Rumah Sakit

****

Jericho berlari tergesa-gesa di lorong rumah sakit. Baru beberapa menit meninggalkan kantor, ia mendapatkan telepon dari ayahnya jika Nathalie sekarang tengah dilarikan ke rumah sakit. Ibunya mendadak mengalami serangan jantung.

Di lorong, ia sudah bertemu dengan ayahnya yang tengah terduduk dengan kedua tangan yang menumpu pada paha. Langkah Jericho memelan, sampai akhirnya langkahnya sampai di dekat ayahnya. Ia berhenti, kemudian duduk tepat di samping pria paruh baya tersebut.

"Bagaimana keadaan ibu? Dia akan segera sadar, kan?" tanya Jericho dengan kedua bola mata yang fokus menatap ruangan di hadapannya.

"Ibumu akan baik-baik saja. Sebentar lagi dia akan sadar. Dokter sudah mengurus semuanya. Kita hanya perlu menunggu."

Perasaan Jericho sedikit lega sekarang. Meskipun ia tidak tahu kapan Nathalie akan segera sadar. Satu menit dari sekarang, atau mungkin bisa saja besok pagi. Jericho merasa jika penderitaannya sekarang seakan datang secara bersamaan.

"Kenapa kau tidak datang bersama Velicia? Kau sudah tahu, kan bahwa ibumu sangat ingin bertemu dengan istrimu?"

"Aku akan membawanya saat ibu sudah siuman."

Mereka sama-sama terdiam di sana dengan pikiran yang sudah menerawang jauh. Dua pria yang sama-sama tidak ingin kehilangan Nathalie dalam waktu dekat. Mereka terlalu menyayangi perempuan satu-satunya di rumah mereka tersebut.

Setelah ini, Jericho akan menghilangkan egonya terlebih dahulu agar bisa menemui Velicia. Nyawa ibunya jauh lebih penting dibanding rasa sakit hatinya karena dikecewakan oleh istrinya sendiri.

"Aku akan segera membawa Velicia bertemu dengan ibu, Ayah."

"Ya. Kau harus membawanya ke sini secepatnya. Ibumu pasti akan sangat merasa senang."

****

Untungnya, Jericho masih menyimpan kontak Sharine untuk berjaga-jaga. Kontak milik Velicia sudah ia hilangkan di hari ia mengusir perempuan itu. Jadi, ia sama sekali tidak memiliki apa pun yang bisa terhubung langsung dengan Velicia, selain bantuan dari Sharine sekarang.

"Hallo, apakah benar ini dengan Sharine? Saya Jericho."

Sejujurnya, tidak pernah sekalipun terpikirkan oleh Jericho untuk menghubungi perempuan itu demi Velicia. Padahal, ia sangat yakin jika Sharine sudah pasti tahu tentang masalah yang sekarang tengah mereka hadapi.

Sebelum Sharine menjawab sambungan teleponnya, Jericho sudah merasa takut. Ia takut jika perempuan itu akan menolak permintaan tolongnya. Sebab, ia yakin dari nada suaranya saja, Sharine memiliki kebencian terhadap dirinya.

"Saya menelponmu untuk menanyakan soal Velicia. Ini sangat penting dan saya tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa lagi selain padamu, Sharine."

Jericho mendengar dengan jelas jika Sharine terdengar sedang berdecak di luar sana. Seperti sedang menghina dirinya yang sudah berani menanyakan soal Velicia di saat dirinya sudah mengusir perempuan itu tempo lalu.

"Untuk apa menanyakan Velicia? Bukanlah kau sudah mengusirnya? Kau tidak suka pada seseorang yang berkhianat, kan?"

Jericho sudah menduga jika Sharine akan berbicara dengan sedikit pedas padanya. Jericho mewajarkan hal tersebut, meskipun dirinya merasa sangat tidak nyaman sekarang.

"Orang tuamu sedang sakit sekarang. Aku memang belum mengatakan masalah kami kepada mereka berdua. Jadi, saat kedua orang tuaku bertanya di mana Velicia, aku merasa sangat kebingungan sekarang."

"Kau tidak malu untuk menemuinya? Kalau aku jadi kau, aku akan sangat malu meskipun hanya menyebut namanya secara tidak sengaja."

Jericho mengusap wajahnya dengan frustasi. "Sharine ... kau hanya perlu memberiku kontak Velicia. Aku berjanji, aku tidak akan melukainya. Aku hanya ingin mengabulkan permintaan kedua orang tuaku, Sharine."

Di luar sana, suara Sharine tidak terdengar lagi. Sepertinya perempuan itu sedang menimbang apakah ia harus menolong Jericho atau tidak sama sekali.

