NovelToon NovelToon

Melepaskan Diri Dari Jiwa Manusia Serigala

Bab 1

“Ini si Vartan ke mana sih? Lama sekali datangnya. Apa jangan-jangan nyokap sama bokapnya ngelarang dia pergi?” tanya Asif pada teman-temannya.

“Mana mungkin si Vartan itu paling bisa bikin alasan, pasti dia bohong sama kedua orang tuanya dan menjadikan kita kita kambing hitam. Ujung-ujungnya juga diizinkan,” sahut Harya dengan gayanya yang santai, seolah-olah dirinya paling tampan karena sebenarnya memang dia tampan dan juga seorang playboy yang suka tebar pesona setiap ada wanita cantik di sekitarnya.

Tamaz sendiri sejak tadi hanya diam karena dia yang paling pendiam di antara teman-temannya.

Tidak berapa lama yang ditunggu akhirnya datang juga. Vartan datang dengan gaya tengilnya sekolah dirinya yang paling hebat dan berkuasa. Namun, jangan salah, dia justru yang paling tidak tegaan diantara mereka.

“Akhirnya lo datang juga! Jamuran nih kita nungguinnya. Gue kira lo nggak diizinin sama orang tua lo,” ucap Asif dengan kesal karena terlalu lama menunggu.

“Ya nggak mungkin lah! Vartan gitu loh! Apa pun tujuan gue pasti bisa tercapai.”

“Paling juga lo bohongin orang tua lo, iya ‘kan?”

Vartan tersenyum sambil nyengir menunjukkan deretan giginya yang rapi. “Iya, sih. Gue bilangnya mau camping buat pergantian tahun.”

“Kok sama!” seru Asif, Harya dan Tamaz secara bersamaan, setelah itu mereka serentak tertawa terbahak-bahak.

Mereka berempat berencana ingin berkemah di dalam hutan, ingin merasakan suasana yang berbeda. Sebelumnya setiap pergantian tahun baru hanya ada acara bakar-bakar dan camping di tempat rekreasi jadi kali ini ingin suasana yang lain. Sengaja juga tidak mengajak orang lain agar tidak merusak suasana.

Mereka berempat pun naik ke mobil Asif dan menuju sebuah hutan yang ada di pinggir kota. Hutan itu tidak terawat, jarang sekali ada yang ke sana. Apalagi tidak jauh dari sana juga ada hutan larangan. Ada batasan tanda untuk manusia agar tidak masuk ke dalam sana jadi banyak orang yang takut mendekat juga.

Sepanjang perjalanan mereka saling bersenda gurau, sesekali bernyanyi bersama. Itulah yang membuat persahabatan mereka bertahan sampai sekarang. Mereka saling menghormati satu sama lain. Setiap kali salah satu diantara mereka ada masalah, maka yang lainnya akan membantu tanpa pamrih.

Akhirnya mereka pun sampai juga di hutan yang mereka tuju. Suasana tampak begitu mencekam meskipun saat ini masih siang hari. Tidak ada tanda-tanda kehidupan juga di sana, semakin membuat bulu kuduk merinding. Udara terasa begitu dingin menusuk kulit, membuat mereka semua merapatkan jaketnya agar tubuh tetap terasa hangat.

“Kok gue jadi merinding ya! Apa Kita batalin saja rencana kita?” tanya Asif dengan ragu.

“Kenapa? Lo takut? Katanya paling berani, begini saja sudah cemen,” cibir Harya dengan pandangan meremehkan.

“Bukannya takut, tapi sedia payung sebelum hujan. Daripada nanti terjadi sesuatu ‘kan lebih baik sekarang kita pergi terlebih dahulu.”

“Sama saja, itu namanya takut.”

“Sudah, jangan berdebat. Ayo kita jalan! Nggak ada apa-apa. Kita kan nggak masuk ke hutan larangan,” ajak Vartan yang melangkah lebih dulu.

“Ini mobil gue gimana?”

“Nggak akan ada yang ngambil. Nggak ada orang yang datang ke sini juga. Lo kunci saja mobilnya.”

Asif pun terpaksa menuruti perintah Vartan dan masuk ke dalam hutan, mengikuti langkah teman-temannya. Udara semakin dingin, apalagi semalam habis hujan. Tanah di sana juga masih basah, daun-daun masih menyisakan tetes air hujan sisa semalam.

Asif merapatkan tubuhnya pada Tamaz. Dia merasa bulu-buduknya merinding. Vartan pun sebenarnya juga merasakan hal yang sama, hanya saja pria itu berusaha tetap terlihat biasa saja. Takutnya nanti malah diledekin oleh teman-temannya padahal mereka sudah sepakat untuk melakukan camping ini.

“Sudah, tidak perlu jauh-jauh, kita dirikan tenda di sini saja. Takutnya nanti kita nggak sadar kalau sudah masuk ke hutan larangan,” ucap Vartan yang kemudian meletakkan ransel miliknya di atas tanah dan duduk di atas rerumputan.

“Iya, kamu benar. Sebaiknya kita dirikan tenda di sini saja,” sahut Asif yang ikut duduk di samping Vartan dan minum seteguk air.

Mereka pun mendirikan tenda bersama-sama. Cukup satu tenda yang besar untuk mereka berempat. Udara semakin malam justru semakin dingin. Suasana pun berubah jadi begitu menyeramkan.

Asif yang memang seorang penakut sejak tadi terus saja menempel pada Tamaz. Hanya temannya itu yang paling tidak akan protes jika dirinya dekati. Kalau Vartan dan Harya sudah pasti mengamuk.

Tengah malam Vartan terbangun. Dia merasa ingin buang air kecil. Pemuda itu tidak ingin membangunkan teman-temannya, takut jika mengganggu istirahat mereka jadi memutuskan untuk pergi sendiri. Begitu keluar dari tenda, udara dingin terasa begitu menusuk kulit meskipun dia sudah menggunakan baju yang tebal.

Vartan melihat ke sekeliling dan suasana terasa begitu mencekam. Ingin rasanya mengurungkan niatnya. Namun, keinginannya untuk buang air kecil sudah di ujung tanduk. Mau tidak mau dia pun melanjutkan niatnya.

Vartan mencari tempat yang sekiranya tidak akan dilalui orang dan tidak mengganggu siapa pun nanti yang akan lewat. Dia pun buang air kecil dibalik pohon besar. Saat akan kembali ke tenda, tanpa sengaja pemuda itu bertemu dengan seekor babi hutan.

Tubuh Vartan bergetar, dia jadi teringat jika dalam keadaan seperti ini tidak boleh bergerak sedikit pun. Namun, kali ini nasib baik tidak berpihak padanya. Tidak jauh dari tempatnya berdiri ada seekor ular yang merayap ke arahnya tidak mungkin dia diam saja apalagi Vartan juga tahu jika ular itu berbisa.

Vartan lari tunggang langgang. Dia juga berusaha berteriak meminta tolong, berharap teman-temannya mendengar suaranya dan mau datang menolongnya. Sekuat tenaga dirinya harus berlari lebih cepat daripada babi hutan. Pemuda itu berlari tanpa tentu arah, tidak tahu juga ke mana dirinya pergi. Yang pasti saat ini yang ada dalam pikirannya hanyalah bagaimana bisa melepaskan diri agar tidak dikejar lagi oleh babi hutan.

Hingga tanpa sadar Vartan pun berdiri di atas tebing. Tubuhnya gemetar ketakutan. Di depannya ada sebuah tebing yang curam, sementara di belakang ada babi hutan yang ganas. Kedua-duanya sama-sama mengancam nyawanya.

Vartan tidak tahu harus berbuat apa, hingga akhirnya terpaksa dia memilih untuk menjatuhkan tubuhnya ke tebing yang tinggi. Dirinya berdoa semoga ada seseorang yang akan menolongnya di bawah. Jika tetap bertahan di atas sudah pasti nyawanya tidak akan tertolong karena babi hutan tidak akan membiarkannya hidup.

Sementara itu, di tenda Asif mendengar suara teriakan orang meminta tolong.  Dia mencoba membangunkan Harya dan Tamaz. Ketiganya pun tersadar jika Vartan tidak ada bersama mereka dan yakin jika tadi yang meminta tolong adalah Vartan.

Bab 2

"Vartan!"

"Vartan!"

"Vartan!" teriak Asif, Harya dan Tamaz secara bergantian.

Ketiganya sudah berkeliling sejak tadi. Namun, tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Vartan. Di sekitar juga terlihat sepi, tidak terdengar lagi suara Vartan yang meminta tolong. Dalam hati mereka jadi semakin khawatir, takut terjadi sesuatu pada temannya.

"Ke mana perginya si Vartan? Dia nggak apa-apa 'kan? Gue khawatir terjadi sesuatu sama dia," ujar Asif membuat Harya dan Tamaz saling berpandangan.

Keduanya juga sebenarnya khawatir, takut terjadi sesuatu pada Vartan. Namun, segera mereka menepis pikiran itu. Harya dan Tamaz yakin Vartan bisa menjaga diri.

"Sudah, jangan berpikir yang macam-macam. Sebaiknya kita cari lagi si Vartan, semoga saja dia cepat ketemu," sahut Tamaz yang kembali melanjutkan langkahnya.

Ketiga pemuda itu terus berteriak dan mencari keberadaan temannya. Namun, hingga pagi menyapa Vartan tidak juga ditemukan. Rasa khawatir semakin menyelimuti hati ketiganya. Berbagai pikiran buruk terus berputar di kepala masing-masing.

"Apa kita lapor saja ke polisi biar ada yang bantu untuk mencari Vartan," usul Tamaz yang diangguki Asif.

"Kalau kita lapor polisi otomatis orang tua kita akan tahu jika kita pergi ke hutan dan membohongi mereka. Kalian sudah pasti tahu apa yang akan mereka lakukan terhadap kita," sahut Harya.

"Tapi aku khawatir, kalau terjadi sesuatu sama Vartan bagaimana? Apalagi di sebelah sana ada hutan larangan. Aku jadi takut, bagaimana jika Vartan tanpa sadar masuk ke sana."

Harya jadi ragu, apakah dirinya harus melaporkan ke polisi atau tidak. Vartan juga belum ditemukan. Hari sudah semakin siang, mereka juga sudah merasa sangat lapar. Sejak semalam tidak ada makanan yang masuk ke dalam perut mereka.

"Baiklah, kita kembali dulu ke tenda. Kita bereskan semua peralatan kita dan lapor ke polisi."

"Pasti nanti bokap gue bakal nyita semua fasilitas yang sudah diberikan," gumam Asif yang bisa didengar oleh kedua sahabatnya.

"Apa lo lebih mentingin fasilitas yang lo miliki daripada nyawa Vartan!" sentak Harya membuat Asif terkejut.

"Iya, aku tahu Vartan lebih berharga. Aku hanya mengatakan apa yang akan terjadi saja."

Harya mendengus kesal dan berbalik berjalan menuju arah tenda terlebih dahulu. Asif jadi merasa bersalah padahal dia bukan bermaksud untuk menyampingkan nyawa Vartan. Dia hanya sekadar mengatakan apa yang akan terjadi nanti saat sampai di rumah.

Tamaz mengusap punggung Asif, guna menenangkan temannya itu dan mengajaknya untuk kembali ke tenda. Mereka pun membereskan semua barang-barang yang ada, kemudian pergi ke kantor polisi terdekat untuk melaporkan tentang kehilangan teman mereka.

Kedua orang tua Vartan yang mengetahui berita tersebut pun segera datang menuju kantor polisi. Minarti—mama Vartan—sangat marah pada ketiga sahabat anaknya karena mengira jika merekalah yang sudah mengajak Vartan pergi ke hutan. Sekarang malah membiarkan anaknya itu dalam bahaya.

"Maafkan kami, Tante. Kami tidak tahu jika semalam Vartan keluar tenda. Dia juga tidak membangunkan kami," ujar Tamaz mewakili kedua temannya, sementara Harya dan Asif hanya diam menunduk.

"Kalau terjadi sesuatu sama anak saya, saya tidak akan memaafkan kalian bertiga. Bisa-bisanya kalian mengajak anak saya pergi ke hutan. Apa tidak ada tempat lain yang bisa dijadikan tempat camping. Apalagi hutan itu tidak terawat, tidak ada siapa pun di sana. Bagaimana kalau ada binatang buas."

"Maaf, Tante."

"Maaf, maaf. Permainan maaf kalian tidak ada gunanya sama sekali. Anak saya sudah hilang."

"Ma, sudah, mereka juga tidak tahu kalau begini akhirnya. Sekarang kita hanya bisa menunggu dan berdoa, semoga Vartan baik-baik saja," sela Prayoga—papa Vartan sambil menahan istrinya agar tidak menyerang ketiga sahabat anaknya.

Dia pun pernah muda jadi sangat tahu apa yang ada dalam pikiran Vartan dan ketiga temannya itu. Rasa penasaran yang begitu besar membuat mereka melupakan keselamatan diri.

"Papa mau membela mereka? Yang hilang itu anak kita, Pa! Bagaimana bisa Papa bisa setenang ini dan membela anak-anak bandel ini. Kalau terjadi sesuatu pada anak kita bagaimana? Dia anak satu-satunya yang kita miliki. Untuk mendapatkan dia segala perjuangan kita lakukan, tapi sekarang kita tidak tahu di mana keberadaannya," ujar Minarti dengan menangis tersedu-sedu.

"Iya, Papa mengerti. Papa juga sedih, tapi tidak ada gunanya juga marah-marah pada mereka. Kita doakan semoga dia baik-baik saja sampai pihak kepolisian menemukan keberadaannya."

***

Sinar matahari yang menyengat membangunkan Vartan dari tidurnya. Dia melihat sekeliling dan mundur beberapa langkah, teringat kejadian malam saat dirinya terjatuh dari tebing. Untung saja tubuhnya tidak apa-apa, hanya ada luka goresan di beberapa tubuhnya.

Saat terjatuh dari atas tebing, Vartan masih dalam keadaan sadar. Dia melihat ada seekor serigala yang menatapnya dengan tatapan tajam. Seketika tubuh Vartan merinding, merasa ada sesuatu yang menembus jantungnya. Ingin dirinya berlari sekuat tenaga menjauhi tempat itu, tetapi entah kenapa tubuh Vartan saat itu membeku dan tidak bisa digerakkan. Mulutnya pun seolah terkunci rapat, tidak bisa mengeluarkan satu kata pun.

Saat serigala ingin menyerang, Vartan berusaha melindungi dirinya dengan sebuah kayu besar. Dia mencoba untuk memukul serigala itu. Namun, usahanya sia-sia justru tangannya tergigit oleh serigala hingga dirinya tidak sadarkan diri.

Vartan pikir dia sudah habis dimakan serigala, siapa yang menyangka jika dirinya baik-baik saja. Hanya luka di pergelangan tangannya saja akibat gigitan serigala itu dan darahnya pun sudah mengering. Dia merasa aneh kenapa serigala itu tidak memakannya? Bahkan saat dilihat di seluruh tubuhnya pun tidak ada bekas gigitan serigala, hanya ada di pergelangan tangannya saja.

Vartan tidak mau terlalu memikirkannya. Baginya kali ini yang penting dia bisa keluar dengan selamat. Anggap saja dirinya sedang bernasib baik karena serigala telah melepaskannya.

"Vartan!" teriak seseorang membuat Vartan menoleh ke arah atas.

Dia pun berusaha memanggil-manggil orang tersebut untuk meminta bantuan. Vartan pikir itu ketiga temannya, tetapi ternyata itu adalah pihak kepolisian yang sudah mencarinya selama dua hari ini. Vartan memang sudah dua hari dinyatakan hilang dan selama itu ternyata dia tidak sadarkan diri.

"Saya di sini! Siapa di sana? Tamaz, Asif, Harya, apa itu kalian? Tolongin Gue! Gue ada di bawah tebing!" teriak Vartan.

Salah seorang polisi yang mendengar pun berusaha untuk mencari ke asal suara. "Apa kamu baik-baik saja di bawah sana? Apa kamu bisa memberi tanda-tanda di mana posisi kamu saat ini!"

Vartan melihat-lihat ke sekeliling, barangkali ada sesuatu yang bisa dia gunakan sebagai tanda-tanda keberadaannya.

Bab 3

Vartan melihat sebuah kayu panjang yang tidak jauh darinya. Dia pun mengambilnya dan mencoba untuk menggerak-gerakkannya ke atas agar daun-daun di atasnya bergerak.

Orang yang berada di atas tebing pun melihat itu. Dia memberitahu pada teman-temannya mengenai keberadaan Vartan. Beberapa diantara mereka pun turun dengan menggunakan tali. Akhirnya Vartan bisa diselamatkan. Namun, karena keadaannya yang terlalu lemah membuat para polisi yang membantu tadi membawanya dengan tandu.

Apalagi sudah dua hari tidak ada makanan yang masuk jadi, energinya terkuras. Dia tidak memakan apa pun, hanya tadi mendapatkan minuman dari seorang polisi yang menolongnya.

Vartan dibawa ke sebuah rumah sakit yang sudah memiliki peralatan yang memadai. Keluarga dan teman-temannya merasa lega, Vartan akhirnya ditemukan juga. Sebelumnya semua orang sudah berpikir jika pemuda itu sudah dimangsa binatang buas, tapi ternyata nasib baik masih berada di pihaknya.

"Sayang, akhirnya kamu sadar juga. Mama senang sekali," ucap Minarti sambil menggenggam telapak tangan putranya.

Vartan yang baru saja membuka mata pun tersenyum. Dia merasa lega karena akhirnya bisa bertemu dengan keluarganya.

"Maafin aku ya, Ma! Apa yang terjadi padaku mungkin adalah karma karena sudah membohongi Mama dan Papa," ujar Vartan dengan suara lemah.

"Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Mama akan selalu memaafkan kamu, tapi jangan diulangi lagi, ya! Ke mana pun kamu mau pergi, kamu harus izin sama Mama atau Papa agar kami bisa mendoakan kamu agar selalu selamat. Di rumah Mama pikir kamu memang benar-benar sedang liburan sama teman-temanmu, tidak tahunya malah ke hutan."

"Itu juga rencananya sambil liburan, Ma," sela Vartan membela diri.

"Liburan nggak ke tempat seperti itu juga, Vartan! Pokoknya Mama nggak mau kamu pergi ke tempat seperti itu lagi. Mama rasanya mau pingsan saja mendengar sesuatu yang buruk padamu."

"Iya, Ma."

Asif, Harya dan Tamaz tidak berani mendekat. Ketiga pemuda itu berdiri di belakang kedua orang tua Vartan. Sejak pulang dari hutan ketiganya dikurung oleh kedua orang tua mereka di dalam rumah. Baru tadi pagi dibebaskan saat mendengar jika Vartan sudah ditemukan. Para orang tua meminta mereka untuk menjenguk temannya itu dan meminta maaf kepada kedua orang tua Vartan.

Vartan melirik ke arah ketiga temannya. Dia tahu, pasti mereka kena amukan oleh mamanya kemarin, juga mendapat hukuman dari orang tua masing-masing, tinggal dirinya yang belum mendapat hukuman. Dia jadi merasa kasihan.

"Assalamualaikum," ucap Ayara, Vidya dan Kurnia secara bersamaan.

"Waalaikumsalam, ada calon mantu Mama yang datang sama teman-temannya. Ayo, masuk-masuk," sambut Mama minarti sambil tersenyum.

Ayara, Kurnia dan Vidya pun berjalan masuk dengan senyum canggung. Padahal Vartan tidak memiliki hubungan apa pun dengan salah satu dari mereka, Minarti saja yang terlalu berlebihan dalam mengartikan kedekatan anaknya dengan salah satu dari mereka.

Vartan dan Ayara memang dekat dan sama-sama memiliki yang lebih, tetapi gengsi keduanya cukup tinggi jadi tidak ada yang mengungkapkan perasaan masing-masing. Ayara, Kurnia dan Vidya mendekati ranjang di mana Vartan terbaring di sana.

"Bagaimana keadaan kamu, Vartan?" tanya Ayara yang posisinya lebih dekat dengan Vartan.

"Baik, maaf ngerepotin kamu buat datang ke sini."

"Pakai gaya-gayaan bilang ngerepotin, bilang aja kalau kamu senang ditengokin sama Ayara," cibir Asif yang segera mendapat pelototan dari Minarni.

