“Enaknya hujan-hujan gini tuh di rumah, rebahan sambil nonton TV dan di temenin dia,” membayangkan.
“Kerjain tuh skripsi ! laptop loe gak mungkin ngetik sendiri,” tegur temannya membawa dua cup coffe.
“Ganggu aja.”
“Hey loe bener-bener deh, bukannya ngerjain skripsi ngehalu terus kerjaannya.”
“Pusing gue nie skripsi gak kelar-kelar.”
“Gimana mau kelar dikerjain juga kagak.”
“Hehe lagian tuh Dosen banyak maunya, harus ini itu bla bla bla…”
“Loe nya juga gak serius ngerjainnya.”
“Bantuin gue yah please,” memohon kepada sahabatnya bernama Naumi.
“Felisberta Divya Deolinda ?”
“Iya sahabatku yang paling baik.”
“Kerjain itu sekarang atau ?” mengeluarkan pisau.
“E-eh loe dapat pisau dari mana ?”
“Dari mana asal pisau ini loe gak perlu tau yang penting sekarang loe harus kerjain tuh skripsi!!”
“Okey okey gini amat gue punya bestie,” Naumi hampir menyerah menghadapi sahabatnya itu.
Felisberta Divya Deolinda seorang mahasiswa teknik jurusan arsitek semester akhir dan sahabatnya Naumi tumbuh bersama dari kecil. Mereka menjadi sahabat dan tumbuh bersama dikarena Ibu mereka berteman dekat. Berbeda dari Feli dan Naumi Ibu mereka saling mengenal dari masa SMP sampai sekarang, selain hubungan mereka yang dekat rumah tempat tinggal pun berdekatan lebih tepatnya bersebelahan. Keduanya tumbuh bersama namun Feli berbeda dari Naumi, Naumi adalah anak yang pintar dia selalu menjadi juara satu dikelasnya bahkan dia lulus lebih awal sedangkan Feli sebaliknya. Setiap pelajaran Naumi selalu membantu Feli mengerjakan PR tapi dia selalu asik membaca novel.
“Selesai ayo balik !” membereskan tasnya.
“Gue gak percaya loe ngerjain secepat itu.”
“Mumpung hujannya reda,” menarik tangan Naumi.
“Ehh bentar nie coffe udah dibayar,” tasnya hampir terjatuh demi mengambil coffe miliknya.
“Cepet pulang hanya demi itu ?” Naumi sangat kesal kepada sahabatnya itu.
“Ini penting episode akhir baru dirilis gue gak mau ketinggalan,” sesampainya di rumah Feli berlari ke kamar, dia melempar tas ke atas meja lalu loncat ke kasur dan membuka apk novel di ponsel.
“Bener-bener loe yah seandainya tante ada di rumah,” merebahkan tubuhnya disamping Feli.
“Untungnya mereka pergi keluar kota kalau gak pasti gue dimarahin terus dibandingin sama loe,” lanjutnya acuh.
“Kali ini loe harus selesaikan sendiri, gue gak bakalan bantu lagi.”
“Bos Mafia Muda itu jadinya sama tuh cewek gila gue gak rela,” membanting ponselnya ke kasur dan mengenai Naumi.
“Feli loe,” Naumi sudah geram, dia beranjak dari kasur lalu pergi.
“Ehh sorry Naumi gue gak sengaja, ya udah deh gue kerjakan.”
“Kata-kata yang sama ujung-ujungnya pasti kaya gituh lagi, dunia ini bukan novel Feli yang bisa kita buat semaunya. Tanpa usaha loe mau jadi apa kedepannya ?”
“Tunggu Naumi !!” mengejar sampai keluar.
Naumi tidak melihat kebelakang, dia terus berjalan cepat ke pinggir jalan mencegak taksi. Feli masih mengejarnya sampai Naumi pergi dengan taksi itu tapi sesuatu terjadi, dari belakang Feli ada truk yang remnya blong dan terjadilah kecelakaan. Naumi langsung menghentikan taksinya, dia berlari sambil berteriak nama Feli. Orang-orang mulai berdatangan mengelilingi Feli yang berlumuran darah. Seseorang memanggil ambulan datang agar korban bisa segera di larikan kerumah sakit, tangan Naumi dipenuhi darah mendorong brangkar sambil menangis.
“Tolong tunggu disini !” perawat melarang Naumi ikut masuk keruang UGD.
“Ta tapi …”
“Tolong kerjasamanya Nona !” menutup pintu.
Dengan perasaan takut dipenuhi kesedihan Naumi memberanikan diri menelpon orang tua Feli.
“Hallo Tante ..” suara takut dan tangan gemetar.
“Ada apa Naumi ? kenapa suaramu begitu ?”
“Feli ?”
“Ada apa dengan Feli ?” Mamahnya Feli panik karena Naumi berbicara sambil menangis.
“Feli kecelakaan.”
“APA ?” saking shok mendengar kabar buruk anaknya dia menjatuhkan ponsel.
“Ada apa ?” suaminya bergegas mendekati.
“Ayo Pah kita harus pulang,” berjalan cepat ke kamar membereskan semua pakaian.
“Katakan ada apa ?”
“Anak kita kecelakaan,” berbalik untuk menjawab.
“Feli ?”
“Emangnya anak kita ada yang lain ?”
“Tapi …”
“Pah cepat kita harus kembali !”
Di rumah sakit Naumi menangis tersedu-sedu di pojok tempat tunggu ruang operasi, dalam hatinya terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri.
“Sayang …” Ibu Naumi tiba di rumah sakit langsung memeluk putrinya.
Mendengar kabar dari tetangga dan warga setempat ada kecelakan di depan rumah yang tidak lain korbannya adalah Feli mereka bergegas datang menyusul ke rumah sakit.
“Bu ini semua salahku, jika aku tidak pergi Feli pasti baik-baik saja.”
“Tidak sayang jangan menyalahkan dirimu sendiri ini sudah takdir.”
“Tapi Bu Feli …” terisak-isak.
“Sudah sayang tidak apa-apa Feli pasti baik-baik saja,” Ayahnya Naumi mengelus lembut rambut putrinya itu.
Mereka bertiga menunggu selama beberapa jam, kegelisahan mereka terlihat begitu jelas. Naumi berkali-kali melihat lampu ruang UGD dan mengintip ke dalam.
“Dimana Feli ?” kedua orang tua Feli tiba di rumah sakit.
“Om Tante maaf …” mata Naumi bengkak karena terus-terusan menangis.
“Tidak apa-apa sayang,” memeluk Naumi.
“Dokter bagaimana keadaan putri saya,” Papah Feli menghampiri doktor yang baru saja keluar.
“Benturan di kepalanya cukup keras mengakibatkan luka yang cukup parah.”
“Apa itu artinya ?” Ibunya sudah berpikir negative kalau putrinya kemungkinan tidak selamat.
“Putri Anda selamat tapi …”
“Tapi apa doktor katakan ?”
“Dia koma,” jawab Doktor sedikit kecewa.
Naumi tertampar keras mendengar keadaan sahabatnya itu “Tidak mungkin Feli.”
“Feli maaf aku kamu bangun yah, aku janji gak bakalan marah lagi,” menggenggam erat tangan Feli yang dihimpus.
“Nona permisi pasien harus dipindahkan !”
“Sudah sayang,” Ibunya merangkul.
“Bu kenapa Feli mengacuhkan ku apa dia tidak mau memaafkan ku ?”
“Ini salah Mamah,” perasaan penyesalan menyelimuti Mamahnya Feli karena pergi ke luar kota dan meninggalkan Feli sendirian.
Feli di pindahkan ke ruang ICU, Dokter memberi ijin kepada mereka untuk menemui Feli dengan menggunakan pakaian khusus. Mereka semua memandang kosong tubuh Feli yang terbaring tidak sadar, Feli memakai baju rumah sakit dengan kepala di ikat perban dan berbagai alat dipasang ditubuhnya, elektokardiogram menunjukkan detak jantung Feli yang lemah dan terus berbunyi dibalik kesunyian.
“Astaga,” Feli bangun di tengah padang rumput.
“Loh gue dimana ? seingat gue tadi ?”
mengingat kejadian terakhir tertabrak truk.
“Tunggu perasaan gue ko gak enak.”
Melihat sekeliling hamparan rumput hijau yang luas “Dimana Naumi ?”
“Tempat ini ?” membandingkan yang dilihatnya dengan deskripsi di novel.
“Kayanya gue udah gila,” berjalan maju.
“Sepeda ?” langkahnya terhenti didepan sepeda tua berwarna merah muda.
“Shanaya ?” seseorang berteriak memanggil.
“Kenapa kamu disini ?” menghampiri Feli.
“Siapa ?”
“Disini tidak ada orang lain selain kamu Shanaya,” jawab seorang wanita berambut panjang memakai baju kebun.
“Tidak tidak barusan loe panggil gue siapa ?”
“Loe Gue ? (dalam hatinya berkata ‘Gak biasanya Shanaya menyebut dirinya gue dan ke orang lain Loe’)
“Ada cermin ?”
