Nafasnya terengah-engah, darah bercucuran membasahi wajah putih pucatnya, satu tangan kirinya yang tidak mengalami luka parah berusaha mengambil ponselnya yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berbaring kaku. Kecelakaan baru saja di alami Helena, mobilnya tertabrak truk yang melaju kencang di depannya mengakibatkan kecelakaan masal terjadi.
Setelah ponselnya telah berada di genggamannya. Helena susah payah membuka untuk menelpon Damian-suaminya. Suara sambungan telpon membuat secercah harapan Helena rasakan.
"H-halo. D-damian... "
"Sialan! Kenapa kau menelpon ku, jangan terus menggangguku Helena dengan rengekan manja milikmu yang membuat ku muak setengah mati. "
Helena termenung mendengar suara bentakan Damian dari ujung telepon sana, tanggapan ini selalu dia dapatkan selama tiga tahun pernikahan dingin mereka. Sikap dingin Damian pada Helena, membuat pernikahan mereka tidak memiliki perkembangan apapun walau Helena sebisa mungkin memperbaiki hubungan pernikahan keduanya.
"D-damian, tolong aku. Aku baru saja tertabrak, badanku sakit dan darah dimana-mana, tolong jemput aku Damian. " suara Helena bergetar penuh kesakitan, tidak mengidahkan ucapan sarkas Damian tadi padanya. Yang dibutuhkan saat ini adalah pertolongan Damian, walau di sepanjang jalan raya banyak para warga yang datang untuk membantu para korban tabrakan lainnya.
Mobil yang dikendarai Helena terlempar jauh dan tubuhnya terjatuh tertutup dari mobilnya membuat orang-orang tak dapat melihatnya.
"Mati saja kau, sialan! Dengan begitu hidupku akan terbebas dari benalu menjijikkan seperti mu, bila perceraian tak bisa membuat kita berpisah maka semoga kematian mu dapat membuat ku bisa terlepas dari wanita manja seperti mu, Helena."
Setelahnya, sambungan telepon terputus begitu saja dari Damian. Badan Helena yang sudah melemah makin melemah mendengar semua ucapan dan umpatan menyakitkan dari Damian padanya, pegangan tangannya pada ponsel seketika terlepas. Air matanya tiba-tiba saja mengalir deras bersamaan rasa sakit yang begitu mendalam di hatinya.
Sebegitunya tak menginginkan dirinya dan pernikahan ini untuk Damian, laki-laki yang sudah menemaninya selama tiga tahun ini dengan teganya mengeluarkan kata-kata buruk padanya.
Helena memejamkan matanya saat rasa sakit tiba-tiba dirasakan di sekujur tubuhnya, nafasnya terputus-putus serasa pasokan udara disekitarnya menipis.
Helena menyentuh perutnya yang sakit, janinnya-anaknya. Dirinya tengah hamil, hamil dari hasil paksaan Damian yang kala itu tengah mabuk berat, memaksanya untuk melayani laki-laki itu.
"Bila aku diberi kesempatan untuk hidup kembali, aku berjanji tidak akan mencintaimu lagi, Damian. Akan ku kubur dalam-dalam perasaan cinta menyakitkan ini untukmu, perceraian yang terus kau desakan akan aku setuju dan pergi menjauh darimu selama-lamanya. "
"Selamat tinggal Damian, bukan diriku saja yang pergi meninggalkan mu tapi juga bersama janin tak berdosa ini akan ikut pergi bersamaku. " setelahnya, badan Helena benar-benar terkulai lemah dengan mata terpejam erat, aliran nafas di hidungnya seketika berhenti.
"Hoii, ada korban lagi disini. Ayok angkat bawa ke dalam ambulance. " bertepatan dengan hembusan nafas terakhirnya, seorang warga laki-laki menemukan Helena yang sudah tergeletak tak bernyawa dengan darah berceceran dimana-mana di sekunjur tubuhnya.
"Orangnya udah gak selamat, Nder. Ayok buruan cepat angkat bawa ke ambulance. " pinta laki-laki itu saat jari tangannya yang sengaja di simpan dibawah hidung Helena tidak merasakan hembusan nafas apapun.
"Eh, ini aku ada nemuin ponselnya. " salah satu dari mereka, yang sibuk menjadi para korban kecelakaan yang lain tiba-tiba saja menemukan ponsel milik Helena yang tergeletak tidak jauh dari tempat Helena tadi.
"Buruan telepon pihak keluarganya, bilang kalau pemilik ponsel itu kecelakaan terus udah meninggal. " si penemu ponsel tadi mengangguk mengerti, dengan cepat membuka ponsel Helena yang memang tidak terkunci sejak wanita itu menelpon Damian tadi.
"Nomor yang ada tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, mohon–
"Gak ada yang aktif nomornya, nomor suaminya juga dari tadi di telpon gak di angkat."
••••••
Kedua bola mata berwarna coklat itu tiba-tiba saja terbuka lebar.
'Hhaahhh'
'Hhaahh'
Nafasnya terengah-engah, keringat bercucuran membasahi wajah putih pucat itu. Matanya mengedar kaku, melihat sekeliling kamar dengan tatapan terbelalak tidak percaya, badannya mendadak bergetar ketakutan.
Ini.....
Kamarnya?
Kamarnya saat telah menikah dengan Damian? K-kenapa bisa?!