Pemuda itu jadi menciut, dia lupa jika dirinya masih belum mendapatkan maaf dari Minarti. Asif pun memukul pelan bibirnya karena terlalu lancang.

"Ma, sudah dong jangan marahin mereka terus. Aku yang bersalah jadi Mama jangan marahin mereka lagi," ucap Vartan yang merasa tidak enak pada teman-temannya.

"Siapa yang bilang Mama marah? Mama nggak marah. Mama nggak marah."

"Dari sikap Mama saja sudah kelihatan kalau Mama marah. Aku tahu kalau aku dan teman-teman salah. Kalau Mama mau marah, marah saja sama aku. Aku yakin di rumah mereka juga sudah mendapat hukuman dari orang tua mereka jadi, cukup ya, Ma! Kalau Mama masih belum puas marahnya, marahin aku saja nggak pa-pa kok!"

"Mama tuh sebenarnya enggak marah sama kalian. Mama hanya khawatir pada kalian semua. Kalian semua 'kan tahu kalau Vartan itu anak Mama satu-satunya. Mama nggak bisa hidup tanpa dia. Untuk bisa mendapatkan dia dulu butuh perjuangan." Tatapan Minarti beralih menatap ketiga sahabat putranya. "Dan kalian bertiga, Tante juga sudah menganggap kalian seperti anak Tante sendiri. Tante marah juga karena Tante khawatir dengan keselamatan kalian."

Asif, Harya dan Tamaz merasa lega dengan jawaban yang diberikan oleh Minarti. Sejak tadi ketiganya harap-harap cemas, takut tidak dimaafkan. Tadi orang tua mereka berpesan jika orang tua Vartan tidak memberi maaf, maka hukuman akan bertambah.

"Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan kami. Maafkan kami juga yang sudah membuat Tante dan semua orang khawatir. Maaf juga karena sudah membuat Vartan sampai seperti ini," ucap Tamaz yang diangguki Harya dan Asif.

"Sudah, lupakan saja. Jadikan ini pelajaran untuk ke depannya agar kalian lebih berhati-hati lagi dalam mengambil keputusan. Jangan melakukan sesuatu yang akan membahayakan nyawa kalian."

"Iya, Tante," sahut ketiganya dengan serempak.

"Vartan, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Ayara membuat semua orang yang berada di ruangan itu pun beralih menatap gadis itu.

"Baik, apalagi dengan kedatangan kamu, keadaanku akan semakin membaik."

Asif pura-pura mual mendengar sahutan Vartan. Harya yang berada di samping Asif pun mengajaknya dan Tamaz untuk keluar. Minarti dan Prayoga yang mengerti pun juga mengikuti kedua pemuda itu sambil mengajak Kurnia dan Vidya.

"Eh, kalian mau ke mana?" tanya Ayara pada kedua temannya.

"Kami mau ke kantin dulu, cari makanan. Kamu tunggu saja di sini, nanti akan aku bawakan makanan," sahut Vidya.

"Iya, Ayara, tolong temani Vartan dulu, ya! Tante juga sudah lapar, mau cari makanan," ucap Minarti yang terpaksa di angguki oleh Ayara.

Gadis itu sebenarnya merasa tidak nyaman berada dalam satu ruangan dengan Vartan. Tidak dipungkiri jika dia memiliki perasaan yang lebih pada pemuda itu, hanya saja rasa gengsinya terlalu tinggi. Ayara menunggu Vartan untuk mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu, malu jika dirinya yang seorang gadis justru mengutarakan perasaannya.

"Vartan."

"Ayara," panggil keduanya secara bersamaan dan kemudian tertawa bersama.

"Kamu duluan saja."

"Tidak, kamu duluan saja."

"Ayara, aku ...."

Vartan tidak melanjutkan kata-katanya. Dia merasa telapak tangannya yang terluka bergetar. Pemuda itu juga melihat ada tumbuh bulu-bulu panjang di sekitarnya dan membuatnya terkejut. Vartan pun reflek menyembunyikan tangannya di bawah selimut.

"Vartan, ada apa? Apa ada yang sakit? Kenapa wajahmu pucat?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!