“Untuk apa ?” mengeluarkan cermin dari saku.
Mengambil cermin untuk melihat dirinya.
“Wajah ini bukan wajah gue,” shok melihat pantulan dirinya di cermin.
“Ini dimana ?” tanya Feli memastikan.
“Kita ada di Desa, kamu ini kenapa sih ?” semakin merasa aneh.
“Desa ?” wanita itu mengerutkan wajahnya.
Mencubit sendiri tangannya “Aww sakit …”
“Hari ini kamu aneh sekali, sudah ayo pulang paman dan bibi menyuruhmu pulang !” menarik tangan Feli.
“Ini nyata ?”
“Shanaya ? Ayo cepat !”
Kecelakaan membawa jiwa Feli kedunia novel, jiwanya masuk kedalam tubuh pemeran utama wanita yang bernama Shanaya. Kehidupan Shanaya tidak terlalu baik, dia adalah gadis baik dan pintar namun karena terlahir di keluarga tidak mampu dia tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
“Shanaya sepedanya bawa jangan ditinggal begitu saja ! hais dasar anak ini.”
“Baiklah baiklah …”
“Kamu duluan saja Kakak mau mengambil kayu bakar dulu !”
“Oh okey.”
“Biasanya Shanaya selalu ingin membantu ?” batinnya.
Feli mengayuh sepedanya melewati jalan yang di kelilingi persawahan “Udara disini sangat sejuk,” mengirup udara.
“Tinggal di Desa yang jauh ke Kota besar tidak buruk juga,” menikmati perjalanan.
Feli hampir sampai di depan gapura Desa “Berhenti !!” pria bertubuh kekar dan berpakaian serba hitam menghentikan laju sepedanya.
“Ini jalan umum siapapun bisa melewatinya.”
“Bos melarang orang lain masuk tanpa ijin.”
“Adegan ini ? gue ingat, saat ini Kepala Desa sedang negosiasi dengan pemeran utama pria. Pemeran utama pria terkenal kejam jika ada orang lain yang menghalangi keinginannya ?” melamun.
“Silahkan pergi !!”
“Pasti mati, Shanaya menikahi pemeran utama pria demi menyelamatkan Desa tapi balasan kebaikannya malah membuat dia menderita.”
“Apa kamu tuli ?”
“Baiklah aku pergi !” Feli berbalik arah pergi, dia menunggu dibawah pohon mangga yang tidak jauh dari gapura.
Dalam cerita novel Shanaya memaksa untuk masuk yang akan mempertemukannya dengan pemeran utama pria. Pemeran utama pria memanfaatkan kesempatan dan kepolosan Shanaya dengan menikahinya sebagai pengganti Desa tidak di gusur olehnya.
“Lebih baik gue menghidari hal yang bakal terjadi sama Shanaya seperti sebelumnya,” duduk santai menyender di belakang pohon menghadap persawahan.
“Abah dimana Shanaya ? kenapa dia belum datang juga ?”
“Aku sudah meminta Maya menyusulnya.”
“Cepat kamu susul dia ! jangan sampai mereka menemukan Shanaya kita,” penuh kekhawatiran.
“Bagaimana aku bisa pergi di depan gapura ada anak buah Bos Mafia itu, mereka tidak akan membiarkan aku pergi kemana pun.”
Abah dan Emak Shanaya sudah khawatir setengah mati tapi Feli malah tertidur santai, Lisa yang sebelumnya mengambil kayu bakar tidak sengaja melihat sepeda Shanaya terparkir disamping pohon.
“Itukan sepeda Shanaya, sedang apa anak itu ? bukannya cepat pulang malah diem disana,” berjalan dengan menggendong kayu bakar.
“Dia tidur ? aku kerjain sekalian,” mengambil bunga rumput liar.
Menggosokkan bunga itu ke hidung Feli “Ahhh apa itu ?” langsung bangun.
“Hahaha ….”
“Hey apa yang ….” terpotong.
“Sedang apa disini ? aku memintamu cepat pulang bukan tidur dibawah pohon mangga seperti ini.”
“Mereka melarang ku masuk.”
“Siapa ?”
“Tuh,” menunjuk dua orang yang berjaga di depan gapura.
“Serahkan sama Kakak, kamu bawa ini !” menyimpan kayu bakar di sepeda.
“Kak tidak perlu lakukan itu kita tunggu disini saja dulu !” berusaha mencegah.
“Apa kamu tidak percaya padaku ?”