Matanya lagi-lagi terbelalak tidak percaya, mengingat ucapannya pada saat itu....
"Bila aku diberi kesempatan untuk hidup kembali, aku berjanji tidak akan mencintaimu lagi, Damian. Akan ku kubur dalam-dalam perasaan cinta menyakitkan ini untukmu, perceraian yang terus kau desakan akan aku setuju dan pergi menjauh darimu selama-lamanya. "
Helena dengan cepat bangun dari posisi baringnya, kakinya turun dari ranjang menuju kaca full body di kamarnya. Langkahnya mundur perlahan-lahan, menatap tidak percaya pada pantulan kaca di depannya.
"Apakah aku benar-benar hidup kembali? "
Untuk memastikannya. Helena melangkah menuju meja nakas di samping kasur, mengambil ponselnya untuk memastikan sesuatu.
16 Januari 20xx
Dia kembali. Helena kembali mengulang waktu dari dua tahun yang lalu, yang berarti pernikahannya baru berjalan satu tahun.
Helena terduduk kaku di pinggir kasur, masih shock dengan kejadian yang tidak masuk akal ini.
Hidup kembali? Hahahaha
Helena tertawa keras, namun air matanya mengalir deras dipeluk matanya. Tuhan masih berbaik hati padanya, permintaannya di kabulkan.
Terimakasih banyak, Tuhan.
Tanggal 16 Januari 20xx itu berarti Damian tengah berada di perjalanan luar negeri, mengurus pekerjaannya. Masih ada seminggu untuk Helena berpikir jernih dengan kejadian menakjubkan dan tak akal ini, juga Helena bisa terlepas sementara dari Damian.
Ucapan Damian terakhir kali sebelum dirinya menghembuskan nafasnya masih terngiang di otaknya, tanpa sadar tangannya mengepal kuat.
"Aku berjanji, Damian. Untuk kehidupan kali ini, tidak akan ada rasa cinta ku lagi padamu. " ucapnya dengan menggebu-gebu, matanya berkilat akan kebencian. Apalagi disaat kematiannya ada sosok janin yang bersemayam di perutnya.
Sementara di negara lain. Damian menatap lambat pada ponselnya yang sudah dua hari ini sunyi, tidak lagi terdengar suara notifikasi pesan masuk atau panggilan telepon. Tidak! Maksudnya, ya ada yang mengirimkannya pesan atau menelpon. Maksudnya Helena.
Wanita itu tumben sekali dua hari ini tidak merecoki nya dengan puluhan pesan dan telepon. Biasanya, mobilnya baru saja keluar gerbang rumah untuk berangkat ke kantor, sudah banyak notif pesan masuk dari Helena.
'Bagaimana perjalanan menuju ke kantor, apakah ada hambatan? ' 'Dijalan macet apa aman-aman saja? ' 'siang nanti apa mau di antarkan makanan? ' blablabla, dan lainnya. Banyak hal yang terus di recokinya, Damian sampai di buat muak oleh Helena.
'Hhaahhh'
Seharusnya dia senang kan? Tidak ada lagi yang mengganggunya, yang membuat otaknya terasa akan pecah.
Tapi kali ini, kenapa terasa begitu berbeda? Dan juga perasaan apa-apaan ini yang menggerogoti hatinya saat ini! Rasa hampa dan ketakutan...
Tidak! Damian menggeleng kuat kepalanya, membuang jauh-jauh pikiran yang tiba-tiba saja terlintas di otaknya.
'Tok'
'Tok'
"Pak, Damian. Sekarang sudah jam satu siang, waktunya pertemuan kita dengan klien. " suara asisten pribadinya, membuat Damian tersadar dari pikirannya.
Mengangkat tangan kirinya untuk melihat jam yang bertengger apik di lengan kekarnya.
"Ah, iya. Mari kita pergi sekarang. " bangkit dari duduk kursi Kebanggaannya, Damian memperbaiki pakaiannya yang tampak sedikit kusut.
Kaki panjangnya melangkah lebar menuju pintu depan asistennya yang senantiasa mengikutinya dari belakang yang sibuk menjelaskan pembahasan pertemuan nanti.
"Niko." panggil Damian tiba-tiba membuat Niko terdiam seketika.
"Ya, pak? " sahutnya kemudian.
Tak ada balasan kembali dari Damian, laki-laki itu terlihat termenung.
"Pak, Damian? " panggil Niko sekali lagi.
"Ah, iya. Itu saya mau bilang, Helena hari ini ada mengirim pesan atau menelpon kamu?"
Alis Niko terangkat, menatap bingung pada Damian. Laki-laki itu tumben sekali menanyai hal yang amat di hindari dan dibenci Damian.
"Bu Helena, pak? Saya rasa tidak ada, bapak mau saya menelpon, bu Helena?" Niko pikir mungkin istri bosnya itu belum juga mengirim pesan atau menelpon Damian, karena memang biasanya Helena akan mengirim pesan atau menelpon ribuan kali walau tidak akan ada balasan apapun dari Damian.
Tapi kali ini, kenapa Damian tiba-tiba saja menanyai hal itu? Bukankah laki-laki itu seharusnya senang ya tidak di ganggu lagi oleh Helena?
"Ah, tidak usah. Kita pentingkan saja urusan kerjaan daripada hal yang tidak jelas. " balas Damian, setelahnya.
Lupakan sejenak pikirannya tentang wanita manja itu, Helena tak mengganggunya dengan pesan dan telepon bukankah itu hal bagus? Tidak akan ada yang membuatnya pusing dan kesal.
Ya, mari kita sibukkan dengan pekerjaan sekarang, itu lebih baik daripada memikirkan hal yang buang-buang waktu saja.
Tak terasa dua hari telah berlalu, dua hari ini Helena kerjaannya cuman makan, tidur dan memasak. Ah, iya. Ada lagi satu kegiatan terbaru yang di lakukannya kini.
berbelanja, menghambur-hamburkan uang! Hahahaha.
Di kehidupan sebelumnya. Helena mana pernah berbelanja seperti sekarang, kerjaannya dulu cuman berbakti dan berusaha menarik perhatian Damian saja, walaupun itu semua ujung-ujungnya sia-sia saja.
Walau kejam dan tak berperasaan. Damian ternyata tetap mengirimkannya uang bulanan, mana dengan jumlah yang tidak sedikit. Cukup kaget, melihat bagaimana sikap Damian padanya setiap hari.
Di kehidupan kali ini, mari kita lupakan urusan percintaan. Berbelanja tak mengenal waktu ternyata menyenangkan juga, Helena berbelanja banyak tidak akan membuat Damian seketika jatuh miskin, kan?
Omong-omong. Helena dua hari ini juga tidak mengganggu Damian dengan ribuan pesan dan telepon, sudah di katakannya di penghujung nafas terakhirnya. Helena berjanji tidak akan mencintai Damian seperti dulu-kehidupan pertamanya, rasa cinta itu mungkin masih ada di relung hatinya tapi Helena akan berusaha untuk menghapusnya secara perlahan-lahan.
Perjuangannya selama tiga tahun di sia-siakan, Helena tidak mau lagi kejadian dulu kembali terulang. Menunggu surat cerai yang akan di serahkan Damian nanti, Helena akan benar-benar pergi dari hidup Damian.
Untuk sekarang, mari kita kuras habis uang Damian. Rasa sakitnya dulu mungkin terbalaskan dengan berbelanja. Helena sekarang malah semakin memperhatikan penampilannya, wajahnya masih tetap cantik hanya saja kerutan dan pancaran wajahnya yang tampak redup membuat Helena memiliki rencana untuk mampir sebentar di salon, dia juga ingin memotong dan mengubah sedikit gaya model rambutnya yang tampak begitu kuno.
"Bu, ini makanan sama minumannya. " bi Ayu, satu-satunya Art dirumah minimalis ini datang dengan nampan berisi kue juga minuman yang di mintai Helena tadi.
Tadi Helena ada buat kue brownies coklat, saat hendak membersihkan diri setelah membuat kue. Helena meminta bi Ayu untuk membawakannya kue yang baru dibuatnya, tidak lupa dengan segelas minuman dingin sebagai pendampingnya.
Helena mengangguk, "Makasih banyak ya, bi. Kue separuhnya buat bi Ayu sama pak Tarno makan, atau gak dibawa pulang aja, saya tadi kayaknya buat kebayakan brownies." kata Helena, kepalanya mengangguk-angguk merasakan begitu enaknya brownies dibuatnya.
Bi Ayu emang gak kerja full dirumah, setelah jam lima sore nanti. Wanita baya itu akan pamit pulang ke rumahnya yang jaraknya tidak begitu jauh dari sini, bi Ayu sebenarnya bisa aja kalau mau tinggal di rumah Damian dan Helena, tapi wanita baya itu menolak mengingat ada anak gadis satu-satunya yang tinggal sendiri di rumah.
Bi Ayu tidak tenang untuk meninggalkan anaknya seorang diri dirumah, sedangkan suaminya sudah lama berpulang kemaha kuasa.
"Iya, bu. Makasih banyak, kalau begitu saya pamit kebelakang dulu. " anggukan kepala sebagai balasan dari Helena, kini dia tengah menikmati kue hasil buatannya sambil menonton tayangan film televisi didepannya.
Tak menyadari bahwa di belakangnya ada bi Ayu yang sedari tadi menatap bingung padanya, bingung akan perubahan Helena beberapa hari ini. Helena bukan majikan yang galak seperti sinetron yang pernah ditonton bi Ayu, maksudnya perubahan sikap Helena sekarang yang tidak pernah menelpon Damian lagi.
Biasanya di waktu seperti ini, bi Ayu akan mendengar gerutuan Helena karena teleponnya tidak di angkat Damian, tapi ini....?
Entahlah, bi Ayu bingung dengan hubungan rumah tangga majikan ini.
••••••
Damian kalut, bingung. Ini sebenarnya kenapa sih?! Sudah dua hari, dua hari! Helena tidak pernah lagi mengirimkannya pesan atau menelpon, Damian gusar, takut terjadi sesuatu dengan Helena dirumah.
Juga bingung dengan dirinya sendiri, kenapa dia bisa sepusing dan sekalut ini hanya karena Helena yang tidak pernah memberikannya kabar seperti biasa? Bukannya seharusnya Damian bahagia?
'Hhaahh'
Helaan nafas panjang Damian keluarkan, sebelah tangannya sibuk memijat pelan pelipisnya.
'Tok'
'Tok'
"Permisi pak, Damian?" Itu suara Niko.
"Masuk." sedikit menaikkan suaranya, Damian mempersilahkan Niko untuk masuk ke ruangan kerjanya.
"Bagaimana, sudah kamu dapat apa yang saya suruh? " tanya Damian tanpa basa-basi.
Niko menganggukkan kepalanya, "Sudah, pak. Informasinya yang saya dapatkan, dua hari ini bu Helena sibuk berbelanja pakaian, sepatu dan tas. "
Damian menaikkan alisnya tinggi-tinggi. Berbelanja pakaian, sepatu dan tas? Heum, suatu hal yang membingungkan dan baru diketahuinya. Setahunya, Helena itu tipe wanita yang tidak begitu suka berbelanja, setahun hidup bersama sebagai sepasang suami-istri. Damian belum pernah mendapatkan laporan apapun tentang Helena yang berbelanja.
Ya, kecuali berbelanja kebutuhan rumah dan dapur.
Damian gak masalah soal Helena yang berbelanja apapun, Damian setiap bulan memang akan memberikan uang yang memang menjadi hak Helena, walau terlihat begitu tidak menyukai Helena. Damian tidak akan setengah hati tidak memberikan Helena nafkah.
Mengelus dagunya setelah mendengar ucapan Niko, Damian mengerutkan dahinya. "Apa sesibuk itu dirinya sampai mengirim pesan satu kata saja tidak bisa? "
Niko jelas-jelas menatap bingung bosnya itu, kenapa harus uring-uringan saat Helena tidak memberikannya kabar? Bukannya ini adalah keinginan laki-laki itu?
"Bapak seharusnya senang dong, kalau bu Helena tidak ganggu lagi dengan mengirim berbagai macam pesan."
Niko menutup kembali mulutnya, menyesal sudah mengeluarkan suara yang malah mendapatkan tatapan tajam dari Damian.
Membuat nafas panjang, Damian kembali bersuara. "Kapan urusan pekerjaan di sini selesai? "
"Eumm, sekitar empat atau lima hari lagi, pak. "
Damian menaikkan alisnya mendengar jawaban Niko, tengah menimbang-nimbang sesuatu. "Dua hari selesai, bisa tidak? Saya mau pulang cepat. "
"Tapi, pak-
" Dua hari atau saya pulang sekarang juga?! " sela Damian cepat mengancam, membuat Niko membuang napasnya gusar.
"Lembur lagi dah~" gumamnya dalam hati, untung bosnya– orang yang telah menggaji dengan jumlah yang begitu Fantastik, walau kerjanya begitu melelahkan dan menguras tenaga dan emosi.
"Baik, pak! " setelahnya, Niko mengundurkan diri untuk kembali di meja kerjanya, sibuk mengutak-atik laptopnya agar pekerjaan ini dapat di selesaikan selama dua hari kedepan nanti.
Sementara Damian sudah tidak sabar untuk kembali pulang nanti, ingin melihat perubahan apa saja wanita itu. Di mulai dari tidak pernah menghubunginya lagi, dan sibuk berbelanja.
Heumm,, apakah ini taktik terbaru Helena untuk menarik perhatiannya? Damian menarik bibirnya ke atas akan pikirannya barusan.
"Setelah kepulangan ku nanti apakah kamu masih memainkan taktik murahan untuk menarik perhatian ku, Helena? "
Yang di bicarakan malah sibuk menghamburkan uang, Helena sedari tadi sibuk mengintari beberapa tokoh tas dengan merek terkenal, terhitung sudah ada tiga tas bermerek terkenal di jinjing oleh supir di rumahnya-lebih tepatnya supir pribadi milik Damian.
Karena pak Tarno-sang supir, biasanya bertugas untuk mengantar dan menjemput Damian ke tempat kerjanya, berhubung Damian tengah berada di luar negeri-urusan pekerjaan. Maka sang supir akan di ambil alihnya sebentar untuk beberapa hari ini.
"Selesai berbelanja, saya mau mampir sebentar ke restoran. Pak Tarno mau tidak ikutan saya makan dulu? Setelahnya saya mau mampir juga ke salon kecantikan." tanya Helena menawarkan pak Tarno untuk ikut makan bersamanya, berjam-jam berkeliling untuk mencari tas-perutnya tak terasa berbunyi, meminta untuk di isi segera.
"Gak usah, bu. Kebetulan tadi di rumah saya sudah makan, ibu sendiri saja yang makan, saya ke parkiran saja untuk menyimpan barang belanjaan sekalian juga menunggu ibu di mobil." tolak pak Tarno, dia benaran masih kekenyangan karena sebelum mengantarkan Helena berbelanja ke mall, pak Tarno sudah makan siang tadi di rumah, makan bersama bi Ayu.
"Oh, yaudah kalau begitu." Helena mengeluarkan uang beberapa lembar berwarna merah pada pak Tarno, "Ini buat pak Tarno beli makanan ringan buat ngemil, saya kayaknya bakal lama selesainya."
"Eh? Gapapa, bu. Gak usah. " tolak pak Tarno lagi, tangannya mendorong pelan uang pemberian Helena padanya.
"Ambil aja, pak. Pak Tarno pasti kebosanan sekali nungguin saya selesai nanti, bapak beli makanan aja buat ngemil di mobil, di terima ya pak kalau gak saya marah nih." paksa Helena, yang akhirnya pak Tarno mau tak mau menerima uang tersebut.
"Makasih banyak ya, bu. Kalau begitu saya pamit ke parkiran dulu. " Helena hanya mengangguk, melihat pak Tarno pamit pergi ke parkiran mobil di mall.
Helena membuang nafas panjang, "Enaknya makan apa ya? Mau makan berat tapi lagi malas. " gumamnya, sambil menyusuri tempat penjual makanan.
"Ah! Makan sushi saja, sudah lama sekali aku gak menikmati makanan dari Jepang selama menikah dengan Damian. " kakinya melangkah masuk kedalam resto sushi yang tampak begitu ramai pengunjung. 'Pasti sushi di sini enak-enak. ' pikirnya sambil menyusuri seisi resto untuk mencari tempat kosong.
Mendapati meja kosong, Helena melangkah cepat dan duduk di situ. Pelayan tiba-tiba saja datang menghampirinya untuk menanyakan pesanannya, menyebut semua berbagai macam sushi yang dulu-saat dirinya masih lajang, sering makan.
Helena menganggukkan kepalanya saat pelayan pamit undur untuk menyiapkan pesanannya, selagi menunggu. Helena sibuk bermain ponsel, membuka sosial medianya yang sudah lama sekali tidak dibuka.
Lagi sibuk-sibuknya dengan dunianya, tepukan pelan di bahunya mengagetkan Helena.
"Kamu Helena, kan? " seru laki-laki itu sebagai pelaku yang menepuk bahu Helena tadi, laki-laki itu langsung saja duduk di tempat Helena, duduk di kursi di hadapannya.
"Kamu ingat aku, gak? Bagas Irawan, teman kuliah mu dulu, ingat gak? "
Helena menyergit dahinya, berusaha untuk mengingat laki-laki di hadapannya ini.
Matanya membola, baru mengingat. "Ah? Bagas-Bagas Irawan, jurusan kedokteran, aku ingat sekarang." ucapnya antusias karena mengingat siapa laki-laki di depannya.
Bagas ketawa pelan, responnya- saat melihat Helena yang tampak lucu saat kembali mengingat dirinya. "Kamu gimana kabarnya? Setelah lulus kuliah kamu gak ada kabar lagi, bahkan reunian kampus angkatan gak pernah kamu hadir. "
"Bahkan nomor kamu gak pernah aktif lagi saat ku hubungi untuk meminta bertemu. " imbuhnya.
Helena kikuk sendiri mendengar semua ucapan Bagas, ya sebelum dirinya sibuk dengan pernikahan dinginnya ini. Helena dulu tengah sibuk dengan urusan pekerjaannya, setelah lulus kuliah. Helena kembali ke kampung halaman rumahnya bersama orangtuanya dulu untuk mencari kerja, Helena emang merantau di jak*rta untuk melanjutkan kuliahnya dengan hasil mendapatkan beasiswa prestasi, dan kemudian datanglah kakek Damian yang memintanya untuk menikah dengan Damian.
Orangtua Helena dan Damian ternyata bersahabat, pernah berbuat janji untuk menjodohkan anak mereka di kemudian hari. Orangtua Damian telah meninggal namun sebelum menghembuskan nafas terakhir, mereka memberikan amanat dengan mencari anak sahabatnya dulu (orangtua Helena sudah meninggal duluan saat Helena baru menginjak sekolah SMA) dengan berbekalan alamat rumahnya, kakek Damian datang dan mengucapkan semua apa yang orangtua Damian amanat kan.
Helena mau tak mau menerima, apalagi ini amanah orangtua mereka. Dan makin di setujuinya saat melihat langsung bagaimana rupa Damian, Helena jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Aku dulu pulang kampung, Gas. Di Sur*baya. Cari kerjaan di sana, rumah orangtua ku juga sudah lama terbengkalai makanya setelah lulus aku langsung balik. " jelasnya panjang lebar.
Bagas mengangguk mengerti mendengar penjelasan Helena. "Terus sekarang gimana? Kamu masih kerja? Pindah disini? "
"Aku udah nikah, udah jalan setahun. Setelah pulang kampung dan berkerja, ada kakek dari suami ku dulu datang memberitahukan amanat orangtua ku dan suamiku yang meminta kami berdua menikah, istilahnya nikah perjodohan. "
Wajah Bagas entah mengapa langsung murung saat mendengar bahwa Helena telah menikah, Bagas dulu menyukai Helena makanya dia berusaha mendekati wanita itu walau masih sebatas status sahabat, karena niatnya akan mempersunting Helena setelah dirinya sudah bekerja kelak nanti.
Tapi wanita itu sudah keduluan menikah.
"Kalau kamu gimana? Udah jadi dokter spesialis jantung sekarang?" giliran Helena yang bertanya.
"Ah, iya. Aku kerja di salah satu rumah sakit terbesar sini. " jawab, Bagas. Wajah murungnya terganti dengan senyuman.
"Selamat ya, aku turut senang mendengarnya walau ucapan selamat ku terlambat. Kalau untuk pasangan kamu gimana? Udah nikah atau punya pacar? " bertepatan dengan pertanyaannya, pelayan datang membawa pesanannya. Dirinya juga menawarkan pada Bagas apalagi pesanannya lumayan banyak.
"Masih sendiri seperti yang kamu lihat sekarang, niatnya setelah mendapatkan kerja aku ingin mempersunting perempuan yang ku sukai tapi ternyata dia sudah menikah. " Bagas kembali murung, menatap wajah Helena yang sibuk menyuapkan sushi ke mulutnya.
"Jangan sedih begitu dong, mungkin kalian belum berjodoh, perempuan lain kan masih banyak di luaran sana. Juga, mana ada yang akan menolak pesona dokter seperti kamu. " Helena terlihat menghibur Bagas, tanpa tau bahwa perempuan yang di sukai laki-laki itu ternyata dirinya.
"Ini makan sushi nya, biar kamu tidak bersedih lagi. Sebagai tanda juga reunian kita karena sudah lama tidak bertemu lagi. " Helena menyerahkan sepiring sushi di hadapan Bagas, membuat laki-laki itu mau tak mau menerimanya, mengingat dulu juga mereka kadang suka mampir bersama untuk makan sushi seperti ini.
"Kamu ke sini datang sendiri apa dengan suamimu? Aku ingin berkenalan dengannya."
"Suamiku? Dia tengah perjalanan bisnis di luar negeri." jawab Helena pelan, kembali menyuapkan sushi ke mulutnya.
Kalaupun Damian ada dirumah, laki-laki itu mana sudi mau mengantarkannya berbelanja. Melihat mukanya saja, laki-laki itu sudah begitu sangat muak.
"Seperti itu? Jadi kamu ke sini dengan siapa? Apa pulang nanti mau ku antarkan? " Bagas menawarkan tumpangan agar bisa pulang bersama dengan Helena, dirinya ingin berlama-lama mengobrol dengan Helena.
Helena menggeleng kepalanya pelan, "Aku ada supir yang mengantar tadi, sedang menunggu di parkiran. "
Bagas akhirnya mengangguk mengerti, walau ingin sekali pulang bersama tapi Bagas tidak bisa memaksa. Apalagi status Helena adalah istri orang, apa kata orang nanti melihat Helena yang pulang di antar laki-laki lain selain suaminya.
"Jadi setelah ini kamu mau langsung pulang? " tanyanya kembali. Dan lagi-lagi mendapatkan gelengan kepala dari Helena.
"Sehabis makan, aku berencana ingin mampir ke salon sebentar. "
Hidup Helena semakin berubah sekarang, suaminya seorang pengusaha, dibandingkan dengan dirinya. Bagas bukanlah apa-apa.
Terdiam. Keduanya mulai sibuk menikmati sushi, kadang Bagas bersuara untuk kembali bernostalgia saat di jaman mereka kuliah dulu.
Saking asiknya sampai tak menyadari bahwa ada seorang laki-laki, berpakaian serba hitam yang mengambil foto keduanya dengan diam-diam.
Setelah menghabiskan se-jam untuk makan sushi sambil mengobrol. Helena akhirnya bisa keluar restoran dan melangkah menuju salon, keduanya harus menghentikan percakapan saat Bagas mendapatkan panggilan darurat dari rumah sakit tempatnya bekerja.
Bagas meminta maaf karena obrolan keduanya harus terpaksa terhenti, sebelum pergi. Bagas menyempatkan untuk menukar nomor telepon dengan Helena.
Dan disinilah Helena sekarang tengah duduk setengah berbaring nyaman di salah satu salon di mall. Karena wajahnya tampak begitu lesuh dan keruh, Helena memilih untuk melakukan perawatan wajah dengan bonus pijatan di kakinya. Makanya Helena begitu menikmati sambil memejamkan matanya.
Rasa geli dan dingin di rasakan di wajahnya, membuat rasa kantuk kini menyerangnya. Sepertinya salon ini akan menjadi tempat favoritnya. Helena akan menandai nanti.
"Rambutnya tidak sekalian melakukan perawatan, nyonya? Biar rambut nyonya semakin mengkilat dan halus seperti kapas. " salah satu karyawan salon yang tengah sibuk dengan wajahnya itu bersuara, membuat Helena yang tengah terpejam menikmati, memaksa membuka matanya.
"Oh, apa bisa? Saya juga sebenarnya ingin memotong rambutku yang tampak kuno dan kaku, akan ku kasih uang tip nanti untuk kalian berdua. " Helena berucap dengan karyawan yang memijat kakinya yang sedari tadi menyimak.
Kedua karyawan perempuan itu seketika membinarkan matanya.
"Bisa! Bisa nyonya. " karyawan perempuan yang tengah memijat kaki Helena langsung merespon dengan semangat.
"Ah, baiklah. Lakukan dengan perawatan rambut juga, untuk potongan rambutnya, ku percayakan pada kalian berdua. " ucapnya sebelum kembali memejamkan mata.
Kedua karyawan itu dengan cepat mengerjakan apa yang di minta Helena, memotong rambut lurus panjang Helena yang memang tampak begitu kuno di zaman modern seperti sekarang ini. Keduanya melakukan dengan hati-hati dan perlahan, takut membangunkan Helena yang tengah tertidur nyenyak atas perawatan yang tengah di lakukannya.
Helena tanpa sadar tertidur nyenyak hingga sejaman lebih lamanya atas perawatan yang di lakukannya, benar-benar enak dan memanjakan tubuhnya yang bangun-bangun langsung terasa segar dan ringan. Helena menatap puas hasil kerja kedua karyawan itu di depan cermin, senyumnya tak menghilang sembari meneliti tatanan dan potongan baru rambutnya.
Rambut yang awalnya memanjang kini sudah terpotong di bawah bahu, model korean bob. Helena suka sekali dengan perubahan rambutnya, belum lagi wajahnya tampak begitu segar dan berseri, dua karyawan tadi sepertinya memberikan sedikit riasan natural di wajahnya.
"Yaampun, aku tak menyangka hasilnya akan memuaskan seperti ini. Karena riasan wajah dan potongan rambut baru, wajahku tampak lebih mudah seperti 23 tahun. " serunya bahagia, tak henti-hentinya memuji penampilan barunya.
"Seperti janji ku tadi, ini.... " Helena merogoh tas bermerek nya, mengambil dompet yang begitu tebal dan mengeluarkan belasan lembar uang berwarna merah , "Ini tip untuk kalian, atur saja bagi berapa-berapa. Aku senang sekali dengan pelayanan salon ini, lain kali aku akan mampir lagi ke sini. " Helena menunjukkan senyum sumringahnya, tak kalah sumringahnya dua karyawan tadi setelah mendapatkan tip begitu besar dari Helena.
"Kami menunggu, nyonya. Bila anda datang kami akan memberikan diskon nanti. " salah-satunya menjawab begitu semangat.
"Oke-oke, ku pegang ucapan mu barusan. Lalu di mana aku membayar semua perawatan ini? " tanya Helena bersiap untuk kembali pulang ke rumahnya, menanyai di mana tempat untuk membayar.
"Oh, sini nyonya! Mari ikuti saya. "
Helena mengangguk, mengikuti karyawan perempuan itu melangkah, tangannya tak henti memegang rambutnya yang tampak begitu halus seperti kapas. Kepalanya terasa lebih ringan, rambutnya juga begitu wangi di ciumnya.
"Sini, nyonya."
Setelah melakukan proses pembayaran. Helena pamit untuk pulang, mengecek jam di ponselnya sebentar yang menunjukkan pukul 4 sore. Pak Tarno di mobil pasti kebosanan sekali menunggunya yang begitu lama.
Sesampainya di tempat parkiran dan mendapati mobil Damian yang di gunakannya untuk ke mall. Helena langsung menghampiri dan masuk ke dalam, terdapat pak Tarno yang tengah tertidur pulas di depan kursi mengemudi.
"Pak, pak Tarno. " panggil Helena sambil menepuk pelan bahu pak Tarno.
Pak Tarno langsung terbangun saat merasakan tepukan di bahunya, "Eh, ibu. Mau langsung balik pulang, bu?" pak Tarno mengusap wajahnya yang keringat, kebiasaannya kalau tengah tertidur.
"Emm, iya pak. Kita langsung pulang saja, biar bapak bisa lanjut tidur di rumah nanti. " ucapannya, Helena tak henti-hentinya menatap pantulan wajahnya di kamera ponselnya.
Melakukan beberapa potret dirinya, Helena berencana akan memposting story di sosial medianya. Tampilan barunya ini akan Helena pamerkan pada orang-orang sosial media, juga sudah begitu lama sosial medianya itu menganggur tidak pernah di mainkannya.
Padahal dulu, Helena termasuk orang yang aktif sekali bermain sosial media, walaupun tidak pernah memposting. Tapi Helena akan mengupload story, mengupload kegiatan sehari-harinya, atau kadang memposting wajahnya yang memang dulu selalu ada saja yang akan memuji.
Yang satu itu, jangan mengatai Helena narsis atau bagaimana. Walau ditolak ribuan kali sama Damian, Helena ini juga salah-satu perempuan populer di kampusnya dulu, selain karena kepintarannya, Helena juga memiliki wajah yang begitu cantik.
Bagas saja salah satu primadona kampus yang memiliki ketampanan seperti artis Hollywood, menyukai Helena.
Kalau soal Damian, kayaknya mata laki-laki itu emang bermasalah. Wajah cantik Helena malah dikatainnya seperti gembel. Kurang ajar emang!
'Ting'
'Tig'
'Ting'
Baru dua menit memposting wajahnya, puluhan chat masuk menyerbu sosial medianya. Rata-rata teman kampusnya yang heboh akan kemunculannya yang tiba-tiba, apalagi sudah bertahun-tahun Helena hilang kabar.
'Hoamm'
Helena menguap lebar, rasa kantuk tiba-tiba menyerangnya. Setelah membalas pesan-pesan dari temannya yang kebanyakan menanyai kabar dan sebagainya, Helena mematikan ponselnya. Dirinya butuh tidur sejenak.
"Pak, nanti kalau sudah sampai di rumah. Bangunin saya ya, saya mau tidur sebentar. " ucap Helena, mengatur posisi badannya senyaman mungkin untuk dirinya memulai tidur.
"Baik, bu. " setelahnya, Helena benar-benar memejamkan matanya. Sudah tertidur begitu nyenyak, bahkan saat mobil sedikit terguncang karena melewati polisi tidur, Helena tidak merasa terganggu sedikitpun, tidurnya malah begitu semakin nyenyak saja.
•••••••
Sementara di negara seberang sana. Damian tampak begitu uring-uringan.
Gak tau yahh. Damian beberapa hari ini suka banget uring-uringan, Niko yang lihatnya greget sama pusing sendiri. Kalau kemarin-kemarin masalah karena Helena, terus sekarang kenapa nih?
"Sialan! Awas kau Helena, tunggu kepulangan ku nanti, akan aku beri perhitungan! "
Niko yang dengar udah buang nafas panjang. Helena lagi, masalah bos-nya ini sebenarnya apa sih? Diganggu Helena, kesal bawaannya mengamuk terus. Giliran Helena udah cuek, malah makin uring-uringan dia.
Siapapun tolong bawa Niko dari sini, dia sudah tidak kuat mengahadapi Damian yang begitu plin-plan.
Pada mau tau tidak kenapa Damian kayak cacing kepanasan? Itu karena tadi dia iseng-iseng buka sosial media. Eh, malah muncul akun sosmed Helena yang mengupload story. Damian iseng buka, gak aneh-aneh sih storynya, cuman wajah Helena yang begitu memukau dengan tampilan rambut barunya. Wajahnya juga tampak begitu fresh dengan makeup natural mempoles wajah Helena.
Storynya Helena gak sampai buat Damian uring-uringan, yang bikin dia naik pitam itu karena repost-an orang-orang story Helena yang kebanyakan para lelaki mata keranjang.
Damian jengkel, apalagi di repost-an itu di kasih emoticon love segebon.
"Dasar alay! " cibirnya begitu jengkel.
Kalian pasti bertanya-tanya, kok bisa Damian bisa tau story Helena? Emang Damian ada mengikuti sosmed Helena? Dan jawabannya adalah, dulu semasa kuliah Damian emang pernah saling followan sama Helena, itu dulu sekaliii...
Hubungan keduanya tidak bisa dibilang dekat sih. Namanya masa-masa kuliah, saling follow sesama satu kampus udah biasa, apalagi dulu Helena cukup terkenal di lingkungan kampus karena kecantikannya yang selalu di kagumi para lelaki, begitu pun juga teman se perkumpulan Damian dulu.
Dulu Damian kenal Helena, tapi kalau Helena sendiri dia gak pernah tau Damian. Bahkan sampai sekarang pun Helena gak tau kalau dia sama Damian dulu pernah sekampus, walaupun beda angkatan. Damian senior.
Saling follow sosmed juga, Damian duluan yang follow Helena dan di follow balik Helena. Itupun Helena gak ngecek sosmed Damian pas mau follow balik, gak penting katanya, buang-buang waktu.
"Perempuan sialan kamu, Helena! " marah Damian sampai mengatai Helena, mulut Damian emang gak jauh dari umpatan kasar untuk Helena.
"Pak, Damian. "
"Apa?! " bentak Damian masih dengan emosi yang menggebu-gebu, Niko sampai menelan ludahnya dengan susah payah.
"A-nu, pak. Saya mau kasih laporan yang bapak suruh tadi. " Niko memberikan 'laporan' yang di maksudnya. Menyerahkan ponsel bobanya yang menampilkan foto Helena yang tengah duduk di restoran bersama laki-laki, disitu keduanya tampak begitu bahagia dengan tawaan yang menyinari di foto tersebut.
Kemudian....
'Brakk'
Ponsel milik Niko langsung hancur lebur dibanting Damian, emosi laki-laki itu makin meningkat. Mungkin asap-asap di atas kepalanya akan bermunculan.
Niko lagi-lagi menelan ludahnya susah payah, menatap nanar ponselnya yang tergeletak tak terwujud itu. Salah dia juga malah kasih 'laporan' di saat mood Damian lagi gak bagus.
Kalau boleh jujur. Niko sebenarnya sengaja kasih lihat foto Helena sama laki-laki itu, melihat Damian tampak begitu meledak-ledak, sekalian saja dibuat makin meledak.
Niko masih kesal ya, karena bos-nya itu seenaknya saja minta diar lembur. Apalagi suka marah-marah dengan hal yang gak jelas. Walaupun ponselnya harus terkorban kan, tapi tenang aja. Damian bakal tanggung jawab kok, sehabis ngebanting ponsel Niko, Damian bakal ganti beli baru yang lebih bagus dan mahal.
Niko tau itu, soalnya ini bukan yang pertama kalinya. Hahaha.
"Keluar, Niko. Sampai tiga jam nanti jangan ganggu saya, kalau ada klien datang meminta bertemu, usir saja. " perintah Damian mutlak, Niko lagi-lagi ya harus mengangguk mengerti.
"Baik, pak. Kalau begitu saya pamit keluar. " Niko membalikkan badannya untuk kembali di meja kerjanya.
"Niko." panggil Damian, saat Niko sudah di ambang pintu, siap untuk keluar dari ruangan bos galaknya itu.
"Ponsel kamu, nanti saya transfer uangnya sebagai ganti ponsel kamu yang rusak gara-gara saya tadi. " ucap Damian, benarkan apa yang dibilang Niko tadi!
"Baik, pak. " setelahnya, Niko benar-benar sudah keluar dari ruangan Damian. Kembali sibuk dengan lembaran-lembaran penting yang harus dikerjakannya dengan cepat.
Sementara Damian didalam, hawa emosi masih menyelimutinya. Meremas ponselnya sebentar, Damian menyimpan kasar benda persegi diatas meja. Badannya bersandar pada kursi, hembusan nafas kasar dikeluarkannya.
"Awas saja kamu nanti, Helena. Akan kuberi hukuman karena sudah membuat ku seperti ini. " gumamnya dengan dengusan kesal setelahnya dikeluarkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!