lebih memilih untuk pergi ke sisi Tuhan

Di koridor rumah sakit, dengan tatapan yang kosong Althaf fokus pada lampu ruang operasi yang masih menyala. Saat sedang meeting dengan petinggi di perusahaannya, Althaf dikabari jika Alena terjatuh di tangga dan tidak sadarkan diri. Tanpa banyak bicara, mendengar kabar tersebut dia langsung meninggalkan ruang meeting dan melakukan mobilnya sendirian tanpa Gilbert.

Kondisi Alena yang banyak kehilangan darah karena terlambat dibawa ke rumah membuat kondisinya kritis. Apalagi luka retakan di kepala Alena menambah parah kondisinya. Althaf merasa separuh jiwanya hilang, tak membayangkan jika Alena harus meregang nyawa di meja operasi.

Kondisinya yang kalut membuat Althaf tak mampu berfikir. Di dalam pikirannya hanya menginginkan Alena selamat, bahkan dia sempat mengancam membakar rumah sakit jika nyawa Alena tidak dapat tertolong.

Terdengar bunyi langkah kaki yang berjalan cepat, dialah Gilbert yang baru saja tiba di rumah sakit setelah membereskan urusan pekerjaan di perusahaan. Mau tidak mau, Gilbert bertanggung jawab atas meeting hari ini apalagi kondisi perusahaan sedang tidak baik-baik saja setelah inflasi di negara A membuat salah satu cabang perusahaan harus diakuisisi.

“Tuan,” ucap Gilbert dengan sendu.

Tak pernah dia melihat kondisi Althaf yang terlihat sangat kacau setelah kematian kedua orang tuanya. Althaf yang terlihat tegas, kejam dan egois menyimpan sisi lemahnya dan itu hanya diketahui oleh Gilbert. Selain itu Althaf yang memiliki penyakit kelainan mental, akan mudah terpancing emosi jika trauma masa lalunya kembali terulang. Althaf tak bisa kehilangan atau ditinggalkan oleh sesuatu atau seseorang yang dekat dengannya.

Meskipun perlakuan Althaf kepada Alena selalu menindas dan bertindak seenaknya, tetapi Alena lah yang menemani hari-hari Althaf di rumah pribadinya. Hanya Alena yang bisa menemani tidur Althaf sepanjang malam tanpa bermimpi buruk. Hanya Alena yang sabar menerima segala perlakuan buruk Althaf dan tak pernah sekalipun berniat untuk meninggalkannya.

“Gill, Alena Gill. Apa dia akan pergi seperti papa dan mama?” tanya Althaf dengan sendu.

Kedua matanya berkaca-kaca namun berusaha untuk tidak menangis.

“Berdoalah kepada Tuhan, Tuan. Tapi saya yakin Nyonya Alena adalah wanita yang kuat,” jawab Gilbert.

Althaf berusaha berdiri, mensejajarkan posisinya dengan Gilbert. Dengan kuat Althaf mencengkram kedua lengan Gilbert bagian atas.

“Alena tidak akan pergi kan Gill, selamanya dia milikku kan. Setelah ini, jika Alena selamat akan saya kurung dia di dalam kamar hingga tak ada seorangpun yang akan menyakitinya kembali. Dan Alena juga tidak akan bisa pergi kemana-mana,” imbuh Althaf dengan sorot kedua matanya yang memerah, Gilbert hanya bisa menahan sakit.

“Tu-tuan, ji–jika Nyonya Alena yang ada di dalam sana mendengar ucapan Tuan, Nyonya mungkin lebih memilih untuk pergi ke sisi Tuhan.” Gilbert terpaksa berkata demikian karena merasa kesal sekaligus sakit hati dengan ucapan Althaf.

Bruuuggghhhh

Rasa anyir darah mulai menguar, Althaf tak sanggup lagi menahan amarahnya dan memukul Gilbert. Tapi Gilbert tidak marah, dia berusaha untuk membuat Althaf sadar. Pikirannya yang impulsif jangan sampai merusak kesadarannya untuk saat ini dan mengendalikan Althaf untuk bertindak seenaknya.

“Siapa!!!”