“Bukan begitu tapi …” sebelum melanjutkan perkataannya Maya sudah mengalihkan perhatian dua pria itu.
Lisa memberi kode “Ayo masuk !”
“Dia baru saja menipu dua pria itu ? memang yah sehebat apapun pria akan kalah sama wanita,” Feli terpaksa mengikuti instruksi Maya.
“Mudah bukan ?”
“Hehe sangat mudah,” tersenyum tapi ingin memukul.
“Itu mereka,” segera menghampiri Feli dan Maya.
“Akhirnya kalian datang juga.”
“Paman sudah aku bilang bukan aku pasti akan membawa Shanaya kembali tanpa ketahuan mereka.”
“Kamu memang hebat Maya,” mengacungkan jempol.
“Abah dan Emak Shanaya,” batin Feli.
“Mereka mau mendata semua warga Desa jika kamu tidak ada Abah takut mereka mencari dan membunuhmu,” menarik tangan Feli.
“Tunggu …” sepeda dan kayu bakarnya jatuh.
Maya mengambil sepeda dan kayu bakarnya lalu disimpan di samping rumah warga.
“Niat hati menghindar,” sesampainya di lokasi semua warga yang sudah berkumpul.
“Semuanya sudah ada disini Tuan,” Kepala desa memberikan dokumen yang sudah di tanda tangan warga.
“Kasian sekali mereka tidak bisa apa-apa selain pasrah.”
Seorang pria mencuri pandangan “Siapa gadis itu ? dia terlihat santai tidak memiliki rasa takut sedikitpun.”
“Tuan gadis itu hanya anak dari pasangan yang miskin dia tidak memiliki apapun,” Kepala Desa berusaha melindungi Feli.
“Tidak masalah miskin atau kaya,” meminta anak buahnya memanggil Feli.
“Nona silahkan ikut kami ?”
Feli celingak-celinguk “Gue ?” menunjuk dirinya sendiri.
“Gue ?” orang tua Shanaya merasa aneh karena biasanya Shanaya memanggil dirinya Aku.
“Gue lupa sekarang kan dalam tubuh Shanaya harus bisa jaga sikap.”
“Silahkan !”
Feli mengikuti orang itu sampai seorang pria datang ke hadapannya “Siapa namamu ?”
“Shanaya,” jawabnya dingin.
“Menarik.”
“Kepala Desa bagaimana kalau kita membuat kesepakatan.”
“Kesepakatan ?”
“Aku akan melepaskan Desa ini tapi dia harus menikah denganku.”
“APA MENIKAH ? TIDAK MAU,” teriak Feli penuh ketegasan.
“Soal itu Tuan …” Kepala Desa diberikan pilihan yang sulit antara Feli dan Desa.
“Kepala Desa kita harus pikirkan dengan baik jika Shanaya menikahi dia semua warga desa terselamatkan tapi jika sebaliknya hanya Shanaya yang selamat. Bukannya bagus dia jadi bisa merasakan hidup mewah menikahi pria kaya,” bisik salah satu pengurus Desa.
“Tapi dia kejam,” sanggah Feli mendengar ucapannya.
Perkataan Feli menyinggung anak buahnya sehingga mereka menodongkan senjata.
“Turunkan !” perintah Bos mereka.
“Tau aku kejam tapi tidak takut ?”
“Kita sama-sama manusia apa yang harus ditakutkan ?” kedua orang tua Shanaya terpaku mendengar jawaban Feli.
“Abah dia masih anak kita atau bukan ?”
“Aku juga tidak tau.”
“Pikirkan baik-baik yang aku tawarkan tadi ?”
“Tawaran menikah denganmu ? apa keuntungannya ?”
“Desa ini bebas jika kamu menikah denganku.”
“Nie orang kesambet apa sih ngotot banget pengen nikah sama gue ?” batin Feli sambil berpikir.
“Nak Shanaya kamu coba saja dulu !”
tetangga mencoba membujuk Feli.
“Mereka enak bisa tinggal di Desa dengan nyaman lah gue ?” tatapan Feli seakan ingin memakan orang itu.
“Benar Shanaya kamu bisa hidup enak bersamanya.”
“Ini orang ikut-ikutan mendorong gue ke jurang.”
“Nak selamatkan Desa ini kami mohon padamu.”
“Baiklah tapi ada syaratnya !”
“Shanaya jangan dengarkan omongan mereka.”
Feli mengusap tangan Emaknya “Pria itu sangat tampan dengan tinggi 174 cm, berkulit putih dan bertubuh sixpek. Cukup bagus untuk memperbaiki keturunan ?” tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments