Penghianatan Adikku

Penghianatan Adikku

Pergi dari rumah

Plakkk

Suara tamparan terdengar menggema di dalam rumah

"Ayah ampuni aku, Aku akan membawa uang yang lebih banyak besok"

Gadis yang baru saja mendapatkan tamparan di pipinya tampak memohon kepada sosok yang di panggil ayah tersebut.

Gadis itu menangkup kan kedua tangannya, dengan menatap sosok ayah dengan mata yang berkaca kaca, Tampak sudut bibir gadis itu robek menandakan jika tamparan itu cukup keras.

Bughhhh

Tubuh mungil gadis itu terlempar begitu saja kala menerima tendangan di bagian perutnya.

"Ahhhhh"

Gadis itu meringis menggenggam perutnya yang terasa sakit akibat tendangan ayahnya. Gadis itu meringkuk jauh ketika melihat pria paruh baya itu kembali berjalan mendekati dirinya.

Srakkkk

Amelia mendongakkan kepalanya secara paksa saat rambut panjang miliknya di tarik oleh pria bertubuh kekar itu.

"Ayah aku mohon maafkan aku maafkan aku"

Gadis itu kembali mengucapkan kalimat yang sama, Air mata mengucur deras di pipi Amelia.

"Bukankah selalu aku katakan padamu bawa uang lebih, kau pikir aku apa ha? Dengan uang 100 ribu itu kau pikir aku bisa kenyang"

Sentak Herman dengan amarah yang berapi api, pria paruh baya itu tampak tak peduli dengan putrinya yang saat ini tengah menjerit sakit karna ulahnya.

"Aku janji ayah aku akan bawa uang lebih besok, ampuni aku ayah ampuni aku"

Amelia menggenggam tangan ayahnya, berharap pria itu melepaskan cengkeramannya.

"Sial, besok bawa uang lebih"

Ucap Herman yang kemudian melepaskan cengkeramannya dengan kasar.

Amelia akhirnya bisa sedikit bernafas lega kala ayahnya kini melepaskan tangannya.

Herman menatap putrinya sulungnya dengan jengkel, entah sudah berapa hari gadis itu hanya membawa uang kurang dari 100 ribu saja.

Jelas saja itu tidak cukup, dia harus makan dan lagi dia harus membayar utangnya pada temannya yang sempat dia pinjam untuk modal judi di beberapa hari yang lalu.

Namun seketika matanya bersilat bahagia kala melihat sebuah kalung emas bertengger di leher putrinya.

Amelia yang menyadari tatapan ayahnya segera menggenggam kalung tersebut, dia menggelengkan kepalanya.

"Tidak ayah, jangan kalung ini, kalung ini pemberian ibu, Aku aku janji akan membawa uang yang banyak untuk ayah"

Ucap gadis itu dengan cepat.

Namun Herman tampak tidak peduli, Dia menarik kalung di leher putrinya dengan paksa.

"Untuk apa kau menyimpan pemberian wanita itu, bahkan wanita itu tega meninggalkanmu dan adikmu heh"

Sarkas Herman yang menatap kesal pada putrinya, lalu pandangannya kembali jatuh pada sebuah kalung yang kini telah berada di tangannya.

Dia melebarkan senyumnya, memikirkan berapa harga kalung tersebut, jika lebih maka dia akan menjadikannya lagi modal untuk judi.

Amelia memegang kaki ayahnya, memohon belas kasihan pada pria itu.

"Ayah tolong kembalikan kalung itu ayah, ayah bisa ambil apapun selain kalung itu"

Pintar Amelia dengan tangis yang kembali pecah.

Dia benar benar menyayangi kalung itu, karna kalung itu pemberian ibunya sebelum meninggalkannya di waktu kecil.

"Banyak bicara kau"

Sentak Herman yang kemudian menghentakkan kakinya dengan kasar hingga tubuh Amelia menabrak meja.

"A ayah aku mohon"

Pinta gadis itu dengan terbata, rasa sakit di perutnya semakin menjadi.

Namun Herman seperti tidak peduli dengan putrinya, dia melenggang begitu saja dengan senyum bahagia karna mendapat sebuah harta yang bisa menjadi uang untuknya.

Amelia meringis, gadis itu memegang perutnya yang terasa nyeri.

"Tidak tidak Amelia, kau harus kuat demi adikmu"

Gumam gadis itu yang berusaha menguatkan dirinya sendiri kala rasa sakit yang menghantamnya.

Amelia bangun dari posisinya dengan tertatih, dia berjalan ke arah kamarnya secara perlahan.

Sesampai di kamarnya , tangan gadis itu segera meraih kunci membuka sebuah lemari kayu besar yang ada di sana.

"Kakak"

Seorang gadis kecil yang berusia 10 tahun tampak menatapnya dengan rasa khawatir, Bisa Amelia pastikan jika adiknya menangis dalam waktu yang cukup lama.

"Jangan menangis kakak tidak apa apa, hmm"

Tangan gadis itu bergerak menghapus lelehan bening di pipi adiknya.

"Kakak terluka lagi"

Ucap Liliana ketika menatap bibir kakaknya yang robek dan pipinya yang tampak membiru, dia sudah bisa menebak apa yang terjadi pada kakaknya.

"Tidak apa apa, ini tidak sakit"

Bohong Amelia, Rasanya gadis itu ingin menangis saat ini juga mengatakan jika semua tubuhnya terasa remuk redam, namun dia sekuat tenaga menahannya, dia tentu saja tidak ingin adiknya merasa cemas dengan kondisinya.

"Tapi kakak"

"Bantu kakak mengemas baju baju kakak dan bajumu, kita akan pergi"

Potong Amelia yang dengan cepat meraih sebuah tas yang berukuran cukup besar yang ada di dalam lemari itu.

Liliana memilih diam, dia segera membantu kakaknya mengemas beberapa baju mereka di dalam tas tersebut.

"Kakak kita akan kemana?"

Gadis kecil itu segera bertanya pada sang kakak, Kini mereka berada di jalan raya dengan Amelia yang menggendong tas mereka.

"Kita akan pergi dari rumah, Apa kau lelah?"

Tanpa ragu gadis kecil itu menganggukkan kepalanya.

Amelia mengembangkan senyumnya.

"Pakai tas ini, lalu naik ke punggung kakak"

"Apa kakak tidak lelah?"

Liliana bertanya dengan ragu.

"Tidak, lagi pula badanmu kecil itu tidak masalah untuk kakak"

Jawab Amelia dengan senyum di bibirnya.

Pada akhirnya Liliana naik ke punggung kakaknya, dia memeluk leher kakaknya dengan erat.

"Kakak terima kasih"

Gumam gadis itu dengan suara pelan.

Liliana menjatuhkan air matanya.

Dia merasa terharu dengan kakaknya yang masih mengutamakan dirinya, Padahal Amelia bisa saja pergi dari rumah tanpa membawanya yang hanya menjadi beban namun kakaknya tetap tersenyum dengan menggenggam tangannya dengan erat.

Melihat sebuah halte bus yang kini tidak jauh dari posisinya membuat Amelia mengembangkan senyumnya. Hingga ketika gadis itu semakin mengikis jarak dilihatnya seorang pria melambaikan tangan ke arahnya.

"Amelia"

Pria itu berseru dengan lantang berlari ke arah gadis itu yang saat ini tengah menurunkan adiknya dari gendongannya.

"Kau terluka"

Ucapnya ketika melihat pipi gadis itu membiru dan bibirnya yang berdarah.

"Tidak masalah, Reyhan"

Amelia kembali menjawab dengan biasa, seolah luka luka itu benar benar tidak berarti untuknya.

Reyhan hanya terdiam melihat respon gadis itu, Ini bukan pertama kalinya dia melihat luka luka di tubuh Amelia, sering kali gadis itu mendapatkan luka dan tentu saja dia juga tau siapa pelakunya.

"Kau sudah mendapatkannya?"

Reyhan menganggukkan kepalanya

Beberapa jam yang lalu saat dirinya hendak tidur, ponselnya berbunyi sebuah pesan masuk dengan nomor yang tentu saja dia kenal.

"Tolong bantu aku, Cari aku kontrakan yang jaraknya sangat jauh dari rumahku, yang kemungkinan ayahku tidak bisa menemukanku.

Aku mengikuti saranmu, aku akan pergi dari rumah ini"

Rentetan kalimat itu membuat Reyhan cukup terkejut, pasalnya dia sudah menyuruh gadis itu untuk lari dari rumahnya sejak lama namun Amelia selalu menolak.

Dan hari ini gadis itu benar benar pergi dari nerakanya tentu membuat Reyhan bisa bernafas lega, tanpa membuang buang waktu dia segera memberitahu ibunya tempat kontrakan yang tidak jauh dari rumahnya karna secara kebetulan rumah Reyhan dan rumah Amelia cukup jauh dan yang terpenting ayahnya tidak mengenal Reyhan sama sekali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!