16. Sangat Berbeda

“Ini sungguh baru permulaan. Karena semuanya benar-benar baru dimulai!” batin Aqilla.

Di tengah balas dendam yang ia lakukan untuk Chilla, Aqilla lupa. Bahwa sang kembaran memiliki kekasih bernama Stevan. Hingga ketika cowok itu menghadang langkahnya, Stevan juga tak luput dari amukannya.

“Beb ...?” lirih Stevan lantaran selain langsung menatapnya kesal, Aqilla yang ia yakini sebagai Chilla kekasihnya juga seolah akan memarahinya habis-habisan.

“Beb? Ya ampun aku lupa kalau aku jadi Chilla, sementara Stevan pacarnya Chilla,” pikir Aqilla yang langsung memasang senyum. Walau tentunya, hanya senyum masam yang mampu ia berikan.

Stevan tersipu malu membalas Aqilla. “Rasanya, Chilla jadi beda. Bukannya aku enggak suka dia jadi independen. Aku beneran suka, ... suka banget malahan! Masalahnya, ... aku kangen dia yang manja. Bawel, lucu, ... aku juga kangen pipinya yang merah ketika dia tersipu malu hanya karena aku tatap,” batin Stevan sambil mengusap-usap poni Aqilla.

“Ya ampun ... harus ya, ada adegan elus-elus poni gini?" batin Aqilla merasa tidak nyaman. Karena sejauh ini, satu-satunya pria yang ia izinkan mengelus-elus poninya, hanya pak Zeedev.

Ketika Aqilla tak sengaja menoleh ke belakang Stevan, ternyata dari sana dan itu lapangan basket, ada bola basket melesat mengarah ke kepala Stevan. Hingga tanpa pikir panjang, Aqilla mendorong Stevan agar cowok itu minggir.

“Ah ....” Aqilla meringis kesakitan. Benturan bola basket dengan kekuatan penuh di dahinya, membuat kepalanya terasa sangat pening. Selain itu, dunia Aqilla juga mendadak seperti berputar-putar. Aqilla kehilangan keseimbangan tubuh hingga kedua tangannya refleks berpegangan pada kedua lengan Stevan yang sudah lebih dulu memeganginya.

“Beb, ... Beb, jawab aku! Kamu enggak apa-apa, kan? Kita ke UKS? Kita ke rumah sakit terdekat, ya! ” Stevan benar-benar panik. Permintaan maaf dari cowok yang masih bagian anggota basketnya, ia abaikan begitu saja.

“Mereka pikir, mereka yang paling keren? Bisa-bisanya mereka melakukan Liara seperti sampah!” batin Angkasa—cowok yang tadi sengaja melempar bola basket dari lapangan basket, ke Stevan. Namun, ia sengaja bersandiwara. Ia berlaku seolah dirinya tidak sengaja.

“Mau Stevan apa Chilla yang kena, bagiku sama saja. Karena pasangan sok keren ini memang sudah selayaknya dikasih pelajaran,” batin Angkasa masih pura-pura peduli. Ia mengambil tas Aqilla, dan sengaja membawakannya.

“Di tas ini pasti ada yang bisa aku pakai buat jadi bukti,” pikir Angkasa. Namun dengan cepat, Aqilla merebut tasnya.

Padahal, Aqilla sedang sempoyongan. Stevan pun sudah jongkok dan siap menggendong Aqilla. Namun, Aqilla sangat tidak bisa membiarkan barang-barangnya disentuh sembarangan oleh orang.

Angkasa langsung melongo menatap tak percaya Chilla. Begitu juga dengan Stevan.

“Beb, ada apa?” ucap Stevan tetap lembut penuh perhatian kepada Aqilla, meski kini, ia sedang sangat khawatir.

Stevan menatap penasaran Aqilla yang ia pergoki menatap marah Angkasa. “Beb, Angkasa ini temanku. Dia satu tim basket dengan aku. Angkasa sudah minta maaf.” Dalam hatinya, Stevan merasa, kekasihnya yang sekarang, sangat emosional. Independen, tapi sangat emosional dan tidak bisa disenggol meski hanya sebentar.

Apa yang Stevan katakan langsung membuat Aqilla merenung serius. Kemudian, meski tangan kanannya harus berpegangan pada lengan kiri Stevan. Sedangkan tangan kanan mengelus pelipis yang sudah langsung lebam, Aqilla masih bisa fokus menghadapi Angkasa.

“Tadi kamu sengaja lempar loh. Aku beneran lihat. Andai kamu mau menyangkal, kamu lagi oper bola sama teman kamu di lapangan, ... hello, ... kamu anggota tim basket. Sedangkan anggapan enggak sengaja untuk lemparan sekuat tadi, itu terlalu mengada-ada!” ucap Aqilla yang kemudian membaca tagname di dada sebelah kanan jas seragam warna kuning milik Angkasa. Di sana nama Angkasa terpampang : Angkasa Ardelio Sinaga. Diam-diam, Aqilla menghafal namanya kemudian mengajak Stevan untuk pergi dari sana.

“Aku rasa, manusia-manusia di sini banyak yang toxic, batin Aqilla.

“Beda! Dia beneran beda dari biasanya!” batin Angkasa. Di hadapannya, Aqilla yang makin sempoyongan berakhir mau digendong Stevan. Namun, Aqilla tetap menggendong tas warna pink-nya.

“Kak, ... jangan pernah percaya kepada siapa pun, bahkan meski orang itu teman dekatmu,” ucap Aqilla yang meski sedang merasa sangat pening, masih tetap ingin mengatakan wanti-wantinya kepada Stevan.

“Kenapa begitu? Apakah ini masih berkaitan dengan Angkasa? Memangnya menurutmu Angkasa kenapa? Sepenuhnya aku akan percaya kepadamu, jadi kamu enggak perlu ragu buat mengatakannya kepadaku!” sergah Stevan sambil terus menggendong Aqilla.

“Aku tidak tahu pasti apa yang dia mau dari dalam tasku. Namun dalam waktu dekat, sepertinya kita akan tahu. Bisa jadi, masih berkaitan dengan apa yang Liara dan gengnya lakukan kepadaku,” ucap Aqilla.

Karena Aqilla dijemput oleh sang sopir, mau tak mau kebersamaan mereka berakhir.

“Aku ikut!” sergah Stevan tak tega melepas Aqilla. Terlebih, alasan Aqilla begitu dan sampai meringkuk kesakitan di tempat duduk mobil bagian tengah karena menyelamatkannya.

“Kakak bawa motor, kan?” ucap Aqilla nyaris tidak sadar.

“Enggak apa-apa. Biar motorku di sekolah saja!” sergah Stevan.

Karena Stevan terus memaksa, Aqilla meminta sang sopir untuk mengizinkannya.

Kasus yang dialami Chilla memang membuat orang tua Aqilla makin protektif kepada anak-anaknya. Sekadar sekolah saja, Aqilla akan selalu diantar jemput layaknya sekarang. Hanya saja, kenyataan Stevan yang sangat memperhatikannya, membuat Aqilla risih. Terlebih Aqilla yakin, Stevan begitu karena cowok itu mengiranya sebagai Asyilla.

Stevan memangku kepala Aqilla, bahkan meski Aqilla sempat menolaknya. “Bengkak parah, besok kalau belum sembuh, jangan sekolah dulu. Pak, langsung ke rumah sakit deh. Takut kenapa-kenapa!” sergah Stevan.

“Ya ampun ... ini apaan sih? Enggak nyaman banget kalau aku harus diginiin!” batin Aqilla.

***

Tak diizinkan mengikuti kegiatan sekolah selama menjalani pemeriksaan, menjadi konsekuensi yang harus Liara, Keysa, Vanya, sekaligus Rumi terima. Keempatnya sudah langsung menjalani pemeriksaan di kantor polisi. Selain keempatnya, beberapa pihak sekolah, termasuk satpam yang turut viral karena membantu pelaku, juga menjalani pemeriksaan.

Sebenarnya, Sasy juga mendapatkan sanksi sama dengan keempatnya. Namun, keberadaan Sasy mendadak layaknya ditelan bumi. Sejak video dari ibu Srikandi disebar, Sasy belum ada kabar lanjutannya.

Kedatangan polisi ke rumah pak Pendi, murni untuk mencari Sasy. Namun, alasan mereka mencari Sasy, bukan untuk video viralnya dengan pak Pendi. Alasan polisi ke sana, agar Sasy bisa segera bergabung dengan tersangka lainnya.

Rumah orang tua Rumi sepi dan hanya berisi pekerja. Satpam yang berjaga menyebutkan, bahwa sejak pagi, semenjak video pak Pendi dan Sasy viral, pemilik rumah pergi. Keduanya dikatakan pergi menggunakan mobil yang sama. Sedangkan untuk Sasy, sang satpam tak bisa memberi kejelasan.

“Kalau memang Bapak tidak bisa memberikan keterangan secara pasti, biarkan kami memeriksa CCTV rumah ini,” tegas polisi yang menjadi lawan bicara sang satpam.

(Ramaikan yaaa ❤️❤️❤️❤️)

Terpopuler

Comments

Al Fatih

Al Fatih

apa sebaiknya Aqilla jujur sama Steven yaa,, kalo dia bukan chilla,, khawatirnya malah akan jadi masalah baru karna kesalahan fahaman andaikan chilla sudah sadar nanti. Lagi pula kan pastinya Aqilla ga nyaman d pegang2 kayak gitu dgn status hubungan yg ga ad,,...

2024-11-11

0

Sonya Kapahang

Sonya Kapahang

Apa nanti Aqilla jadi sm Stevan...? Chilla sm Oscar...? Si Sassy kemana..? Apa dikurung sm Pak Pendi..?

2024-11-12

0

Star Ir

Star Ir

Gak sabar kelanjutannya gimana ??

2024-11-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!