun cemberut.

“Haha maaf A Yun,” balas Li Tian.

“Huh dasar, habis ini turun ya, kamu di cari papa,” ujar Qing Yun.

“Iya, aku mengerti, kira kira master mau apa ya ?” tanya Li Tian.

“Entahlah, aku tidak mau bertanya,” jawab Qing Yun.

“Baiklah, ayo turun A Yun,” ujar Li Tian berdiri dan menjulurkan tangannya kepada Qing Yun.

Qing Yun tersenyum dan menyambut tangan Li Tian, tiba tiba Li Tian dengan cepat menarik kaki Qing Yun dan menggendongnya seperti seorang putri, belum sempat Qing Yun protes dan lepas dari kagetnya, Li Tian sudah melompat tinggi ke atas dahan pohon dan langsung melesat melompati pohon demi pohon menuruni gunung.

“Hahahaha,” Qing Yun mengangkat tangannya dan tertawa kencang, dia menoleh melihat Li Tian dengan wajah ceria, Li Tian tersenyum dan meneruskan melompat dengan kecepatan tinggi. Tiba tiba senyum mereka menghilang karena melihat asap di depan mereka, asap itu berasal dari perguruan mereka.

"Cepat kak." ujar Qin Yun.

"Ya, pegangan A Yun," balas Li Tian.

Namun ketika Li Tian mempercepat langkahnya, tiba tiba sebuah buku besar muncul menghadangnya di depan dalam keadaan terbuka. Li Tian dan Qing Yun terserap masuk ke dalam buku, kemudian buku itu menghilang begitu saja di udara. Setelah tiba di dalam ruang putih, sebuah buku hologram muncul di depan mereka dan memperlihatkan apa yang terjadi kalau mereka kembali ke perguruan.

 Jika keduanya kembali, keduanya akan mati dan semuanya akan lenyap dalam sejarah, sedangkan sekte jahat akan di musnahkan oleh perguruan lain dalam waktu dekat. Li Tian dan Qing Yun saling menoleh melihat satu sama lain, keduanya saling merangkul, air mata mereka bercucuran melihat perguruan mereka di hancurkan oleh sekte gelap, namun mereka menyadari kalau mereka kembali, walau mereka berhasil mengusir sekte gelap, mereka tidak akan bisa bersama lagi.

Chapter 3

Evan yang menonton tayangan di buku hologram, tertegun sampai tidak berkedip dan tidak bisa berkata apa apa. “Ctak,” Li Tian kembali menjentikkan jarinya dan buku hologram di depan wajah Evan menghilang. Evan menoleh melihat Li Tian yang masih jongkok di depannya,

“Ja..jadi kakak benar benar dari dunia lain dan hebat,” ujar Evan.

“Aku benar benar berasal dari dunia lain, mengenai hebat atau tidak nya, kamu saja yang menilai, apa kamu mau berlatih agar bisa seperti ku ?” tanya Li Tian.

Setelah menonton tayangan di buku barusan, tanpa ragu ragu, Evan mengangguk berkali kali sambil menatap Li Tian, tentu saja Li Tian langsung senang dan berdiri, kemudian dia menjulurkan tangannya kepada Evan sekali lagi. Evan menyambut tangan Li Tian dan berdiri,

“Kakak ini hantu atau bukan ?” tanya Evan.

“Aku ? aku sendiri tidak tahu, aku tinggal di buku ini bersama istri ku Qing Yun yang kamu lihat di tayangan tadi, jadi jangan tanya aku ini apa,” jawab Li Tian.

“Apa yang lain juga sama ?” tanya Evan.

“Mereka sama, tapi mereka berasal dari dunia yang berbeda dari dunia ku,” jawab Li Tian.

“Be..begitu,” ujar Evan.

“Baiklah, sekarang aku akan menawarkan empat kitab untuk kamu pelajari, pertama kitab tinju bumi timur, kedua kitab tendangan api selatan, ketiga kitab cakar harimau barat dan keempat kitab telapak es utara, pilih salah satu karena empat kitab, empat cara kultivasi, kamu sebaiknya fokus satu dulu,” balas Li Tian.

Evan tertegun, dia bingung apa yang harus dia pilih walau dia sudah melihat ke empatnya di tayangan barusan. Li Tian mengamati tubuh Evan yang ceking seperti tengkorak dan tinggi,

“Hmm ok, aku saja yang pilihkan, ini,”

Muncul sebuah gulungan berwarna merah di tangan Li Tian, dia membuka gulungannya dan memperlihatkan lembaran di dalam nya kepada Evan, ternyata gulungan itu adalah kitab tendangan api selatan yang mengedepankan jurus jurus kaki untuk menyerang dan bertahan. Li Tian duduk bersila di lantai dan Evan mengikuti nya, Li Tian meletakkan lembaran gulungan yang panjang di lantai kemudian meminta Evan menaruh tapaknya di atas lembaran nya.

“Begini ?” tanya Evan yang menaruh telapak tangannya di atas lembaran.

“Swoooosh,” lembaran beserta gulungannya masuk ke dalam tubuh Evan, tapi Evan heran karena dia tidak merasakan apa apa.

“Nah sekarang mari berlatih, caranya mudah, setiap hari kamu harus berjalan kaki kemana pun, jauh atau dekat kamu berjalan kaki, tanpa alas atau sepatu,” ujar Li Tian.

“Hah...tanpa sepatu ?” tanya Evan.

“Ya, tujuannya agar telapak kaki mu menyerap aliran qi bumi dan memanfaatkan nya untuk tubuh mu, alasannya karena kamu tidak memiliki aliran qi di dalam tubuh mu, itu wajar karena kamu hidup di dunia ini tidak pernah berlatih qi sama sekali, berbeda dengan ku yang sejak kecil latihan berkultivasi,” jawab Li Tian.

“Be..begitu ya,” balas Evan.

“Kedua, setiap jalan, langkah pertama mu harus lebar sampai maksimal dan setelah itu dua langkah normal, ulangi terus setiap berjalan,” balas Li Tian.

“Um...bisa beri contoh ?” tanya Evan.

Li Tian berdiri, dia melangkah sangat lebar kemudian berjalan biasa sebanyak dua kali dan kembali melangkah sangat lebar. Evan memperhatikan caranya, kemudian dia berdiri dan mencobanya,

“Ya benar begitu,” ujar Li Tian.

“Oh benar ya, terima kasih,” ujar Evan girang.

“Ketiga, aku ajari kamu bernafas dan  setiap kamu berjalan kaki, kamu harus bernafas seperti ini,”

Li Tian menarik nafasnya dan menahannya, kemudian bagian bawah perutnya mengembang dan terlihat ada yang bergerak ke ulu hati nya.

“Tahan nafas mu, alihkan ke perut kecil lalu ke ulu hati lalu kembali lagi ke perut kecil kemudian lepaskan,” ujar Li Tian mengajari Evan.

Evan mencobanya, awalnya dia kesulitan namun berkat di arahkan oleh Li Tian, akhirnya dia bisa melakukannya. Tapi ada sesuatu yang membuatnya penasaran,

“Kak, kenapa harus melangkah lebar waktu berjalan ?” tanya Evan.

“Agar suatu hari nanti kamu bisa seperti ini,”

Li Tian mengangkat kakinya lurus ke atas dan memegangnya, kemudian dia menekannya sampai ujung kakinya berada sedikit di belakang kepalanya. Mata Evan membulat karena melihat kaki Li Tian yang nampak lentur dan kuat,

“Wow....hebat,” ujar Evan kagum.

“Baiklah, sekarang kamu kembali ke dunia mu, kamu lakukan semua yang ku ajarkan setiap hari agar bisa menggunakan jurus di kitab itu, aku akan terus memandu mu selama sebulan, aku yakin hanya dalam waktu singkat kamu akan bisa menggunakan jurus pertama di kitab itu,” balas Li Tian.

“Baiklah kak, terima kasih,” ujar Evan.

“Ctak,” Li Tian menjentikkan jarinya dan “prak,” dunia seakan akan retak, “praaang,” dunia pecah berantakan, “waaaaaaa,” Evan jatuh ke dalam kegelapan dan panik,

“Jangan takut, lihat titik cahaya di bawah itu, fokus saja ke titik itu,” ujar Li Tian memberi petunjuk.

Evan yang tidak bisa bicara karena jatuh, berbalik dan melihat titik putih yang semakin lama semakin membesar di depannya. Matanya terus menatap titik itu sampai akhirnya dia melewati nya,

“Whoaaah,”

Evan terbangun dan duduk kembali bersender di pintu, dia menoleh memeriksa sekeliling, hatinya benar benar lega karena dia berada di kamarnya. Dengan perlahan dia berdiri, namun ketika dia hendak berjalan, “ngek,” kakinya tertahan dan tidak bisa bergerak.

“Loh...apa ini ?” tanya Evan sambil melihat kakinya yang tidak memakai apa apa.

[Li Tian : ah benar, aku memberi kaki mu beban, jadi sekarang kamu harus terbiasa menggunakan beban itu. Lama lama kamu akan merasakan beban itu tidak ada lagi di kaki mu.]

“Hah...lalu bagaimana kalau aku buru buru ke kamar mandi ?” tanya Evan.

[Li Tian : ya tahan, kalau tidak tahan apa boleh buat.]

“Aduh...ternyata berat ya,” ujar Evan dalam hati.

“Hgngh,” dengan sekuat tenaga, Evan mengangkat kakinya, pergelangan kakinya terasa seakan akan mau lepas, “blugh,” kakinya menapak jauh di depan.

“Huff...huff...baru selangkah udah kayak gini...ampun,” ujar Evan.

[Li Tian : kamu mau menjadi kuat kan, jangan mengeluh, tenang saja, latihan ku memang paling berat di banding mentor lain, tapi hasilnya kamu akan menjadi orang yang berbeda dari sekarang.]

“Ba..baiklah, aku akan berusaha,” ujar Evan dalam hati.

Dengan memperkuat tekadnya dan di bakar amarah ketika mengingat kejadian yang menimpa dirinya juga ibunya sewaktu dia berusia 5 tahun, di tambah kejadian yang dia alami di sekolah dan tadi pagi di depan gang rumahnya, Evan melangkah selangkah demi selangkah walau hanya berputar putar di dalam kamar. Keringatnya mengucur deras sampai membasahi lantai namun dia tetap berjalan. Tiba tiba,

“Tok,”

“Tok,”

Tedengar suara ketukan di pintu rumah nya, Evan yang sedang ngos ngosan membuka pintu kamarnya, dia berjuang berjalan ke arah pintu rumahnya dengan susah payah dan penuh perjuangan. “Klek,” dia membuka pintunya dengan nafas terengah engah, namun mata nya membulat seketika karena yang berdiri di balik pintu adalah seorang gadis cantik, bertubuh jenjang dan seksi, mengenakan seragam asal asalan hingga terkesan urakan, sedang tertegun dengan mulut menganga melihat dirinya yang penuh dengan keringat.

“Kenapa lo ?” tanya sang gadis heran.

“Be..Bella ? lo kenapa kesini ? emang sekolah udah selesai ?” tanya Evan.

“Lo yang kemana, udah selesai dari tadi, lo kenapa ga masuk, cepetan cerita ?” tanya Bella sedikit memaksa.

Evan langsung menoleh ke arah jam dinding setelah mendengar pertanyaan Bella, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 15:00 atau jam 3 sore.

“Huh...berarti gue tidur seharian dong dari pagi, trus kok dia bisa tahu rumah gue sih, tau darimana,” ujar Evan di dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!