"Sharine ...." Panggil Jericho, lagi. Merasa tidak sabar dengan jawaban dari Sharine.

"Kau berjanji tidak akan menyakitinya, kan?"

"Tidak. Setelah ia bertemu dengan orang tuaku, aku tidak akan menemuinya lagi. Aku janji."

"Aku kirim alamat rumahnya padamu sekarang."

Setelah itu, Sharine mengakhiri sambungan teleponnya tanpa mengatakan pamit kepada Jericho. Tidak sopan? Sharine memang sengaja melakukannya agar Jericho juga tidak berani meminta tolong lagi kepada dirinya.

****

Jericho tahu jika sekarang sudah larut malam, tetapi ia merasa jika ia harus segera menemui Velicia agar saat ibunya sudah sadarkan diri, ia bisa melihat Velicia di sampingnya.

Alamat yang sudah Sharine kirimkan padanya sudah Jericho temukan dengan sedikit lebih cepat. Untung saja satpam penjaga mengizinkannya masuk setelah menyebut nama Sharine sebagai pemilik rumah. Itu juga Sharine yang menyarankannya.

Di hadapannya sekarang ada rumah berlantai dua yang sudah tampak sepi dengan hanya lampu kamar saja yang dibiarkan menyala. Perlahan, Jericho keluar dari dalam mobilnya kemudian berjalan mendekat pada rumah yang ditempati oleh Velicia. Tidak menunggu waktu lama, Jericho memencet bel yang ada di rumah tersebut.

Saat menunggu Velicia keluar, jantung pria itu berdegup dengan kencang. Meskipun ia membencinya, tetapi ia sangat merindukan sosok Velicia yang selalu bersikap manja saat mereka sedang berdua.

"Selamat malam. Siapa, ya?" tanya perempuan itu saat Velicia berhasil membuka pintunya.

Jericho yang tadinya sempat berdiri membelakangi pintu, perlahan berputar balik. Menghadap pada Velicia yang kini tengah terkejut dengan kedatangan dirinya.

"Jericho ...."

"Maaf mengganggumu tengah malam. Aku mendapatkan alamat rumahmu dari Sharine. Ada yang ingin aku sampaikan dan ini sangat penting."

"Masuklah."

"Tidak apa-apa, di sini saja."

"Masuk saja. Kita bicara di dalam. Jangan di luar seperti ini. Tidak baik membiarkan tamu berdiri di ambang pintu," ujar Velicia."

****

Velicia membawakan segelas teh hangat untuk Jericho. Ia meletakkannya di atas meja, kemudian ia terduduk di sofa yang bersebrangan dengan Jericho. Jika membayangkan waktu saat mereka masih bersama, Velicia merasa sangat sedih, sebab sekarang jarak duduk mereka menjelaskan seasing apa hubungan mereka sekarang.

"Katakan apa yang ingin kau katakan padaku. Aku akan mendengarkannya."

Jericho terdiam beberapa saat. Pria itu terlihat menarik napas dalam terlebih dahulu, hingga akhirnya memberanikan diri untuk kembali berbicara dengan Velicia.

"Kedua orang tuaku belum mengetahui soal permasalahan kita. Aku bahkan tidak tahu harus menceraikanmu dengan bagaimana, sebab aku harus memberitahu kedua orang tuaku terlebih dahulu dan masalahnya ... ibuku tidak boleh terkejut dengan apa pun. Termasuk kabar buruk ini. Kau juga tahu, kan?"

"Ya. Aku mengerti."

"Tapi sore ini, ibuku dilarikan ke rumah sakit, Velicia."

"Apa?" raut wajah Velicia nampak sangat terkejut mendengar kabar buruk yang dibawakan oleh Jericho.

"Ibu kembali mengalami serangan jantung dan kami belum tahu apa penyebabnya. Sekarang, ibuku ingin bertemu denganmu. Itulah mengapa aku mencoba mencari informasi tentangmu pada Sharine."

"Bagaimana keadaannya sekarang?" Velicia terlihat sangat khawatir.

"Belum sadarkan diri. Itulah mengapa aku segera mendatangimu ke sini setelah Sharine mengirimkan alamatnya. Apakah kau mau menolongku, Velicia? Aku tidak masalah jika setelah ini, aku tidak perlu datang menemuimu lagi. Hanya satu permintaan terakhirku. Kau ... menemui ibuku."

****

Terpopuler

Comments

Sunaryati

Sunaryati

Felicia kau harus jaga jarak dulu dengan Andrew, karena fitnah yg dituduhkan padamu kan dg Andrew. Setelah selesai hubunganmu dengan Jericho. Hati-hati hati dan waspada terhadap janin dan keselamatanmu, Semoga yg mengincar suamimu tidak mencelskaimi

2024-11-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!