“Nyonya Ruby dan dua pelayan, Tuan,” jawab Gilbert dengan lancar.

Tanpa bertanya dengan banyak bicara, Gilbert seolah bisa mengetahui apa isi pikiran Althaf.

“Wanita siaalan, beraninya dia mengabaikan perintah saya agar tidak mengganggu boneka kesayanganku,” geram Althaf sambil mengepalkan tangannya hingga kuku-kukunya memutih.

“Kembali ke rumah!!”

Althaf berjalan dengan sangat cepat, meninggalkan Alena yang masih berjuang di meja operasi. Gilbert mengekor di belakang dan memastikan tuannya tidak bertindak sembrono. Tak lupa Gilbert meminta dua orang bodyguard untuk berjaga dan memberitahu jika proses operasi Alena sudah selesai.

...⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐...

Tak

Tok

Tak

Tok

Bunyi ketukan hak sepatu dengan lantai begitu menggema di rumah Althaf yang besar. Tak terlihat seorangpun yang berada di dalam rumah. Para pelayan pun lebih memilih menyingkir dan tak terlihat oleh tuannya agar bisa selamat dari penyiksaan. Mereka masih merasa ngeri saat dua orang pelayan diseret paksa dan digantung di halaman belakang dalam kondisi siang terik.

Althaf berjongkok, melihat jejak darah Alena yang tercecer di lantai. Beberapa anak tangga pun terlihat noda darah di ujungnya. Napasnya mulai menderu, membayangkan saat tubuh Alena terjatuh dan terguling dari atas tangga. Dia bersumpah akan membuat pelakunya menanggung akibat yang sama.

“Maaf Tuan, jejak Nyonya Ruby tidak ada di rumah. Menurut penjaga gerbang beliau telah pergi satu jam yang lalu,” lapor salah satu anak buah Althaf.

‘Wanita ular sialan!!’ umpatnya dalam hati.

“Dalam waktu 30 menit cari dan seret wanita itu kembali ke sini!!” Althaf memberikan perintah. Aura kelamnya begitu terasa hingga hawa berada disekitarnya.

Berjumlah sepuluh orang anak buah Althaf langsung bergegas mencari keberadaan Ruby. Bagi mereka sangat mudah untuk mencari dimana Ruby berasa. Akses CCTV disepanjang jalan, keberadaan GPS di mobil dan perhiasan yang wanita itu kenalan tentu menjadi petunjuk bagi mereka. Tak butuh waktu lama, lima menit mereka sampai di lokasi tempat Ruby berasa.

Setelah mengetahui jika Althaf marah saat Alena jatuh dan kondisinya sekarat, Ruby langsung kabur dan lari ke rumah ayahnya. Dia meminta perlindungan agar tidak dihabisi oleh Ayahnya. Namun sebagaimana ketatnya penjagaan di rumah ayah Ruby tetap dapat diterobos dengan mudah oleh para anak buah Althaf. Mereka adalah orang-orang terlatih yang memiliki kemampuan khusus dan dibekali dengan kemampuan bela diri yang sangat tinggi.

Ruby akhirnya bisa dibawa pulang dan siap untuk mendapatkan hadiah manis dari Althaf.

Hampir dua jam Ruby tidak sadarkan diri, dengan posisi tubuh berdiri dan kedua tangannya terikat digantung. Di sebuah ruangan khusus Althaf masih menunggu istri keduanya itu sadarkan diri. Tangannya sudah gatal ingin melakukan sesuatu.

“Tuan, tolong batasi diri anda. Jangan sampai kejadian hari ini akan mengganggu anda di masa depan,” ucap Gilbert memperingatkan Althaf

“Tenang saja, saya hanya memberikan pelajaran karena sudah berani membantah perintah saya agar tidak mengganggu Alena. Jika bukan karena investasi ayahnya, hari ini adalah hari terakhirnya bisa menghirup oksigen,” ucap Althaf tenang.

Jangan ditanyakan bagaimana nasib dua orang pelayan tersebut, tentu saja Althaf tidak membiarkan mereka dapat bernapas kembali. Mereka berdua dimasukkan ke dalam sebuah kolam berisikan es dan dibiarkan hingga mereka meregang nyawa. Tak ada satupun yang bisa lolos dari hukuman seorang Althaf.

“Uuugghhhh.”

Terdengar lenguhan dari wanita di depan Althaf, seringai senyuman liar pun seketika muncul di bibir tebal itu. Cambukan yang telah dipersiapkan sejak tadi akhirnya akan segera dipergunakan.

Perlahan Ruby mulai membuka matanya dan mengumpulkan kesadarannya, meskipun belum terlalu jelas namun dia tahu Althaf ada dihadapannya saat ini. Wangi parfum khas milik Althaf meyakinkan Ruby jika suaminya itu ada tepat di depannya.

Mendadak aura dingin dan seluruh rambut halus di permukaan kulitnya berdiri tegak. Pancaran aura pembunuh terlalu kentara dan dapat dirasakan dengan jelas. Nyali Ruby menciut, lidah dan bibirnya seolah kaku tak berucap apapun.

Cetar

Cetar

Bunyi lantai keramik yang beradu dengan ujung tali cambuk, terdengar menggema di ruangan tersebut. Ruby ketakutan setengah mati, tak bisa membayangkan bagaimana perihnya saat cambukan tersebut menyentuh kulitnya yang mulus.

“Ampun.. ampun.. Maafkan aku, Al. Maaf,” ucap Ruby terdengar menyayat hati, namun sayangnya Althaf tak mendengarkannya.

“Aaaahhhkkkk!!” teriak Ruby kesakitan saat Althaf baru saja mengayunkan cambukan itu dengan sangat cepat.

Garis merah panjang langsung tercetak jelas di paha Ruby. Sakit, panas dan perih bercampur menjadi satu, bahkan air mata pun lolos tak tertahan di pelupuk mata. Suara tertawa Althaf pun terdengar begitu nyaring seolah baru saja mendapat suatu kesenangan.

Cetarrrr…

“Aaaahhhkkkk… ampun Al, sakit.. sakit.” Ruby kembali berteriak sedu. Rasa sakit tak tertahan menjalar hingga ke seluruh tubuh. Althaf semakin menikmati wajah Ruby yang menahan rasa sakit.

“Maaf Al, ampun. Ini sakit Al,” rengek Ruby meminta ampun.

“Berisik, suara kamu menyakiti telinga. Sebaiknya saya sumpal mulutmu yang bau sampah ini,” ucap Althaf sambil memasukkan gumpalan kain kedalam mulut Ruby.

Althaf pun melanjutkan penyiksaan terhadap Ruby. Bukan hanya kaki, tetapi hampir sekujur tubuh Ruby mendapatkan cambukan. Tangisan Ruby pun tak menghentikan tindakan Althaf

“Tuan, maaf barusan pihak rumah sakit mengabarkan jika Nyonya…..”

“Alena kenapa? Alena selamat kan? Dia sudah sadar?” seru Althaf bersemangat.

Gilbert menggeleng kepalanya.

“Bukan Tu-tuan. Nyonya…”

Terpopuler

Comments

ℛᵉˣℱᵅᵐⁱⳑʸAdel❤️⃟Wᵃf●⑅⃝ᷟ◌ͩ

ℛᵉˣℱᵅᵐⁱⳑʸAdel❤️⃟Wᵃf●⑅⃝ᷟ◌ͩ

benar yang dikatakan Gilbert, kalau kamu mengurung Alena sama saja kamu menyiksa nya pasti Alena lebih memilih mengakhiri hidupnya daripada terus-terusan disiksa dan dijadikan boneka

2025-01-21

0

Zacky Lim

Zacky Lim

nah altaf khawatir akut gitu kan. alena sampai terluka parah begitu, kemana saja selama ini. semoga tidak trjadi apa2 sm alena

2025-01-23

1

🏠⃟🌻͜͡ᴀs🍁Bila❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ

🏠⃟🌻͜͡ᴀs🍁Bila❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ

mampus kamu Ruby bisa bisa nya kamu lari begitu saja, sudah di biarkan hidup enak lagi malah buat ulah akhirnya kamu dapat apa yang kamu rasakan

2025-01-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!