Setelah kemenangannya yang mengejutkan melawan Kuro, Riko merasa seperti seorang selebritas yang tiba-tiba terkenal karena viral. Setiap langkahnya seolah-olah diikuti oleh sorakan orang-orang—meski itu hanya dalam imajinasinya sendiri. Sorakan itu terdengar keras di kepalanya, tapi sebenarnya, mereka hanya suara langkah-langkah kaki Tatsu yang berjalan di belakangnya.
"Tatsu, serius deh, gue kayaknya baru dapet Nobel," kata Riko sambil berjalan di trotoar, menghindari genangan air yang bisa membuat sepatu Adidas barunya rusak. "Gue kira, lo tau, kalau lo menang di arena, dunia bakal ngeliat lo kayak pahlawan gitu. Ternyata, gue malah dapetnya... sorakan dari tetangga."
Tatsu, yang tengah menyantap burger dengan mulut penuh, hanya meliriknya dan meringis. "Bro, lo itu baru menang satu pertarungan. Lo bukan jadi pahlawan, lo cuma jadi... bahan tontonan. Orang-orang cuma nunggu lo kalah buat ngeliat drama. Mereka lebih suka lihat lo jatuh daripada lihat lo jadi juara."
Riko berhenti sejenak dan menatap Tatsu dengan bingung. "Serius, Tatsu? Jadi gue nggak jadi pahlawan?"
Tatsu mengangkat bahu. "Tergantung gimana lo ngeliatnya. Kalau lo jadi pahlawan, berarti mereka semua bakal nyari lo buat nyelametin dunia. Kalau lo jadi bahan tontonan, ya... ya lo bakal jadi meme."
"Meme?" tanya Riko sambil memutar otak. "Jadi maksud lo, kalau gue kalah, mereka bakal bikin gambar gue lagi jongkok sambil nangis pake tulisan, 'Ketika lo pikir bisa menang, tapi malah jatuh kayak idiot'?"
Tatsu tertawa keras. "Persis. Makanya, hati-hati kalau lo terus-terusan pamer kemenangan lo. Gue tau lo excited, tapi dunia itu jahat, bro. Mereka nggak peduli lo menang, yang mereka peduliin cuma lo bakal bertahan sampai kapan."
Riko cuma bisa menghela napas. Kadang, Tatsu bisa jadi teman yang motivasional, kadang juga kayak orang yang mau bikin mental lo down. Tapi dia tahu, Tatsu selalu ngomong jujur. Mungkin terlalu jujur.
---
Keptesan Setiap Langkah
Seiring dengan berjalannya waktu, Riko mulai merasakan perubahan yang semakin jelas. Setiap langkahnya di jalanan terasa lebih berat, seperti ada yang mengawasinya dari kejauhan. Memang sih, dia nggak jadi selebriti dunia nyata, tapi bisa dibilang dia kayak selebriti lokal di lingkungan sekitar—tapi selebriti yang susah banget tidur karena takut ada yang ngintip lewat jendela.
"Lo merasa nggak sih, Tatsu? Ada yang aneh di sekitar sini?" Riko bertanya sambil melangkah dengan hati-hati, seperti lagi melintasi zona perang. "Seperti ada mata-mata yang ngeliatin gue dari setiap sudut."
Tatsu yang sedang menikmati secangkir kopi sambil duduk santai di bangku taman hanya menatapnya tanpa ekspresi. "Lo mulai paranoid, bro. Lo nggak bisa hidup terus-terusan dalam ketakutan kayak gitu. Coba pikirin, lo baru menang satu pertarungan, bukan baru dapet saham perusahaan besar."
Riko menggeleng, tetap merasa ada yang nggak beres. "Tapi gue nggak bisa ngerasain kelegaan, Tatsu. Ada yang selalu ngikutin gue. Dan itu bukan fans, bro. Gue lebih ngerasa kayak... target."
Tatsu menatap Riko dengan senyum setengah maksa. "Lo lagi kepikiran buat berhenti jadi petarung, ya? Jangan bilang lo pensiun gara-gara takut jadi bahan tontonan terus."
"Ya enggak juga," jawab Riko dengan cemberut. "Cuman gue ngerasa... kalau terus-terusan kayak gini, bisa jadi gue yang jadi meme selanjutnya."
Tatsu tertawa terbahak-bahak. "Tuh kan, akhirnya lo paham! Jangan mikir yang aneh-aneh, bro. Lo tuh masih muda. Dunia ini penuh dengan tantangan dan meme. Lo pilih mana, jadi meme atau jadi legenda?"
Riko hanya bisa menggeleng sambil nyengir. "Gue lebih milih jadi legenda yang nggak dikejar-kejar orang gila."
---
Pagi yang Aneh
Keesokan paginya, setelah Riko tidur hanya beberapa jam, dia terbangun dengan perasaan aneh. Seperti ada yang nggak beres. Mungkin ini akibat kebanyakan mikirin komentar orang di media sosial tentang kekalahannya nanti, atau mungkin karena malam itu Tatsu ngajak dia nonton film horror yang bikin tidur nggak tenang. Tapi apapun itu, pagi itu perasaan tidak nyaman itu semakin kuat.
Tatsu yang sedang sarapan sambil menatap layar ponselnya dengan serius tidak terlihat terpengaruh dengan suasana hati Riko. "Lo tahu, nggak, bro, kalau ada orang yang pengen ketemu lo?"
Riko yang baru selesai mengusap wajahnya, menatap Tatsu dengan heran. "Ketemu gue? Serius, siapa yang pengen ketemu gue? Gue baru menang satu kali, loh. Jangan-jangan... itu salah satu mantan pacar yang datang nuntut."
Tatsu hanya meringis dan mengangkat bahu. "Bukan. Dia bilang mau ngomong soal 'kesempatan besar.'"
Riko mengerutkan dahi. "Kesempatan besar? Lo yakin itu bukan jebakan? Ada yang mau jualan produk MLM apa gimana?"
"Ya lo nggak tahu juga," kata Tatsu, menyandarkan punggungnya di kursi. "Namanya Ryo, dia katanya petarung yang baru banget muncul di arena. Gue nggak tahu banyak tentang dia, tapi katanya dia punya hubungan dengan orang-orang penting yang bisa bantu lo untuk lebih terkenal."
Riko langsung mencocokkan hal itu dengan berbagai kemungkinan yang ada di kepalanya. "Oke, jadi sekarang gue diculik sama orang penting biar jadi petarung terkenal, atau... ya, mereka ngincer gue buat jadi headline baru di berita? Gue sih nggak yakin, Tatsu. Lebih baik gue pakai jas hujan kalau ketemu orang aneh gini."
Tatsu menepuk bahu Riko. "Gue bilang hati-hati, bro. Tapi lo juga harus ngambil langkah, atau lo nggak akan tahu apa yang bisa lo dapetin."
---
Dengan perasaan campur aduk, Riko akhirnya bersiap menemui Ryo. Dia nggak tahu apakah ini kesempatan emas atau cuma jebakan, tapi satu yang pasti: kalau ini jebakan, setidaknya dia bisa bikin komedi sambil berkelahi.
Dengan langkah pelan, Riko mengikuti Tatsu ke tempat yang sudah ditunjukkan Ryo. Namun, perasaan aneh itu masih terasa di hatinya. Apakah ini pertarungan yang akan mengubah hidupnya, atau cuma lelucon lain yang sedang menunggu untuk jatuh ke dalam perangkapnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments