Alice terhenti mendadak, terhuyung sedikit. Kedua cup hot chocolate yang ia bawa terlepas dari tanganku, isinya tumpah berceceran di trotoar.
“Oh no, My hot chocolates!” seru Alice sambil menatap sedih minuman yang kini tersisa hanya bekas cairan cokelat di jalan.
“What are you done?!” suara tajam membuyarkan keterpakuannya.
Alice mendongak untuk melihat. Pria itu tinggi, tegap berdiri didepannya, mengenakan jas mahal yang terlihat rapi sempurna sebelum insiden ini. Jas pria itu ternoda cairan cokelat panas.
Kacamata hitam yang dikenakannya tak bisa menutupi sorot dingin matanya, garis rahang yang tegang menandakan amarah yang ia tahan.
“Maaf, aku... aku tidak sengaja!” kata Alice terbata-bata, masih bingung harus berkata apa.
“Tidak sengaja?” Pria itu mendengus, suaranya rendah tapi penuh amarah, sementara Alice mengangguk pelan.
“Kau tidak sadar dengan apa yang baru saja kau perbuat?” katanya dengan suara rendah dan penuh nada mengejek, “Atau kau terlalu sibuk meratapi minuman murahanmu?”
Ia menelan Salivanya, tertegun oleh kata-katanya yang tajam. Rasanya semua darah di tubuhnya mengalir ke wajah, memerah karena malu.
“Aku benar-benar minta maaf! Aku akan mengganti rugi, atau… atau aku akan membayar pakaianmu dengan uang, atau juga aku bisa membawamu ke asramaku untuk membersihkan ini!” katanya, panik.
Namun, bukannya tenang, pria itu justru mendengus kesal. Mendekat selangkah, membuatnya hampir mundur.
"Membersihkan, ke asramamu? Kau pikir aku punya waktu untuk itu? Apa uangmu bisa mengembalikan waktuku? Sudah cukup, aku tidak ingin membuang waktu lebih banyak lagi." Mengibaskan tangannya dengan kesal.
Alice terdiam di tempat. Air matanya mengalir perlahan, bukan hanya karena takut, tapi juga malu. Ini pertama kalinya ia dimarahi oleh orang dewasa di luar keluarga.
Melihat Alice yang mulai menangis karena takut, bukannya kasihan, Pria itu justru menatapnya dengan ekspresi campuran antara marah dan kesal.
“Lupakan saja! Ini alasan aku tidak suka berurusan dengan anak-anak."
Mendengar itu airmata Alice semakin mengalir, ia menggeleng kecil sambil menggenggam ujung jaketnya, "Aku benar-benar tidak sengaja, Tuan. Tolong maafkan aku..."
"Ck, mungkin jalanan ini bukan tempat yang cocok untuk anak kecil ceroboh sepertimu! Atau jangan pergi kemanapun kecuali bersama orang tuamu!" lalu berbalik dan pergi meninggalkannya.
Pria itu berjalan pergi, meninggalkan aroma parfum mewah yang samar tercium di udara. Sementara Alice hanya menunduk tanpa menjawab ataupun mengucapkan sepatah katapun lagi, masih dengan perasaan takut bercampur rasa bersalah.
Berdiri diam di tempat, meratapi minuman yang gagal dibawa untuk Cindy. Setelah mengumpulkan keberaniannya, Alice menyeka air matanya dan menyusul kakaknya yang pasti sudah lama menunggunya.
*
Beberapa menit kemudian, aku akhirnya sampai di tempat Cindy menunggu. Dia berdiri dan terlihat memegang dua minuman
"Cindy!" panggil Alice dengan suara lemah.
Cindy menoleh dan tersenyum lebar, “Alice, akhirnya kau datang! Cepat sini! Aku sampai beli hot chocolates dulu karena kau terlalu lama,” katanya sambil menyodorkan salah satunya.
Melihat senyuman Cindy, Alice sejenak melupakan ketakutan dan rasa malunya. Kehangatan yang selalu dipancarkan Cindy berhasil membuatnya merasa aman.
"Aku juga tadi beli, tapi..." Alice berhenti sejenak, memilih untuk tidak menceritakan kejadian barusan. "Minumanku tumpah," lanjutnya singkat.
"Ah, dasar kau ini ceroboh," Cindy menimpali sambil tertawa. Ia menyerahkan salah satu cup hot chocolate kepada Alice. "Untung aku beli lebih dulu."
Alice mengambilnya dan tersenyum kecil. Bersama Cindy, segala kesulitan yang tadi terasa berat kini menghilang seketika.
Setelah menikmati hot chocolate dan tertawa bersama, Alice dan Cindy mulai menjelajahi area sekitar London Eye. Mereka berhenti di setiap sudut yang menurut mereka menarik. Jembatan kecil dengan lampu hias, taman dengan bunga warna-warni, hingga latar sungai Thames yang memukau.
"Cindy, sini, sini! Tempat ini cantik banget, kita harus foto di sini!" Alice menarik tangan kakaknya dengan antusias, menunjuk latar belakang yang dipenuhi pepohonan rindang dan bayangan kapsul raksasa London Eye.
Cindy tertawa kecil melihat tingkah adiknya, tapi ia pun tak kalah antusias. Mereka bergantian memotret satu sama lain dan selfie bersama. Setiap kali melihat hasil fotonya, mereka berteriak kecil dengan nada puas.
"Lihat, wajah kita semakin bersinar di sini!" ujar Cindy sambil memperlihatkan fotonya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments